Kudeta 3 Juli 1946 'Kudeta Pertama' Dalam Sejarah Indonesia

Kelompok Persatuan Perjuangan 1946. (Foto: Jakarta.go.id)

Kemerdekaan Indonesia yang belum genap setahun perlu mengakami pergolakan politik yang menjurus pada perebutan kekuasaan. Pada tanggal 3 Juli 1946, terjadi peristiwa yang dilakukan oleh pendukung Tan Malaka yang berusaha merebut kekuasaan.

Percobaan perebutan kekuasaan dilatarbelakangi oleh kekecewaan simpatisan Tan Malaka yang tergabung dalam kelompok Persatuan Perjuangan terhadap keputusan Perundingan Linggarjati. Persatuan Perjuangan menganggap gagalnya Kabinet Sjahrir mewujudkan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia seratus persen. Pengakuan wilayah Indonesia atas Sumatera, Jawa, serta Madura mengecewakan kelompok ini serta berupaya merencanakan kudeta.

Kudeta yang dilakukan bukan menjatuhkan kekuasaan Presiden Soekarno, melainkan buat meruntuhkan Kabinet Perdana Menteri (PM) Sutan Sjahrir. Di benak beberapa politisi serta bahkan pihak tentara, kebijakan PM Sjahrir di meja diplomasi dengan Belanda sangat tidak memuaskan.

Ketegangan antara Kabinet Sjahrir serta kelompok oposisi makin meruncing. Rencana kudeta dilancarkan kelompok Persatuan perjuangan dengan menculik anggota-anggota Kabinet Sjahrir. sudah dikenal oleh pemerintah. Pemerintah memutuskan buat meringkus kelompok Persatuan Perjuangan yang dibawahi Tan Malaka, Achmad Soebardjo serta Soekarni. Ketiganya dijebloskan ke jeruji besi pada 23 Maret 1946.

Simpatisan serta kolega Tan Malaka terutama yang berasal dari kalangan militer geram terhadap penangkapan Tan Malaka serta lainnya. Diantaranya yaitu Mayjen R.P. Sudarsono maupun Kolonel Sutarto, serta A.K. Yusuf.

Mereka pun ambil Langkah buat menculik PM Sjahrir dikala singgah di Surakarta (Solo, Jawa Tengah). perintah  penculikan itu turut disertai surat tugas penangkapan yang diteken langsung oleh Kolonel Sutarto yang kala itu, bertindak sebaga Panglima Divisi IV.

Tanggal 27 Juni 1946 terjadi penculikan atas diri Perdana Menteri Sjahrir, Menteri Kemakmuran Darmawan Mangunkusumo, serta beberapa tokoh kabinet lainnya. Pada tanggal 28 Juni 1946, Presiden Soekarno mengungkapkan keadaan bahaya di Indonesia.
Media Massa mengabarkan kudeta yang dilakukan oleh kelompok pendukung Tan Malaka. Foto: Pinterest
Pada tanggal 29 Juni 1946 seluruh kekuasaan diserahkan kepada Presiden Sukarno. Presiden Sukarno kemudian berpidato lewat radio menuntut pembebasan Sjahrir serta menteri-menterinya.

“Ini Presidenmu! kalau engkau cinta kepada proklamasi serta Presidenmu, engkau cinta kepada perjuangan bangsa Indonesia yang insya Allah, de jure bakal diakui oleh seluruh dunia.

Tak ada jalan kecuali. Hai, pemuda-pemudaku, kembalikanlah Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang engkau tawan di Negara Republik Indonesia yang kita cintai. Sadarlah kalau perjuangan tidak bakal berhasil dengan cara-cara kekerasan!"

Kelompok yang menculik tokoh-tokoh Kabinet Sjahrir kemudian membebaskan, meskipun demikian, usaha kudeta tetap Sahaja terjadi.
PM Sutan Sjahrir memberikat penjelasan terhadap penculikan terhadapnya. Foto: santijehannanda.com
30 Juni dini hari, Sjahrir pun diantarkan ke Yogyakarta serta diserahkan pada para ajudan Soekarno. Tanggal 3 Juli 1946, pelaku utama kudeta, Mayor Jenderal Sudarsono datang menghadap Presiden Soekarno. Ia beserta rekan-rekannya menyodorkan empat naskah berisi maklumat kepada presiden buat ditandatangani.

Isi dari maklumat tersebut :

  1. Presiden memberhentikan Kabinet Sjahrir.
  2. Preslden menyerahkan pimpinan politik, sosial, serta ekonomi kepada Dewan Pimpinan Politik.
  3. Presiden mengangkat 10 anggota Dewan Pimpinan Politik (yang nama-namanya tercantum dalam naskah).
  4. Presiden mengangkat 13 menteri negara (yang nama-namanya tercantum dalam naskah).

Maklumat pada hakikatnya menuntut agar pimpinan pemerintahan diserahkan kepada para pengikut kelompok Persatuan Perjuangan yang dipimpin oleh Tan Malaka. Tetapi Presiden Sukarno tidak menerima maklumat tersebut.

Pada dikala itu juga Mayor Jenderal Sudarsono beserta rekannya ditangkap. Empat belas orang yang diduga terlibat dalam usaha kudeta diajukan ke depan Mahkamah Tentara Agung. Tujuh terdakwa dibebaskan dari tuntutan. Dalam persidangan pengadilan tersebut, selain Mayor Jenderal Sudarsono, Mr. Muhammad Yamin juga dipersalahkan memimpin percobaan kudeta.
Foto: santijehannanda.com
Mereka kemudian dijatuhi hukuman empat tahun. Lima terdakwa lainnya dihukum 2-3 tahun. Tetapi mereka semuanya dibebaskan dengan grasi Presiden Sukarno pada tanggal 17 Agustus 1948, pada peringatan tiga tahun Kemerdekaan Indonesia.


Rujukan:  Zara, M. Yuanda. 2009. Peristiwa 3 Juli 1946 MedPress, dll


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel