Biografi Presiden Megawati Soekarnoputri
Senin, Mei 01, 2017
Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Sebelum diangkat selaku presiden, beliau yakni Wakil Presiden RI yang ke-8 dibawah pemerintahan Abdurrahman Wahid. Megawati yakni putri sulung dari Presiden RI awal yang juga proklamator, Soekarno serta Fatmawati. Megawati, pada awalnya menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang TNI AU, Surendro serta dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda serta Mohammad Rizki Pratama.
Baca Juga
Masuknya Megawati ke kancah politik, berarti beliau Sudah mengingkari kesepakatan keluarganya buat tidak terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya. Megawati tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak bicara. Ternyata memang berhasil. Suara buat PDI naik. Dan beliau pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Pada tahun itu pula Megawati terpilih selaku Ketua DPC PDI Jakarta Pusat.
Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya tidak terasa. Tampaknya, Megawati tahu Apabila beliau masih di bawah tekanan. tidak cuma memang sifatnya pendiam, belaiu pun memilih buat tidak menonjol mengingat kondisi politik ketika itu. Maka belaiu memilih lebih banyak menyelenggarakan lobi-lobi politik di luar gedung wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya, yang silent operation, itu secara langsung atau tidak langsung, Sudah memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993 Ia terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan pemerintah pada ketika itu.
Namun pemerintah menolak serta menganggapnya tidak sah. Karena itu, dalam perjalanan berikutnya, pemerintah mendukung kekuatan mendongkel Mega selaku Ketua Umum PDI. Fatimah Ahmad cs, atas dukungan pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, buat menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi Mega tidak gampang ditaklukkan. Karena Mega dengan tegas mengungkapkan tidak mengakui Kongres Medan. Mega teguh mengungkapkan dirinya selaku Ketua Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, selaku simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh pihak Mega. Para pendukung Mega tidak ingin surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor itu.
Soerjadi yang didukung pemerintah pun memberi ancaman bakal merebut secara paksa kantor DPP PDI itu. Ancaman itu kemudian menjadi kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, Ia semakin memantap langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan politik yang amat telanjang terhadap Mega itu, menundang empati serta simpati dari masyarakat luas.
Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua. Yakni, PDI pimpinan Megawati serta PDI pimpinan Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak serta mengakui Mega. Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi selaku Ketua Umum PDI yang sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997. Setelah rezim Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Partai politik berlambang banteng gemuk serta bermulut putih itu berhasil memenangkan Pemilu 1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara. Kemenangan PDIP itu menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden dibanding kader partai lainnya. Tetapi ternyata pada SU-MPR 1999, Mega kalah.
Tetapi, posisi kedua tersebut rupanya sebuah tahapan buat kemudian pada waktunya memantapkan Mega pada posisi selaku orang nomor satu di negeri ini. Sebab kurang dari dua tahun, tepatnya tanggal 23 Juli 2001 anggota MPR secara aklamasi menempatkan Megawati duduk selaku Presiden RI ke-5 menggantikan KH Abdurrahman Wahid. Megawati menjadi presiden hingga 20 Oktober 2003. Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali mencalonkan diri selaku presiden dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004. Namun, beliau gagal buat kembali menjadi presiden setelah kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono yang akhirnya menjadi Presiden RI ke-6.
Rujukan: kepustakaan-presiden.pnri.go.id