Perang Candu Cina (1839-1860 M)
Sabtu, Mei 27, 2017
Perokok Opium di China dikala Opium masuk secara ilegal pada masa dinasti Qing. Quora
- Perang Candu atau Perang Opium, dalam bahasa Inggris disebut Opium War, merupakan konflik bersenjata yang berlangsung dua kali di China sekitara pertengahan abad ke-19 antara kekuatan negara-negara Barat serta dinasti Qing (1644-1912) yang memerintah China.
Perang Candu kesatu kali terjadi pada tahun 1839 yang merupakan pertempuran antara Inggris serta China, kemudian berakhir pada tahun 1842. Perang Candu kedua terjadi pada tahun 1856 yang juga diketahui selaku Perang Panah atau Perang Anglo-Prancis di China. Perang ini menyertakan Inggris serta Prancis melawan China. Dalam Perang Candu kekuatan asing selalu menang serta mendapatkan hak komersial serta ijin berdagang di China.
Selama ratusan tahun, China tidak berhubungan dengan kegiatan ekonomi dunia lain. Meskipun demikian, banyak pedagang Eropa sangat mau berdagang di Cina. Wilayah Cina dikala itu terkenal selaku produsen sutera, rempah-rempah, teh, serta porselan berkualitas. Komoditi tersebut sangat terkenal di Eropa. Namun, pemerintah Cina di bawah Dinasti Qing cuma mengizinkan perdagangan dilaksanakan di satu pelabuhan, yakni di Guangzhou (Kanton).
Di sisi lain, pengembangan East India Company oleh Inggris berarti menjadikan candu dalam jumlah besar yang diproduksi di Bengali, India membutuhkan pasar baru. Untuk menyiasati kebijakan pemerintah Cina, pedagang Inggris mulai merencakan strategi agar Cina mau membuka perdagangan dengan mereka.
Para pedagang asing mulai menyelendupkan candu ke negara Cina, sehingga penduduk Cina terpaksa menjual barang-barang berharga mereka buat ditukar dengan candu. Bangsa Cina sendiri sebenarnya sudah mengenal candu sejak abad ke-15, namun Dinasti Qing melarang penghisapan candu pada tahun 1729, karna efeknya yang merusak.
Perdagangan candu sebelumnya dipelopori oleh bangsa India di bawah daulah Mughal, di mana perdagangan candu ilegal lewat Cina Selatan mendatangkan keuntungan besar. Ketika Inggris menguasai India, mereka melihat perdagangan candu selaku peluang emas buat memperbesar devisa.
Perang Candu Pertama
Proses pemusnahan opium ilegal di Humen. Foto: Pinterest
Perang Opium muncul dari usaha China buat menekan perdagangan opium. Pedagang asing (terutama Inggris) secara tidak resmi mengekspor opium terutama dari India ke China sejak abad ke-18, namun perdagangan tersebut meningkat secara dramatis sekitar tahun 1820. Kecanduan yang meluas di China menyebabkan gangguan sosial serta ekonomi yang serius di sana.
Pada bulan Maret 1839 pemerintah China menyita serta menghancurkan lebih dari 20.000 peti candu serta sekitar 1.400 ton obat-obatan yang disimpan di Kanton (Guangzhou) oleh pedagang Inggris.
Ketegangan kemudian terjadi antara kedua belah pihak, dikala terdapat pelaut Inggris yang mabuk membunuh seorang warga desa China. Pemerintah Inggris, yang tidak mau rakyatnya diadili dalam sistem hukum China, menolak buat menyerahkan orang-orang yang dituduh ke pengadilan China.
Permusuhan terjadi beberapa bulan kemudian dikala kapal perang Inggris menghancurkan blokade Cina di muara Sungai Mutiara (Zhu Jiang) di Hong Kong. Pemerintah Inggris memutuskan pada awal 1840 buat mengirim pasukan ekspedisi ke China, yang tiba di Hong Kong pada bulan Juni. Armada Inggris melanjutkan perjalanan dari muara Sungai Mutiara ke Kanton, dan, setelah berbulan-bulan menyelenggarakan perundingan di sana, Inggris kemudian menyerang serta menduduki kota tersebut pada bulan Mei 1841.
Pasukan Inggris kemudian melawan pasukan dinasti Qing pada musim semi tahun 1842. Inggris kemudian bertahan sebelum akhirnya menyelenggarakan serangan balasan serta berhasil menduduki Nanjing (Nanking) pada akhir Agustus.
Di sedang kondisi Cina yang kian terdesak. Kaisar Daoguang tidak menemukan jalan yang lebih baik selain menyerah kepada pihak Inggris. Pemerintah Cina dipaksa menyetujui Perjanjian Nanjing, yang banyak merugikan mereka.
Berikut point-point penting dari Perjanjian Nanjing:
Ilustrasi serangan sekutu di Kanton (Guangzhou) pada tahun 1856, selama Perang Candu II. Foto: Britannica
Pada pertengahan tahun 1850an, Inggris berusaha memperpanjang hak perdagangan mereka. Inggris kemudian berusaha menyulut kembali permusuhan dengan China yang sedang bersaha memadamkan Pemberontakan Taiping.
- Perang Candu atau Perang Opium, dalam bahasa Inggris disebut Opium War, merupakan konflik bersenjata yang berlangsung dua kali di China sekitara pertengahan abad ke-19 antara kekuatan negara-negara Barat serta dinasti Qing (1644-1912) yang memerintah China.
Perang Candu kesatu kali terjadi pada tahun 1839 yang merupakan pertempuran antara Inggris serta China, kemudian berakhir pada tahun 1842. Perang Candu kedua terjadi pada tahun 1856 yang juga diketahui selaku Perang Panah atau Perang Anglo-Prancis di China. Perang ini menyertakan Inggris serta Prancis melawan China. Dalam Perang Candu kekuatan asing selalu menang serta mendapatkan hak komersial serta ijin berdagang di China.
Selama ratusan tahun, China tidak berhubungan dengan kegiatan ekonomi dunia lain. Meskipun demikian, banyak pedagang Eropa sangat mau berdagang di Cina. Wilayah Cina dikala itu terkenal selaku produsen sutera, rempah-rempah, teh, serta porselan berkualitas. Komoditi tersebut sangat terkenal di Eropa. Namun, pemerintah Cina di bawah Dinasti Qing cuma mengizinkan perdagangan dilaksanakan di satu pelabuhan, yakni di Guangzhou (Kanton).
Di sisi lain, pengembangan East India Company oleh Inggris berarti menjadikan candu dalam jumlah besar yang diproduksi di Bengali, India membutuhkan pasar baru. Untuk menyiasati kebijakan pemerintah Cina, pedagang Inggris mulai merencakan strategi agar Cina mau membuka perdagangan dengan mereka.
Gambar yang mengilustrasikan serangan Inggris selama Perang Candu Kedua. Foto: Britannica
Para pedagang asing mulai menyelendupkan candu ke negara Cina, sehingga penduduk Cina terpaksa menjual barang-barang berharga mereka buat ditukar dengan candu. Bangsa Cina sendiri sebenarnya sudah mengenal candu sejak abad ke-15, namun Dinasti Qing melarang penghisapan candu pada tahun 1729, karna efeknya yang merusak.
Perdagangan candu sebelumnya dipelopori oleh bangsa India di bawah daulah Mughal, di mana perdagangan candu ilegal lewat Cina Selatan mendatangkan keuntungan besar. Ketika Inggris menguasai India, mereka melihat perdagangan candu selaku peluang emas buat memperbesar devisa.
Perang Candu Pertama
Perang Opium muncul dari usaha China buat menekan perdagangan opium. Pedagang asing (terutama Inggris) secara tidak resmi mengekspor opium terutama dari India ke China sejak abad ke-18, namun perdagangan tersebut meningkat secara dramatis sekitar tahun 1820. Kecanduan yang meluas di China menyebabkan gangguan sosial serta ekonomi yang serius di sana.
Pada bulan Maret 1839 pemerintah China menyita serta menghancurkan lebih dari 20.000 peti candu serta sekitar 1.400 ton obat-obatan yang disimpan di Kanton (Guangzhou) oleh pedagang Inggris.
Ketegangan kemudian terjadi antara kedua belah pihak, dikala terdapat pelaut Inggris yang mabuk membunuh seorang warga desa China. Pemerintah Inggris, yang tidak mau rakyatnya diadili dalam sistem hukum China, menolak buat menyerahkan orang-orang yang dituduh ke pengadilan China.
Permusuhan terjadi beberapa bulan kemudian dikala kapal perang Inggris menghancurkan blokade Cina di muara Sungai Mutiara (Zhu Jiang) di Hong Kong. Pemerintah Inggris memutuskan pada awal 1840 buat mengirim pasukan ekspedisi ke China, yang tiba di Hong Kong pada bulan Juni. Armada Inggris melanjutkan perjalanan dari muara Sungai Mutiara ke Kanton, dan, setelah berbulan-bulan menyelenggarakan perundingan di sana, Inggris kemudian menyerang serta menduduki kota tersebut pada bulan Mei 1841.
Pasukan Inggris kemudian melawan pasukan dinasti Qing pada musim semi tahun 1842. Inggris kemudian bertahan sebelum akhirnya menyelenggarakan serangan balasan serta berhasil menduduki Nanjing (Nanking) pada akhir Agustus.
Di sedang kondisi Cina yang kian terdesak. Kaisar Daoguang tidak menemukan jalan yang lebih baik selain menyerah kepada pihak Inggris. Pemerintah Cina dipaksa menyetujui Perjanjian Nanjing, yang banyak merugikan mereka.
Berikut point-point penting dari Perjanjian Nanjing:
- Cina menyewakan Xianggang (Hongkong) pada Inggris.
- Pelabuhan-pelabuhan Kanton, Xiamen, Ningbo, Fuzhou, serta Shanghai perlu dibuka bagi perdagangan dengan pihak Inggris.
- Cina diwajibkan membayar kerugian perang sebesar 21 juta mata uang perak.
- Memberikan hak istimewa bagi Inggris, serta membuka daerah khusus (ekstrateritorial) selaku tempat tinggal warga Inggris.
- Hubungan antara pejabat-pejabat Cina serta Inggris perlu berdasarkan asas sama rata.
- Inggris berhak mengangkat konsul di tiap-tiap pelabuhan yang dibuka bagi aktivitas perdagangan mereka.
- Perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 29 Agustus 1842, sama sekali tidak menyelesaikan masalah penyelundupan candu. Penyelundupan masih berlangsung, meskipun secara resmi tetap dilarang.
Perang Candu Kedua
Pada pertengahan tahun 1850an, Inggris berusaha memperpanjang hak perdagangan mereka. Inggris kemudian berusaha menyulut kembali permusuhan dengan China yang sedang bersaha memadamkan Pemberontakan Taiping.
Pihak Inggris mau memperkuat pengaruhnya di Cina dengan memaksa Dinasti Qing memperluas wilayah perjanjian Nanjing. Pada tahun 1854, mereka menuntut seluruh Cina dijadikan wilayah dagang terbuka bagi East India Company, perdagangan candu dilegalkan, serta diperbolehkannya duta besar Inggris ditempatkan di Beijing.
Pada awal Oktober 1856 beberapa pejabat China menaiki kapal Arrow milik Inggris yang berlabuh di Kanton. Mereka kemudian membebaskan beberapa awak China serta menurunkan bendera Inggris. Atas kejadian tersebut Kapal Perang Inggris kemudian berlayar serta mulai memborbardir Kanton yang menyulurt pertempuran pasukan Inggris dengan China.
Pada bulan Desember orang Tionghoa di Kanton membakar pabrik-pabrik asing (gudang perdagangan) di sana, yang menyebabkan ketegangan kian meningkat.
Perancis memutuskan buat bergabung dengan ekspedisi militer Inggris di China, dengan alasan selaku pembalasan atas pembunuhan seorang misionaris Perancis di pedalaman China pada awal tahun 1856. Perancis kemudian memulai operasi militer di China tahun 1857 setelah beberapa kekuatan Inggris kembali ke India buat meredakan pemberontakan.
Perancis serta Inggris dengan cepat menguasai Kanton, menggulingkan gubernur kota yang keras kepala, serta memasang pejabat yang lebih patuh. Pada bulan April 1858 tentara sekutu di kapal perang Inggris mencapai Tianjin (Tientsin) serta memaksa China menyelenggarakan negosiasi.
Sementara itu, Kaisar Xianfeng melarikan diri ke Jehol. Perang Candu II kemudian berakhir setelah pihak Cina bersedia menandatangani Perjanjian Tianjin pada bulan Juni 1858. Berikut isi dari perjanjian Tianjin:
- Inggris, Prancis, Amerika, serta Rusia diizinkan membuka kedutaan di Beijing, yang dikala itu merupakan kota tertutup bagi orang asing.
- Sepuluh pelabuhan baru dibuka bagi bangsa Barat, termasuk Danshui, Hankou, Niuzhuang, serta Nanjing.
- Pemberian izin kunjungan orang asing ke pedalaman Cina, baik buat urusan dagang atau kegiatan misionaris.
- Cina perlu membayar kerugian perang sebesar 4 juta tail perak pada Inggris serta 2 jut apada Prancis.
- Pelarangan menyebut bangsa Barat selaku yi (barbar).
Meskipun perjanjian sudah ditandatangani, China tetap tidak mengizinkan pendirian kedutaan asing di Beijing. Oleh karna itu, pada tahun 1860, kekuatan gabungan Inggris serta Prancis kembali melancarkan serangan, serta berhasil menaklukan Beijing pada tanggal 6 Oktober 1860.
Dinasti Qing kemudian dipaksa oleh Inggris serta Perancis buat menjalankan seluruh isi perjanjian Tianjin dalam wujud Konvensi Beijing yang diratifikasi pada tanggal 18 Oktober 1860. Adapun isi dari ratifikasi yakni selaku berikut:
- Cina mengakui kembali Perjanjian Tianjin.
- Menjadikan Tianjin selaku pelabuhan terbuka.
- Kerugian yang perlu diganti Cina kepada Inggris serta Prancis ditingkatkan menjadi 8 juta nail perak.
- Perdagangan candu dilegalkan.