Nasionalisasi De Javasche Bank Serta Dampaknya

Kantor De Javasche Bank di Batavia, kini menjadi Museum BI, Jakarta. Foto: Ahllo.com
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada tanggal 15 Desember 1951 diumumkan Undang-undang tentang nasionalisasi De Javasche Bank N.V, yang mengungkap kalau keperluan umum menghendaki supaya De Javasche Bank NV dinasionalisasi.33 Undang-undang tentang De Javasche Bank mewujudkan hak pemindahan milik atas saham-saham bank tersebut dari tangan milik swasta ke tangan Pemerintah, hingga dengan demikian De Javasche Bank dari sebuah badan swasta menjadi suatu lambaga yang dimiliki negara. Akan tetapi, meskipun seluruh saham-sahamnya sudah jatuh di tangan pemerintah, De Javasche Bank sesungguhnya masih tunduk kepada “oktrooi” yang lama. Oleh sebab itu, nasionalisasi De Javasche Bank cuma merupakan suatu Tahap kesatu buat melaksanakan cita-cita agar De Javasche Bank dahulu dapat dirombak menjadi sebuah Bank Sentral yang dimiliki negara serta kedudukan serta pengurusnya sesuai dengan kedudukan Indonesia selaku negara yang merdeka serta berdaulat.

Demi tercapainya cita-cita tersebut, maka rencana Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1953 (UUPBI) yang merupakan Undang-Undang baru bagi suatu Bank Sentral di Indonesia oleh Pemerintah disampaikan kepada Parlemen pada bulan September 1952. Pada tanggal 10 April 1953 Parlemen Telah selesai membicarakan serta memberi keputusannya atas rencana undang-undang tersebut. Pada tanggal 2 Juni 1953 undang-undang tersebut diumumkan dalam Lembaga Negara No. 40 serta dengan demikian maka Undang-Undang Pokok Bank Indonesia Telah mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1953, yang mengungkap dalam pasal 1: dengan nama Bank Indonesia didirikan dengan satu bank yang bermasud menggantikan De Javasche Bank N.V. serta bertindak selaku Bank Sentral Indonesia.

Dengan demikian lahirlah Bank Indonesia yang merupakan penegasan kalau kedaulatan yang Telah diperoleh menjangkau seluruh kehidupan bangsa Indonesia. Pelaksanaan kebijakan moneter yang dalam zaman kolonial pada hakekatnya dilaksanakan oleh Pemerintah Belanda yakni Bank Sentral Balanda, Telah beralih ke tangan Indonesia, yaitu Bank Indonesia selaku penguasa moneter Indonesia.

Lahirnya Bank Indonesia merupakan badan hukum kepunyaan negara serta disambut secara antusias oleh masyarakat serta surat Kabar Indonesia yang melihatnya sebagai pembukaan zaman baru di bidang keuangan. Perumusan tugas serta pekerjan Bank Indonesia seperti termaktub dalam pasal 7 berbunyi selaku berikut:

a. Bank bertugas mengatur nilai satuan uang Indonesia menurut cara yang sebaikbaiknya bagi kemakmuran nusa serta bangsa serta dalam hal itu menjaga sebanyak boleh menjadi supaya nilai itu seimbang.

b. Bank menyelenggarkan peredaran uang di Indonesia, mempermudah jalannya uang giral di Indonesia serta memajukan jalannya pembayaran dengan luar negeri.

c. Bank memajukan perkembangan yang sehat dari urusan kredit serta urusan bank di Republik Indonesia pada umumnya serta dari urusan kredit nasional serta urusan bank nasional pada khususnya.

d. Bank melaksanakan urusan pengawasan terhadap urusan kredit.

e. Menunggu terlaksananya suatu peraturan Undang-undang tentang pengawasan terhadap urusan kredit, maka dengan Peraturan Pemerintah dapat diadakan peraturan-peraturan lebih lanjut bagi Bank buat menjalankan pengawasan termaksud guna kepentingan kemampuan membayar (solvabiliteid) serta kelanjutan keuangan (inquiditeit) badan-badan kredit, begitu juga buat pemberian kredit secara sehat serta berdasarkan asas-asas kebijaksanaan Bank yang tepat.

Dalam UUPBI penetapan kebijakan moneter ditugaskan kepada Dewan Moneter, suatu badan koordinatif yang di dalamnya duduk, baik wakil Pemerintah maupun wakil Direksi Bank Sentral. Selanjutnya Direksi Bank Sentral sendiri diberi tugas menyelenggarakan kebijakan moneter umum yang ditetapkan oleh Dewan Moneter tersebut. Direksi Bank diberi kesempatan pula buat memberi suaranya dalam penentuan kebijakan, yaitu dengan duduknya Gubernur Bank Indonesia selaku anggota Dewan Moneter. apabila ada konflik antara Dewan Moneter dangan Dereksi Bank Indonesia tentang apapun juga, maka perselisihan tersebut bakal merupakan perselisihan dalam tubuh Dewan Moneter. Dalam ha ini, Gubernur Bank Indonesia berhak meminta supaya pokok pertikaain diajukan kepada Dewan Menteri buat diputuskan.  Keputusan Dewan Moneter erat sangkut pautnya dengan masalah impor serta import-planning yang tepat buat mengatasi kelangkaan devisa.

Dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan peredaraan uang di Indonesia, atau sistem pembayaran kartal, kepada Bank Indonesia diberi wewenang buat mengeluarkan uang kertas bank, yaitu uang kertas yang nilainya tidak lebih rendah dari Rp 5 (lima rupiah) dilakukan oleh Pemerintah, namun perederannya oleh Bank Indonesia.

Dampak Nasionalisasi De Javasche Bank

Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia memiliki arti yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Perubahan nama ini merupakan kemenangan pemerintah Indonesia dalam penegasan kedaulatan ekonomi serta moneter yang sangat berpengaruh bagi seluruh kehidupan masyarakat Indonesia. Nasionalisasi ini mendapat sambutan yang antusias sekali, sebab masyarakat melihatnya selaku pembukaan zaman baru dalam bidang keuangan nasional. Pada permulaannya Bank Indonesia juga masih menghadapi problem yang begitu rumit, sebab perlu tunduk kepada oktrooi yang lama. Oktrooi ini merupakan konsensi yang istimewa atau izin khusus. Permasalahan ini perlu diselesaikan secepatnya oleh pemerintah. Oleh sebab itu nasionalisasi De Javasche Bank cuma merupakan Tahap kesatu dalam melaksanakan cita-cita agar supaya De Javasche Bank dapat dirombak menjadi sebuah Bank Sentral yang dimiliki negara serta kedudukan serta pengurusnya sesuai dengan kedudukan Indonesia selaku negara yang merdeka serta berdaulat.

Setelah dilakukan nasionalisasi De Javasche Bank, panitia nasionalisasi melanjutkan tugas dengan merumuskan rencana Undang-Undang Pokok Bank Indonesia yang merupakan UU bagi bank sentral Indonesia. Undang-undang ini merupakan cikal bakal awal perbaikan moneter serta keuangan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.

Lahirnya Bank Indonesia disambut secara antusias oleh tokoh-tokoh serta masyarakat luas selaku era baru di bidang keuangan, bahkan dinilai selaku kadaulatan di bidang ekonomi serta moneter. Di lain pihak, Gubenur Bank Indonesia Sjafruddin Prawiranegara mengomentari adanya perbedaan yang mencolok pada aspek independensi antara UU No.11 tahun 1953 dengan De Javasche Bankwet 1922 selaku berikut:

a. Pemisahan antara Pemerintah serta Bank Sentral dinilainya tidak jelas, sehingga buat penerbitan Laporan Tahunan Bank Indonesia, Gubernur Bank Indonesia terlebih dahulu berunding dengan Dewan Moneter, sedangkan Presiden De Javasche Bank tidak terikat dengan keharusan seperti itu. 

b. Pimpinan tertinggi Bank Indonesia bukan lagi disebut Direksi, melainkan di atas Direksi ditempatkan sebuah Dewan Moneter, terdiri atas tiga anggota yang memiliki hak suara, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian serta Gubernur Bank Indonesia.

Laporan Tahunan Gubernur Bank Indonesia pertama, yakni mulai 1 Juli 1953 sampai 31 Maret 1954 terdapat perbedaan antara laporan Presiden De Javasche Bank dengan laporan Gubernur Bank Indonesia yang pertama. Perbedaan itu yaitu kalau yang tersebut terakhir baru dapat dikeluarkan setelah dirundingkan dengan Dewan Moneter, sedangkan bagi laporan sebelumnya tidak berlaku keharusan demikian. Perbedaan lain ialah kalau laporan Bank Indonesia dikeluarkan dalam bahasa Indonesia serta bahasa Inggris tidak lagi dalam bahasa Belanda.

Dalam kurun waktu tersebut, masalah serta keadaan yang dibicarakan baik dalam Laporan De Javasche Bank maupun dalam laporan Bank Indonesia kesatu yaitu sama saja, oleh sebab masalah serta keadaan tersebut tetap belum terselesaikan atau belum dapat tertasi.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel