Sri Sultan Hamengkubuwono Ix: Raja Jawa Berjiwa Nasional

Walaupun saya Telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya Sri Sultan Hamengkubuwono IX: Raja Jawa Berjiwa Nasional
”Walaupun saya Telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya ialah serta tetap ialah orang Jawa”. Kalimat tersebut dilontarkan Sri Sultan Hamengkubuwana IX dikala penobatannya menjadi raja Kesultanan Yogyakarta pada 18 Maret 1940. dia ialah raja berpikiran modern namun tetap menjunjung tinggi adat. Terlahir dengan nama Dorojatun pada 21 April 1912, semenjak kecil putra keraton tersebut diharuskan mondok (in de kost) di rumah keluarga Mulder, seorang kepala sekolah Neutrale Hollands Javaansche Jongen School (NHJJS). Selama pemondokan, status keluarga bangsawan tidak berlaku, juga tidak didampingi abdi dalem. Sultan Hamengku Buwono XVIII (ayah Dorojatun) menginstruksikan supaya anaknya dididik layaknya rakyat biasa. Tujuannya agar suatu dikala mereka dapat tumbuh selaku pribadi yang sederhana serta penuh kedisiplinan. Mereka pun diajarkan buat bersikap mandiri sebab selama menjalani hidup di pemondokan mereka tidak diikuti pembantu (abdi dalem).

Dorojatun kecil masuk Frobel School (semacam taman kanak-kanak). Pada dikala memasuki usia 6 tahun, ia bersekolah di Eerste Europese Lagere School B, selanjutnya pindah ke sekolah Neutrale Europese Lagere School. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, ia kemudian melanjutkan studinya ke Hogere Burgerschool (HBS) di Semarang serta Bandung. Belum sempat merampungkan studi, Dorojatun bersama kakaknya kemudian dipindahkan ke Belanda. Dalam perjalanan menuju Belanda, mereka didampingi oleh keluarga Hofl and (seorang administrator pabrik gula Gesika, Yogyakarta). Di sana, ia menyelesaikan Gymnasium di Harlem serta kemudian meneruskan di Rijksuniversitet di kota Leiden serta mengambil Jurusan Indologi. Salah satu mata kuliah yang menjadi kegemarannya ialah Hukum Tata Negara (Staatsrecht). Sewaktu masih berstatus selaku mahasiswa, ia menaruh perhatian terhadap perkembangan politik serta ekonomi negara. Ketika menimba ilmu di negeri kincir angin tersebut, Dorojatun kerap mengikuti diskusi di klub universitas yang dipimpin oleh guru besar bernama Profesor Schrieke. Pada tahun 1939, Dorojatun kembali ke Yogyakarta, setahun kemudian ia dinobatkan menjadi raja dengan gelar Hamengku Buwono IX.
Sebagai raja Kasultanan Yogyakarta, HB IX selalu mendukung perjuangan bangsa Indonesia. Meski besar serta mendapat pendidikan di lingkungan, jiwa nasionalisnya tetap tertanam kuat. Selang dua hari sesudah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengirim ucapan selamat kepada Presiden Soekarno lewat telegram. Lalu pada tanggal 5 September 1945, bersama Paku Alam VIII, ia mengeluarkan maklumat yang mengungkapkan Apabila daerah Yogyakarta ialah bagian dari wilayah Republik Indonesia. Dukungan terhadap pemerintah Republik Indonesia dibuktikannya dengan tindakan nyata. Selama Perang Kemerdekaan (1945-1949) ia aktif membantu perjuangan melawan Belanda. Saat Agresi Militer Belanda II, Belanda menduduki wilayah Yogyakarta, HB IX melindungi prajurit-prajurit TNI di dalam keraton. Kala itu pasukan Belanda tidak berani memasuki keraton, mereka cuma mengancam bakal menduduki keraton. HB IX menyediakan kota Yogyakarta selaku ibu kota RI pada masa Revolusi Fisik, di samping memberikan sumbangan dana bagi keberlangsungan pemerintah. HB IX juga disinyalir selaku penggagas Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Soeharto.

tidak cuma masyhur selaku raja Kesultanan Yogyakarta, HB IX juga merupakan seorang negarawan. Dalam Pemerintahan Republik Indonesia, beberapa kali Sultan menduduki jabatan penting, antara lain Menteri Pertahanan (1952-1953), Wakil Perdana Menteri (1950-1951), Ketua Badan Pengawas Keuangan (1964-1966), Menteri Utama Bidang Ekonomi serta Keuangan (1966-1967), serta Wakil Presiden Republik Indonesia (1973-1978).

Sri Sultan Hamengku Buwono IX jatuh sakit di masa tuanya. dia meninggal dunia dikala memeriksakan kesehatannya di Washington D.C, Amerika Serikat pada 2 Oktober 1988. Jenazahnya dibawa pulang ke tanah air kemudian dimakamkan di Kompleks Pemakaman Raja-raja di Imogiri Yogyakarta.

Sumber: Ensiklopedia Pahlawan Nasional

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel