Revolusi Kebudayaan Di China

Poster Propaganda selama "Revolusi Kebudayaan." Foto: Pinterest

Pada tahun 1966, pemimpin Komunis China Mao Zedong meluncurkan apa yang kemudian diketahui selaku Revolusi Kebudayaan buat menegaskan kembali kewenangannya atas pemerintah China. Revolusi Kebudayaan, yang secara resmi disebut Revolusi Kebudayaan Proletarian Besar, yaitu sebuah gerakan sosiopolitik yang terjadi di Tiongkok dari 1966 sampai 1976.

Digerakkan oleh Mao Zedong, Ketua Partai Komunis Tiongkok pada masa itu, tujuannya yaitu menyajikan ideologi komunis yang 'sebenarnya' di negara tersebut dengan menyapu sisa-sisa unsur kapitalis serta tradisional dari masyarakat Tiongkok, serta mendirikan kembali pemikiran Maois selaku ideologi dominan pada Partai tersebut.

Percaya kalau pemimpin Komunis dikala ini tengah mengambil partai, serta China ke arah yang salah, Mao meminta kaum muda bangsa buat membersihkan elemen "tidak murni" masyarakat Tionghoa serta menghidupkan kembali semangat revolusioner yang sudah membawa kemenangan dalam perang sipil 20 dekade sebelumnya serta pembentukan Republik Rakyat Cina.

Revolusi Kebudayaan berlanjut dalam mermacam langkah sampai kematian Mao pada tahun 1976 serta meninggalkan kesengsaraan serta kekerasannya bakal bergejolak dalam politik serta masyarakat Tionghoa selama beberapa dekade yang bakal datang.

Pada masa Revolusi Kebudayaan, China diwarnai dengan gejolak politik serta aksi kekerasan dibanyak kota-kota. Kekerasan ditujukan kepada kaum intelektual serta unsur borjuis, serta kapitalis lainnya. 

Revolusi ini digerakkan oleh Mao Zedong selaku puncak perseteruannya dengan pejabat Presiden Liu Shaoqi dkk yang dituduh beraliran kanan, mendukung intelektualisme serta kapitalisme. Hingga dikala ini revolusi Kebudayaan masih menjadi topik peka di China serta diskusi terbuka mengenai masalah itu sangat terbatas. Revolusi Kebudayaan membuat generasi muda menjadi radikal buat menentang kaum elit.

PERMULAAN REVOLUSI KEBUDAYAAN
Kaum muda serta pelajar di China mendukung "Revolusi Kebudayaan" serta mempelajari Maoisme dalam kitab merah.
Pada tahun 1960an, pemimpin Partai Komunis China, Mao Zedong merasa kalau kepemimpinan partai dikala ini di China, seperti di Uni Soviet, bergerak terlalu jauh dalam arah revisionis, dengan penekanan pada keahlian serta bukan pada kemurnian ideologis.  

Posisi Mao sendiri di pemerintahan sudah melemah setelah kegagalan "Lompatan Jauh ke Depan" (1958-1960) serta krisis ekonomi yang menyusul. Mao mengumpulkan sekelompok radikal, termasuk istrinya Jiang Qing serta menteri pertahanan Lin Biao, buat membantunya menyerang pimpinan partai dikala ini serta menegaskan kembali hegemoninya.

Mao meluncurkan apa yang disebut Revolusi Budaya (dikenal sepenuhnya selaku Revolusi Kebudayaan Proletar Agung) pada bulan Agustus 1966, pada sebuah pertemuan Rapat Pleno Komite Sentral. Dia menutup sekolah-sekolah negeri, menyerukan mobilisasi kaum muda buat mengambil kempemimpinan partai buat menghadapi jeratan nilai-nilai borjuis serta kurangnya semangat revolusioner.
Politisi serta intelektual ditargetkan serta dilecehkan dalam demonstrasi kemudian dihinakan di depan publik yang diketahui selaku "sesi perjuangan", di Harbin, Heilongjiang, pada bulan Agustus 1966. Foto: Pinterest
Pada bulan-bulan berikutnya, gerakan tersebut meningkat dengan cepat dikala para siswa membentuk kelompok paramiliter yang disebut Pertahanan Merah serta menyerang serta melecehkan kelompok manula serta intelektual China. Sebuah kultus kepribadian ditujukan kepada Mao, sama seperti orang Uni Soviet mengkultuskan Josef Stalin. Pemikiran Mao yang disebut Maoisme, kemudian banyak didalami oleh faksi-faksi pergerakan di China.

PERAN LIN BIAO DALAM REVOLUSI KEBUDAYAAN


 pemimpin Komunis China Mao Zedong meluncurkan apa yang  kemudian diketahui selaku Revolusi Revolusi Kebudayaan di China
Lin Shaoqi (1898-1969)

Selama fase awal Revolusi Kebudayaan (1966-68), Presiden Liu Shaoqi serta pemimpin Komunis lainnya digulingkan dari kekuasaan. Liu dipenjara serta meninggal di penjara pada tahun 1969.

Dengan faksi yang berbeda dari gerakan Pertahanan Merah yang berjuang melawan dominasi, banyak kota di China mencapai ambang kerusuhan pada bulan September 1967, dikala Mao menyuruh Lin Biao mengirim pasukan tentara buat memulihkan ketertiban. Tentara lekas memaksa banyak anggota Pertahanan Merah perkotaan ke daerah pedesaan, di mana gerakan tersebut kemudian menurun. Di tengah kekacauan, ekonomi China anjlok, dengan penurunan produksi industri pada tahun 1968 sebesar 12 persen di bawah tahun 1966. 

Pada tahun 1969, Lin berhasil merebut kekuasaan secara resmi selaku pengganti Mao. Dia lekas menggunakan alasan bentrokan dengan pasukan Soviet di perbatasan buat membentuk keadaan darurat militer. Terganggu perebutan kekuasan oleh Lin, Mao mulai mengadakan manuver terhadapnya dengan bantuan Zhou Enlai, perdana menteri China, membelah barisan kekuasaan di atas pemerintah China.

Pada bulan September 1971, Lin meninggal dalam kecelakaan pesawat terbang di Mongolia, tampaknya dikala mencoba melarikan diri ke Uni Soviet. Anggota komando tingg militernya kemudian dibersihkan, serta Zhou mengambil alih kendali pemerintah. Akhir-akhir Lin yang brutal membuat banyak warga China merasa kecewa terhadap revolusi yang bersumber dari pemikiran Mao, yang tampaknya lebih sekadar cuma perebutan kekuasaan di China.

AKHIR DARI REVOLUSI KEBUDAYAAN
Deng Xiaoping. Foto: Pinterest
Zhou bertindak buat menstabilkan China dengan menghidupkan kembali sistem pendidikan serta mengembalikan banyak mantan pejabat ke tampuk kekuasaan. Pada tahun 1972 Mao menderita stroke. Pada tahun yang sama, Zhou mengetahui kalau ia menderita kanker. Kedua pemimpin tersebut memberikan dukungan mereka kepada Deng Xiaoping yang sebelumnya dibersihkan selama fase kesatu Revolusi Kebudayaan. Hal tersebut mendapatkan pertentangan oleh Jiang yang lebih radikal serta sekutu-sekutunya, yang kemudian diketahui selaku Geng Empat.

Dalam beberapa tahun ke depan, politik China dalam kebuntuan di antara dua pihak politik yang bersebrangan. Kaum radikal meyakinkan Mao buat membersihkan Deng pada bulan April 1976, beberapa bulan setelah kematian Zhou, namun setelah Mao meninggal September, sebuah koalisi sipil, polisi serta militer menangkap Geng Empat. Deng kembali berkuasa pada tahun 1977, serta bakal mempertahankan hegemoni atas pemerintah China selama 20 tahun ke depan.

Deng Xiaoping secara bertahap mulai melucuti kebijakan-kebijakan Mao yang berkaitan dengan Revolusi Kebudayaan. Pada 1981, Partai tersebut mendeklarasikan kalau Revolusi Kebudayaan "bertanggung jawab atas penggantian rugi paling besar serta kehilangan paling parah yang dialami oleh Partai, negara, serta rakyat sejak pembentukan Republik Rakyat"
Penghancuran sebuah kuil Konfusius dikala Revolusi Kebudayaan. Foto Pinterest
Sekitar 1,5 juta orang terbunuh selama Revolusi Kebudayaan, serta jutaan lainnya menderita dalam penjara, dirampas harta bendanya, mendapatkan penyiksaan atau penghinaan umum. Efek jangka pendek Revolusi Kebudayaan bisa menjadi dirasakan terutama di kota-kota di China, namun dampak jangka panjangnya bakal mempengaruhi seluruh negara ini selama beberapa dekade yang bakal datang. Sejumlah besar penduduh diusir paksa, kebanyakan ditransfer dari kawasan perkotaan muda ke kawasan pedesaan dikala Gerakan Jatuhnya Sisi Negara. Situs budaya serta keagamaan dirusak.

Serangan besar-besaran Mao serta sistem yang dia ciptakan pada akhirnya bakal menghasilkan sebuah hasil yang berlawanan dengan apa yang dia inginkan, menyebabkan banyak orang China kehilangan kepercayaan pada pemerintahan yang sebelumnya mereka kultuskan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel