Peristiwa Yogya Kembali 1949
Minggu, Mei 28, 2017
Presiden Soekarno serta Wapres Moh. Hatta tiba kembali di Yogyakarta dari pengasingan di Bangka. Foto: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960, 1995.
- Pasca disetujuinya Perjanjian Roem Royen pada tanggal 29 Juni 1949, pasukan Belanda ditarik mundur ke luar Yogyakarta. Setelah itu TNI masuk ke Yogyakarta. Peristiwa keluarnya tentara Belanda serta masuknya TNI ke Yogyakarta diketahui dengan Peristiwa Yogya Kembali. Presiden Sukarno serta Wakil Presiden Moh. Hatta ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949.
Sejak awal 1949, ada tiga kelompok pimpinan RI yang ditunggu buat kembali ke Yogyakarta. kelompok awal yaitu Kelompok Bangka. Kedua yaitu kelompok PDRI dibawah pimpinan Mr. Syafruddin Prawiranegara. Kelompok ketiga yaitu angkatan perang dibawah pimpinan Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX diarak masyarakat pasca penarikan mundur pasukan Belanda dari Yogyakarta. Foto: Pinterest
Sultan Hamengkubuwono IX bertindak selaku wakil Republik Indonesia, karna Keraton Yogyakarta bebas dari intervensi Belanda, maka mempermudah buat mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan kembalinya Yogya ke Republik Indonesia. Kelompok Bangka yang terdiri dari Sukarno, Hatta, serta rombongan kembali ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949, kecuali Mr. Roem yang perlu menyelesaikan urusannya selaku ketua delegasi di UNCI, masih tetap tinggal di Jakarta.
Rombongan PDRI mendarat di Maguwo pada 10 Juli 1949. Mereka disambut oleh Sultan Hamangkubuwono IX, Moh. Hatta, Mr.Roem, Ki Hajar Dewantara, Mr. Tadjuddin serta pembesar RI lainnya. Pada tanggal itu pula rombongan Panglima Besar Jenderal Sudirman memasuki Desa Wonosari.
Rombongan Jenderal Sudirman disambut kedatangannya oleh Sultan Hamengkubuwono IX dibawah pimpinan Letkol Soeharto, Panglima Yogya, serta dua orang wartawan, yaitu Rosihan Anwar dari Pedoman serta Frans Sumardjo dari Ipphos. Saat menerima rombongan penjemput itu Panglima Besar Jenderal Sudirman berada di rumah lurah Wonosari.
Jenderal Sudirman dengan ditandu memasuki kota Yogyakarta setelah menyelenggarakan perang gerilya. Foto: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960, 1995.
Saat itu beliau tengah mengenakan pakaian gerilya dengan ikat kepala hitam. Pada esok harinya rombongan Pangeran Besar Jenderal Sudirman dibawa kembali ke Yogyakarta. Saat itu beliau tengah menderita sakit dengan ditandu serta diiringi oleh utusan serta pasukan beliau dibawa kembali ke Yogyakarta. Dalam kondisi letih serta sakit beliau mengikuti upacara penyambutan resmi dengan mengenakan baju khasnya yaitu pakaian gerilya.
Upacara penyambutan resmi para pemimpin RI di Ibukota dilaksanakan dengan penuh khidmat pada 10 Juli. Sebagai pimpinan inspektur upacara yaitu Syafruddin Prawiranegara, didampingi oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman serta para pimpin RI yang baru Sahaja kembali dari pengasingan Belanda. Pada 15 Juli 1949, buat awal kalinya diadakan sidang kabinet awal yang dipimpin oleh Moh. Hatta.
Pada kesempatan itu Syafruddin Prawiranegara menyampaikan kepada Presiden Sukarno tentang tindakan-tindakan yang dilakukan oleh PDRI selama delapan bulan di Sumatera Barat. Pada kesempatan itu pula Syafruddin Prawiranegara secara resmi menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden RI Sukarno. Dengan demikian maka berakhirlah PDRI yang selama delapan bulan memperjuangkan serta mempertahankan eksistensi RI.
- Pasca disetujuinya Perjanjian Roem Royen pada tanggal 29 Juni 1949, pasukan Belanda ditarik mundur ke luar Yogyakarta. Setelah itu TNI masuk ke Yogyakarta. Peristiwa keluarnya tentara Belanda serta masuknya TNI ke Yogyakarta diketahui dengan Peristiwa Yogya Kembali. Presiden Sukarno serta Wakil Presiden Moh. Hatta ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949.
Sejak awal 1949, ada tiga kelompok pimpinan RI yang ditunggu buat kembali ke Yogyakarta. kelompok awal yaitu Kelompok Bangka. Kedua yaitu kelompok PDRI dibawah pimpinan Mr. Syafruddin Prawiranegara. Kelompok ketiga yaitu angkatan perang dibawah pimpinan Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Sultan Hamengkubuwono IX bertindak selaku wakil Republik Indonesia, karna Keraton Yogyakarta bebas dari intervensi Belanda, maka mempermudah buat mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan kembalinya Yogya ke Republik Indonesia. Kelompok Bangka yang terdiri dari Sukarno, Hatta, serta rombongan kembali ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949, kecuali Mr. Roem yang perlu menyelesaikan urusannya selaku ketua delegasi di UNCI, masih tetap tinggal di Jakarta.
Rombongan PDRI mendarat di Maguwo pada 10 Juli 1949. Mereka disambut oleh Sultan Hamangkubuwono IX, Moh. Hatta, Mr.Roem, Ki Hajar Dewantara, Mr. Tadjuddin serta pembesar RI lainnya. Pada tanggal itu pula rombongan Panglima Besar Jenderal Sudirman memasuki Desa Wonosari.
Rombongan Jenderal Sudirman disambut kedatangannya oleh Sultan Hamengkubuwono IX dibawah pimpinan Letkol Soeharto, Panglima Yogya, serta dua orang wartawan, yaitu Rosihan Anwar dari Pedoman serta Frans Sumardjo dari Ipphos. Saat menerima rombongan penjemput itu Panglima Besar Jenderal Sudirman berada di rumah lurah Wonosari.
Saat itu beliau tengah mengenakan pakaian gerilya dengan ikat kepala hitam. Pada esok harinya rombongan Pangeran Besar Jenderal Sudirman dibawa kembali ke Yogyakarta. Saat itu beliau tengah menderita sakit dengan ditandu serta diiringi oleh utusan serta pasukan beliau dibawa kembali ke Yogyakarta. Dalam kondisi letih serta sakit beliau mengikuti upacara penyambutan resmi dengan mengenakan baju khasnya yaitu pakaian gerilya.
Upacara penyambutan resmi para pemimpin RI di Ibukota dilaksanakan dengan penuh khidmat pada 10 Juli. Sebagai pimpinan inspektur upacara yaitu Syafruddin Prawiranegara, didampingi oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman serta para pimpin RI yang baru Sahaja kembali dari pengasingan Belanda. Pada 15 Juli 1949, buat awal kalinya diadakan sidang kabinet awal yang dipimpin oleh Moh. Hatta.
Pada kesempatan itu Syafruddin Prawiranegara menyampaikan kepada Presiden Sukarno tentang tindakan-tindakan yang dilakukan oleh PDRI selama delapan bulan di Sumatera Barat. Pada kesempatan itu pula Syafruddin Prawiranegara secara resmi menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden RI Sukarno. Dengan demikian maka berakhirlah PDRI yang selama delapan bulan memperjuangkan serta mempertahankan eksistensi RI.