Kyai Haji Mohammad Hasyim Asyari: Hadratus Syaikh Dari Tebuireng

dia ulama besar yang disegani kaum Islam, juga seorang pemimpin yang cerdas. Ibunya pernah bermimpi melihat bulan jatuh dari langit ke dalam kandungannya. Bagi orang Jawa, itu yaitu tanda, sebuah wahyu Kalau sang bayi kelak bakal menjadi pemimpin besar. Dalam usia muda, 13 tahun, ia sudah tunjukkan bakat kecerdasannya. dia sudah menjadi guru pengganti di pesantren, mengajar para santri yang terkadang berumur jauh di atasnya. Sekali waktu, ia singgah di Tebuireng, mendirikan rumah bambu serta menjadi pusat belajar kaum santri. Embrio Pesantren Tebuireng dimulai sejak detik itu, hingga di abad 20, Tebuireng menjadi pesantren paling besar serta paling penting di Jawa. Menjadi sumber ulama serta pemimpin pesantren di seluruh Jawa serta Madura. Gurunya, Mohammad Cholil, menaruh hormat serta belakang menimba ilmu darinya hingga orang-orang yang takzim padanya menyebut sang ulama dengan gelar: Hadratus Syaikh [Maha Guru].

Mohammad Hasyim Asyari merupakan putra ulama serta dipercaya masih mempunyai warisan darah Sunan Giri. Ayahnya, Kyai Ashari, merupakan pemimpin Pesantren Keras di selatan Jombang. Ibunya, Halimah, merupakan putri Kyai Usman, pendiri serta pengasuh pesantren Gedang Jawa Timur juga seorang pemimpin Thariqah ternama pada akhir abad 19. M. Hasyim merupakan anak ketiga dari sepuluh bersaudara. Sejak kecil ia sudah hidup di lingkungan pesantren serta bergaul dengan sesama santri. Mula-mula ia mendapat pendidikan agama dari ayah serta kakeknya, kemudian di
pesantren-pesantren lain, seperti Wonokoyo Probolinggo, pesantren Langitan Tuban, pesantren Trenggilis Semarang, pesantren Demangan Bangkalan Madura yang diasuh oleh Kyai Haji Mohammad Cholil serta akhirnya ke pesantren Siwalan Sidoarjo. Di Pesantren Siwalan, ia belajar pada kyai Jakub yang kemudian mengambilnya selaku menantu. Pada tahun 1893, ia naik haji buat kedua kali serta tinggal  di Mekah selama tujuh tahun buat memperdalam pengetahuan agama. Dalam perjalanannya pulang, ia singgah di Johor, Malaysia serta mengajar di sana. Setelah pulang, pada 1899, ia bekerja di pesantren kakeknya, pesantren Gedang.

Di tahun yang sama pula, Hasyim membeli sebidang tanah di Dukuh Tebuireng, 1 kilometer timur desa Keras. dia membangun pondok bamboo serta lekas membuka pesantren sendiri bernama Pesantren Tebuireng. Di masa awal, santrinya cuma berjumlah 8 orang. Tapi Tebu Ireng terus berkembang, menerima berpuluhpuluh murid, serta mengajarkan Al quran serta hadits. Perkembangan pesantren Tebuireng kemudian masuk dalam pengawasan pemerintah kolonial Belanda hingga pada 1913, polisi Belanda pernah menggeledah pesantren Tebuireng.

Pada 31 Januari 1926, Hasyim Ashari mendirikan Nadhlatul Ulama [NU] serta ia lekas menjadi rais akbar [ketua] pertama. NU kemudian menjadi organisasi Islam yang besar serta nama sang ulama makin tenar. Pemerintah kolonial mencoba merangkulnya dengan memberikan anugerah bintang jasa pada 1937, tapi Hasyim menolaknya. dia terus menentang Belanda, salah satu jalannya, ia pernah membuat fatwa haram naik haji dengan kapal Belanda. Umat Islam Hindia banyak yang mengikutinya, hingga van der Plas, gubernur Jawa Timur kolonial, kebingunan karna banyak jamaah  batal naik haji. Tentu pemerintah kolonial rugi besar.

Di masa awal pendudukan Jepang, Hasyim menolak perintah seikerei, membungkukkan badan ke arah matahari terbit. Akibatnya ia ditangkap serta dipenjara selama 4 bulan. dia baru keluar pada 18 Agustus 1942. dia bebas karna banyak kyia protes serta banyak santri yang meminta ditahan bersama Hasyim. Setelah itu, Hasyim kembali ke Tebuireng, kembali ke pesantrennya. Hanya berselang dua tahun, tentara Sekutu serta terutama NICA, datang ke Hindia Belanda. Hasyim lekas tergerak buat menentang kedatangan mereka. Hasyim bersama para ulama menyerukan jihad melawan Sekutu di Surabaya. Hasilnya para santri membentuk laskar perjuangan serta aktif terlibat dalam pertempuran Surabaya, 10 November 1945. Sebelum itu, Hasyim masih sempat menghadiri kongres umat Islam di Yogyakarta serta merumuskan berdirinya Masyumi. Hasyim yang mempunyai kharisma besar diangkat menjadi pemimpin pertamanya.

Baca Juga

Saat perudingan Linggajati yang diteken pada November 1946 mengalami kebuntuan, Belanda lekas melancarkan aksi militer pertamanya. Bahkan pada 21 Juli 1947, malam hari, tentara Belanda sudah menyerbu wilayah Jawa Timur. Pertempuran terus terjadi. Banyak rakyat yang menjadi korban. Ditengah-tengah peperangan ini, ketika mendengar tentara Belanda sudah menyerbu Singosari Malang, Hasyim Ashari meninggal dunia dalam usia 72 tahun. Jenazahnya dimakamkan di pekuburan pesantren Tebuireng. Atas jasa-jasanya dalam kegiatan keagamaan serta perjuangan bangsa, pemerintah memberikan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada 1964.

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel