Kyai Haji Samanhudi: Pedagang Sekaligus Pejuang
Jumat, Agustus 23, 2019
Saat itu, Surakarta memang tengah resah akibat banyak Begal serta Kecu, kaum penjahat yang merugikan rakyat. Di Laweyan, tempat para saudagar batik pribumi bermukim tidak lepas dari rasa takut pada kegiatan kaum penjahat. Sekali waktu, Samanhudi mengumpulkan karibnya sesama pedagang pribumi serta mengusulkan kelompok ronda malam, Rekso Roemekso. Bertujuan menciptakan keamanan dari pencurian serta saling memberi pertolongan sesama pedagang batik Laweyan. Di titik awal itu juga para saudagar merasakan diskriminasi dalam berdagang, lalu kelompok ronda itu perlahan diubah Samanhudi menjadi Serikat Dagang Islam [SDI] yang bertujuan melindungi pedagang batik pribumi. Pada11 November 1911, Serikat ini Sudah resmi menjadi organisasi serta Samanhudi menjadi ketua pertamanya. Lalu siapa sangka Kalau Serikat ini berkembang luar biasa, berubah nama menjadi Serikat Islam [SI], serta menjadi organisasi masa kesatu yang memainkan peran teramat penting dalam pergerakan nasional. Lalu, dikala kembali membicarakan awal berdirinya SI, orang pasti bakal menyebut nama Samanhudi.
Samanhudi sering diketahui juga dengan nama Wiryowikoro. Akan tetapi, ia mempunyai nama kecil Sudarno Nadi, pemberian kedua orang tuanya sejak lahir. Pendidikan formal yang ditempuhnya cuma Sekolah Dasar, itu pun tidak sampai tamat. Sesudahnya, ia belajar agama di Surabaya sambil berdagang batik. Setelah terjun dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasa jiwa dagang makin melekat pada dirinya. Wawasan dalam dunia dagang pun makin luas, serta ia mulai melihat ada perlakuan berbeda terhadap pedagang pribumi yang beragama Islam. Sekitar tahun 1911 terdapat persaingan yang tidak sehat antara pedagang-pedagang di Hindia Belanda. Pedagang-pedagang pribumi banyak mendapat tekanan dari Pemerintah Belanda. Oleh karna itu, perdagangan bangsa Indonesia tidak dapat berkembang. Melihat keadaan ini, Samanhudi mengubah kelompok rondanya di Laweyan menjadi Sarekat Dagang Islam [SDI]. Organisasi itu bertujuan membela kepentingan pedagang-pedagang pribumi. Tirtoadisurjo membantu organisasi ini menjadi legal pada 11 November 1911.
Munculnya SDI mendapat sambutan yang luas. Dalam waktu singkat cabang-cabang SDI berdiri di luar kota Solo. Sesudah itu, SDI ditingkatkan menjadi partai politik. Pada 10 September 1912, nama SDI diubah menjadi Serikat Islam (SI). Haji Samanhudi tetap duduk selaku ketua kehormatan sampai tahun 1914. Sesudah itu, SI dipimpin oleh Haji Oemar Said Tjokroaminoto, serta tumbuh menjadi partai massa. Sejak tahun 1920 Haji Samanhudi tidak aktif lagi dalam pergerakan. Kesehatannya sering terganggu, tetapi perhatian terhadap pergerakan nasional tidak padam. Lama namanya tidak terdengar.
Di kala kemerdekaan Sudah di depan mata serta tentara Belanda mengganggu republik Indonesia, ia kembali bergerak. Samanhudi mendirikan Barisan Pemberontak Indonesia di Surakarta serta Gerakan Persatuan Pancasila. Saat Belanda melancarkan Agresi militer kedua, Samanhudi membentuk laskar yang diberi nama Gerakan Kesatuan Alap-alap. Laskar itu ditugasi menyediakan perlengkapan terutama bahan makanan buat kesatuan-kesatuan tentara yang tengah bertempur di garis depan. Banyak jasa yang diberikan selama berlangsungnya Agresi Militer II Belanda meski ia sudah tua.
Samanhudi meninggal pada usia 88 tahun di Klaten serta tubuhnya dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo. Atas jasanya yang begitu besar dalam pergerakan nasional maka pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada tahun 1961.
Di kala kemerdekaan Sudah di depan mata serta tentara Belanda mengganggu republik Indonesia, ia kembali bergerak. Samanhudi mendirikan Barisan Pemberontak Indonesia di Surakarta serta Gerakan Persatuan Pancasila. Saat Belanda melancarkan Agresi militer kedua, Samanhudi membentuk laskar yang diberi nama Gerakan Kesatuan Alap-alap. Laskar itu ditugasi menyediakan perlengkapan terutama bahan makanan buat kesatuan-kesatuan tentara yang tengah bertempur di garis depan. Banyak jasa yang diberikan selama berlangsungnya Agresi Militer II Belanda meski ia sudah tua.
Baca Juga
Samanhudi meninggal pada usia 88 tahun di Klaten serta tubuhnya dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo. Atas jasanya yang begitu besar dalam pergerakan nasional maka pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada tahun 1961.