Runtuhnya Hindia-Belanda
Rabu, Agustus 14, 2019
Pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah terhadap Jepang dengan menandatangani Perjanjian Kalijati. Sebenarnya bukan masa kesatu penjajahan Jepang yang mau dibahas di sini, melainkan membahas tentang Hindia-Belanda yang menghadapi krisis, yang dalam beberapa bulan sahaja mengakibatkan ia runtuh buat selama-lamanya.
Menurut Ong Hok Ham, Hindia-Belanda ialah negara pejabat (beamstaat), yang kaku mengatasi persoalan masyarakat. Hal ini menyebabkan renggangnya hubungan antara negara serta rakyat yang dikuasainya. Malahan dapat timbul kesan penindasan dari negara kepada rakyat, karna birokrasi yang tidak berakar pada realitas masyarakat. Bahkan tidak ada usaha buat mengembangkan hubungan yang baik dari pemerintah serta rakyat Indonesia. Semua permintaan-permintaan pun ditolak.
Setelah Jepang memulai invasinya, serta berhasil menduduki koloni Prancis, yaitu Indocina (1940). Hindia-Belanda merasakan agresi Jepang yang mengancam mereka. Tetapi, Hindia-Belanda juga menolak diplomasi ofensif dari Jepang ketika itu.
Mosi di Volksraad (Dewan Rakyat) buat Indonesia berparlemen tidak dikabulkan. Mosi buat menggantikan nama “Hindia-Belanda” atau “Inlander” menjadi “Indonesia” juga dibantah. Bahkan mosi mayoritas keanggotaan Indonesia pun ditolak. Padahal pemeritah mempunyai kesempatan buat mengembangkan hubungan baiknya dengan rakyat Indonesia. Pada ketika Belanda diduduki Jerman, muncul banyak simpati terhadap nasib Ratu serta keluarga kerajaan. Tokoh-tokoh nasional pun seperti Hatta, Cipto Mangunkusumo, serta lain-lain mengungkapkan keprihatinan mereka.
Tak ada tanggapan dari pihak pihak Belanda atas ucapan keperihatinan ini, sehingga rasa simpati terhadap Ratu juga hilang. Pada bulan Januari 1941 Pemerintah Hindia-Belanda menangkap Thamrin, karna menjalin hubungan dengan Jepang sehingga ia dianggap membahayakan.
Pemerintah Hindia-Belanda sebenarnya Sudah membuat undang-undang milisi terbatas buat memperbesar kekuatan militernya, cuma segelintir orang Indonesia yang diperbolehkan ikut milisi umum. Hanya 5.000 sampai 6.000 orang Indonesia yang akhirnya ikut, itu juga karna para bupati daerah yang mendaftarkan mereka. Jumlah ini tentu sangat sedikit Apabila dibandingkan dengan milisi Inggris di India.
Belanda juga mencatat kalau cuma sekitar 300.000 – 500.000 orang yang ikut dalam organisasi pergerakan nasional serta tergolong selaku Staatsgevaarlijken (anti pemerintah), sedangkan sebagian besar masyarakat apatis. Golongan apatislah yang sebenarnya menjadi rintangan tersulit bagi pemerintah Hindia-Belanda.
tidak cuma itu, lemahnya alutsista serta infrastruktur yang kuno menjadi penyebab mudahnya Hindia-Belanda buat jatuh ke tangan Jepang. Namun, seandainya bila rakyat Indonesia mayoritas memihak kepada Belanda serta berpartisipasi melawan Jepang secara sukarela. Ada kemungkinan Hindia-Belanda dapat bertahan lebih lama. Ini bakal memberikan waktu yang lebih buat Sekutu buat mengadakan membalas serangan Jepang. Tentu pendudukan Jepang di Indonesia menjadi sesuatu yang mahal bagi Jepang.
source: OA Historypedia Line
Herman Willem Daendels
Menurut Ong Hok Ham, Hindia-Belanda ialah negara pejabat (beamstaat), yang kaku mengatasi persoalan masyarakat. Hal ini menyebabkan renggangnya hubungan antara negara serta rakyat yang dikuasainya. Malahan dapat timbul kesan penindasan dari negara kepada rakyat, karna birokrasi yang tidak berakar pada realitas masyarakat. Bahkan tidak ada usaha buat mengembangkan hubungan yang baik dari pemerintah serta rakyat Indonesia. Semua permintaan-permintaan pun ditolak.
Setelah Jepang memulai invasinya, serta berhasil menduduki koloni Prancis, yaitu Indocina (1940). Hindia-Belanda merasakan agresi Jepang yang mengancam mereka. Tetapi, Hindia-Belanda juga menolak diplomasi ofensif dari Jepang ketika itu.
Baca Juga
Mosi di Volksraad (Dewan Rakyat) buat Indonesia berparlemen tidak dikabulkan. Mosi buat menggantikan nama “Hindia-Belanda” atau “Inlander” menjadi “Indonesia” juga dibantah. Bahkan mosi mayoritas keanggotaan Indonesia pun ditolak. Padahal pemeritah mempunyai kesempatan buat mengembangkan hubungan baiknya dengan rakyat Indonesia. Pada ketika Belanda diduduki Jerman, muncul banyak simpati terhadap nasib Ratu serta keluarga kerajaan. Tokoh-tokoh nasional pun seperti Hatta, Cipto Mangunkusumo, serta lain-lain mengungkapkan keprihatinan mereka.
Tak ada tanggapan dari pihak pihak Belanda atas ucapan keperihatinan ini, sehingga rasa simpati terhadap Ratu juga hilang. Pada bulan Januari 1941 Pemerintah Hindia-Belanda menangkap Thamrin, karna menjalin hubungan dengan Jepang sehingga ia dianggap membahayakan.
Pemerintah Hindia-Belanda sebenarnya Sudah membuat undang-undang milisi terbatas buat memperbesar kekuatan militernya, cuma segelintir orang Indonesia yang diperbolehkan ikut milisi umum. Hanya 5.000 sampai 6.000 orang Indonesia yang akhirnya ikut, itu juga karna para bupati daerah yang mendaftarkan mereka. Jumlah ini tentu sangat sedikit Apabila dibandingkan dengan milisi Inggris di India.
tidak cuma itu, lemahnya alutsista serta infrastruktur yang kuno menjadi penyebab mudahnya Hindia-Belanda buat jatuh ke tangan Jepang. Namun, seandainya bila rakyat Indonesia mayoritas memihak kepada Belanda serta berpartisipasi melawan Jepang secara sukarela. Ada kemungkinan Hindia-Belanda dapat bertahan lebih lama. Ini bakal memberikan waktu yang lebih buat Sekutu buat mengadakan membalas serangan Jepang. Tentu pendudukan Jepang di Indonesia menjadi sesuatu yang mahal bagi Jepang.
source: OA Historypedia Line
Herman Willem Daendels