Dinasti Thuluniyah
Sabtu, September 14, 2019
Pada masa pemerintahan Al-Watsiq, Mesir termasuk bagian wilayah bangsa Turki yang melebarkan sayap serta memegang jabatan tertinggi. Mereka pun membagi-bagikan jabatan di antara mereka sendiri. Mereka memilih Ahmad bin Tulun, seorang pemuda yang berpendidikan, sopan, berwibawa, cakap menjadi pemimpin, pandai membaca Al-Quran, serta bersuara indah. Ayahnya ialah budak berkebangsaan Turki yang dikirimkan Gubernur Seberang Sungai Amudaria kepada AlMakmun/
Pada tahun 254 Hijriah, Ahmad bin Tulun menguasai Mesir serta memecat pejabat yang ditunjuk Khalifah Abbasiyah buat mengurus hasil Bumi. Ahmad mengangkat dirinya menjadi pejabat militer, sipil, serta bendahara sekaligus. dia memimpin dengan baik, menumpas pemberontak, serta menciptakan perdamaian di tepi Sungai Nil.
Kesempatan itu dia gunakan buat mengungkapkan diri selaku penguasa tunggal di Mesir pada masa Khalifah Al-Mu’tamid dikala dia mengirimkan bantuan kepada khalifah tersebut buat menumpas pemberontakan bangsa negro. Namun, Thalhah, saudara Al Mu’tamid, curiga Ibnu Tulun menggelar korupsi, menakut-nakutinya, serta mengancamnya. Ibnu Tulun pun membantah dengan keras serta kasar. Bahkan, dia mengumumkan diri selaku penguasa tunggal di Mesir.
Ibnu Tulun kemudian berencana membuat sebuah ibu kota yang mirip serta bakal menandingi Fustat. dia lalu menamai sebuah tempat antara Sayidah Zainad serta Benteng dengan nama Qathai’. Di tempat itu dibangun sebuah masjid raya yang masih ada sampai sekarang. tidak cuma selaku tempat salat, masjid itu juga berfungsi selaku pesantren ilmu-ilmu agama. Ibnu Tulun merupakan seorang lelaki yang saleh, berbakti, serta gemar bersedekah.
Melihat kekuatan besar yang dimilikinya, Khalifah Abbasiyah mendekati Ibnu Tulun agar hendak membantunya dalam menghadapi bangsa Romawi yang masih menyerang wilayah Utara Suriah, yang disebut selaku negeri perbatasan. Karena itu, Khalifah Abbasiyah mengangkat Ibnu Tulun selaku penguasa wilayah perbatasan Suriah. Ibnu Tulun menerima tugas itu serta mampu ditunaikannya. dia mengirimkan sebagian pasukan serta kapal perangnya buat berjaga-jaga di sana serta mengamankan wilayah tersebut.
Melihat kekuatan Ibnu Tulun serta usahanya buat menyatukan Mesir serta Suriah di bawah kekuasaannya, para pejabat Romawi ketakutan. Mereka selekasnya mengirimkan utusan buat mengajak Ibnu Tulun menggelar gencatan senjata. tidak cuma itu, sesuatu yang lebih hebat daripada hal itu terjadi. Khalifah Al-Mu’tamid berencana meninggalkan Baghdad secara sembunyi-sembunyi karna takut dengan kekuatan saudaranya, al-Muwafaq Thalhah. Al Mu’tamid lalu meminta perlindungan Ibnu Tulun, pemilik kekuatan baru di Mesir serta Suriah. Namun, Thalhah berhasil mengembalikan Al Mu’tamid ke Baghdad.
Ibnu Tulun kemudian digantikan anaknya, Khumarawih. Thalhah, saudara Al Mu’tamid, berusaha mengembalikan Mesir serta Suriah ke dalam wilayah Abbasiyah. Khumarawaih pun selekasnya menyiapkan pasukan perang yang dipimpinnya sendiri serta berhasil mengalahkan pasukan Thalhah di dekat Damaskus pada tahun 273 Hijriah/887 Masehi. Thalhah kemudian terpaksa mengadakan perjanjian damai. Abbasiyah setuju mengakui Khumarawaih serta anak-cucunya selaku penguasa Mesir serta Suriah buat tenggang waktu tiga puluh tahun.
Khumarawaih makin dekat dengan Abbasiyah dikala Al Mu’tamid menikah dengan putri Khumarawaih yang bernama Abasah atau populer dengan nama “Qathrun Nada”. Pesta pernikahan Sang Putri benar-benar tidak ada duanya.
Khumarawaih sangat memerhatikan kepentingan umum, khususnya masalah inansial buat membantu orang-orang miskin serta yang membutuhkan, di samping membangun gedunggedung tinggi di ibu kota mendiang ayahnya, Qathai’.
Hampir sepuluh tahun Khumarawaih menjadi khalifah. Setelah itu, dia terbunuh pada tahun 282 Hijriah/895 Masehi.
Sepeninggal Khumarawaih, Mesir dipimpin anak-cucu Tulun yang tidak mengikuti jejak pendahulunya. Mereka malah tenggelam dalam kenikmatan serta kesenangan. Rakyat pun membenci mereka sehingga terjadilah perpecahan.
Pada tahun 292 Hijriah/905 Masehi, pasukan Abbasiyah memasuki Qathai’ di bawah pimpinan Muhammad bin Sulaiman yang menangkap seluruh keluarga Tulun serta memenjarakan mereka. Muhammad merampas harta benda mereka serta mengirimkannya kepada khalifah serta menyirnakan sisa-sisa Dinasti Tuluniyah yang pernah berkuasa di Mesir serta Suriah selama tiga puluh delapan tahun.
Pada tahun 254 Hijriah, Ahmad bin Tulun menguasai Mesir serta memecat pejabat yang ditunjuk Khalifah Abbasiyah buat mengurus hasil Bumi. Ahmad mengangkat dirinya menjadi pejabat militer, sipil, serta bendahara sekaligus. dia memimpin dengan baik, menumpas pemberontak, serta menciptakan perdamaian di tepi Sungai Nil.
Kesempatan itu dia gunakan buat mengungkapkan diri selaku penguasa tunggal di Mesir pada masa Khalifah Al-Mu’tamid dikala dia mengirimkan bantuan kepada khalifah tersebut buat menumpas pemberontakan bangsa negro. Namun, Thalhah, saudara Al Mu’tamid, curiga Ibnu Tulun menggelar korupsi, menakut-nakutinya, serta mengancamnya. Ibnu Tulun pun membantah dengan keras serta kasar. Bahkan, dia mengumumkan diri selaku penguasa tunggal di Mesir.
Ibnu Tulun kemudian berencana membuat sebuah ibu kota yang mirip serta bakal menandingi Fustat. dia lalu menamai sebuah tempat antara Sayidah Zainad serta Benteng dengan nama Qathai’. Di tempat itu dibangun sebuah masjid raya yang masih ada sampai sekarang. tidak cuma selaku tempat salat, masjid itu juga berfungsi selaku pesantren ilmu-ilmu agama. Ibnu Tulun merupakan seorang lelaki yang saleh, berbakti, serta gemar bersedekah.
Melihat kekuatan besar yang dimilikinya, Khalifah Abbasiyah mendekati Ibnu Tulun agar hendak membantunya dalam menghadapi bangsa Romawi yang masih menyerang wilayah Utara Suriah, yang disebut selaku negeri perbatasan. Karena itu, Khalifah Abbasiyah mengangkat Ibnu Tulun selaku penguasa wilayah perbatasan Suriah. Ibnu Tulun menerima tugas itu serta mampu ditunaikannya. dia mengirimkan sebagian pasukan serta kapal perangnya buat berjaga-jaga di sana serta mengamankan wilayah tersebut.
Melihat kekuatan Ibnu Tulun serta usahanya buat menyatukan Mesir serta Suriah di bawah kekuasaannya, para pejabat Romawi ketakutan. Mereka selekasnya mengirimkan utusan buat mengajak Ibnu Tulun menggelar gencatan senjata. tidak cuma itu, sesuatu yang lebih hebat daripada hal itu terjadi. Khalifah Al-Mu’tamid berencana meninggalkan Baghdad secara sembunyi-sembunyi karna takut dengan kekuatan saudaranya, al-Muwafaq Thalhah. Al Mu’tamid lalu meminta perlindungan Ibnu Tulun, pemilik kekuatan baru di Mesir serta Suriah. Namun, Thalhah berhasil mengembalikan Al Mu’tamid ke Baghdad.
Ibnu Tulun kemudian digantikan anaknya, Khumarawih. Thalhah, saudara Al Mu’tamid, berusaha mengembalikan Mesir serta Suriah ke dalam wilayah Abbasiyah. Khumarawaih pun selekasnya menyiapkan pasukan perang yang dipimpinnya sendiri serta berhasil mengalahkan pasukan Thalhah di dekat Damaskus pada tahun 273 Hijriah/887 Masehi. Thalhah kemudian terpaksa mengadakan perjanjian damai. Abbasiyah setuju mengakui Khumarawaih serta anak-cucunya selaku penguasa Mesir serta Suriah buat tenggang waktu tiga puluh tahun.
Khumarawaih makin dekat dengan Abbasiyah dikala Al Mu’tamid menikah dengan putri Khumarawaih yang bernama Abasah atau populer dengan nama “Qathrun Nada”. Pesta pernikahan Sang Putri benar-benar tidak ada duanya.
Khumarawaih sangat memerhatikan kepentingan umum, khususnya masalah inansial buat membantu orang-orang miskin serta yang membutuhkan, di samping membangun gedunggedung tinggi di ibu kota mendiang ayahnya, Qathai’.
Hampir sepuluh tahun Khumarawaih menjadi khalifah. Setelah itu, dia terbunuh pada tahun 282 Hijriah/895 Masehi.
Sepeninggal Khumarawaih, Mesir dipimpin anak-cucu Tulun yang tidak mengikuti jejak pendahulunya. Mereka malah tenggelam dalam kenikmatan serta kesenangan. Rakyat pun membenci mereka sehingga terjadilah perpecahan.
Pada tahun 292 Hijriah/905 Masehi, pasukan Abbasiyah memasuki Qathai’ di bawah pimpinan Muhammad bin Sulaiman yang menangkap seluruh keluarga Tulun serta memenjarakan mereka. Muhammad merampas harta benda mereka serta mengirimkannya kepada khalifah serta menyirnakan sisa-sisa Dinasti Tuluniyah yang pernah berkuasa di Mesir serta Suriah selama tiga puluh delapan tahun.