Kopral Harun Bin Said [Tohir]: Pejuang Dwikora
Kamis, September 05, 2019
dia seorang kopral yang pemberani. Sehari sebelum menuju tiang gantungan, kepada ibundanya, ia menulis “…hukuman yang bakal diterima oleh Ananda yakni hukuman digantung sampai mati, di sini Ananda harap kepada Ibunda supaya bersabar karna setiap kematian manusia yang menentukan ialah Tuhan Yang Maha Kuasa serta setiap manusia yang ada di dalam dunia ini tetap bakal kembali kepada Illahi…Mohon Ibunda ampunilah segala dosa-dosa serta kesalahankesalahan Ananda selama ini…Ananda tutup surat ini dengan ucapan terima kasih serta selamat tinggal buat selama-lamanya, amin… Jangan dibalas lagi”. Harun menjadi pahlawan Dwikora yang mati muda demi tugas negara.
dia terlahir dengan nama Tohir, anak ketiga dari pasangan Mandar serta Aswiyani. Keluarganya merupakan keluarga sederhana. Tohir perlu menjadi pelayan kapal dagang ketika sekolah menengah pertamanya. Karena itu pula, ia mengenal serta hafal daerah daratan Singapura sebab sering kali ia berhari-hari lamanya berada di Pelabuhan Singapura. Karena pengalaman dalam pelayaran itu, setelah dewasa, ia masuk Angkatan Laut Indonesia.
Pada Juni 1964, ia ditugaskan dalam Tim Brahma I di Basis II Operasi A KOTI. dia bergabung dalam Dwikora dengan pangkat Prajurit KKO II [Prako II]. Sebelumnya, ia mendapat gemblengan selama lima bulan di Riau daratan serta pangkatnya lekas naik menjadi Kopral KKO I [Kopko I]. Selesai mendapatkan gemblengan di Riau daratan, ia lekas dikirim ke Pulau Sambu hingga beberapa lama dalam kesatuan A KOTI Basis X, tugasnya yakni penyusupan ke Singapura. dia sendiri Telah mengunjungi Singapura beberapa kali, menyamar selaku pelayan dapur menggunakan kapal dagang yang sering mampir ke Pulau Sambu buat mengisi bahan bakar. Wajahnya yang mirip Cina sangat menguntungkan dalam penyamaran. dia juga mempunyai kemampuan Bahasa Inggris, Cina, serta Belanda yang lancar hingga sangat membantu dalam kebebasannya bergerak serta bergaul di sedang masyarakat Singapura.
Dalam penyusupan di basis X, Tohir mendapat tugas berat, salah satunya demolision: sabotase objek vital militer atau ekonomi musuh. Tugas berat ini diembannya bersama 3 prajurit KKO lain. Rencana sabotase lekas dilaksanakan. 8 Maret 1965 sedang malam buta, ketika air laut tenang, Tohir bersama dua rekannya [Usman dan Gani] masuk Singapura. Tohir lekas berganti nama Harun bin Said. Mereka mengamati tempat-tempat penting yang bakal dijadikan objek sasaran. Mereka berunding serta sekali lagi menggelar pengamatan detail. Lalu kesepakatan dicapai. Data sabotase Telah jelas: Hotel Mac Donald di Orchad Road, sebuah pusat keramaian di kota Singapura. Sasaran ini bakal diledakkan. Siang hari mereka bergerak di antara kerumunan orang memasuki hotel, menuju basemen lalu menjelang petang memasang bom seberat 12, 5 kg. Pengatur waktu lekas dinyalakan.
Pada 10 Maret 1965, jam Telah mendekati waktu subuh, tepat pada jam 03 lebih 7 menit, bom meledak. Di ketika orang-orang masih banyak yang terlelap tidur, hotel Mac Donald hancur berantakan. Singapura lekas menjadi gempar luar biasa. seluruh aparat keamanan Singapura dikerahkan buat mencari pelaku serta Harun bersama tiga temannya lekas melarikan diri. Mereka mencoba berpisah sementara, tapi Harun memilih bersama Usman. Berdua mereka lekas menuju pelabuhan.
Pada 13 Maret 1965, Harun bersama Usman mengambil sebuah motorboat serta lekas menuju ke Pulau Sambu, pangkalan utama pasukan basis X. Namun, sebelum sampai ke perbatasan perairan Singapura, motorboat macet di sedang laut. Mereka tidak dapat lagi menghindar dari patroli petugas Singapura. Pada jam 09.00 pagi, mereka tertangkap serta di bawa kembali ke Singapura selaku tawanan.
Harun lekas merasakan pengapnya penjara Singapura selama hampir tujuh bulan. Pada 4 Oktober 1965, sidang Pengadilan Mahkamah Tinggi [High Court] Singapura lekas digelar serta Harun lekas dikenai tuduhan berat, pembunuhan terencana dalam sebuah aksi sabotase. Harun lekas membela diri dengan menjelaskan itu selaku tugas negara dalam keadaan perang serta meminta dirinya diperlakukan seperti tawanan perang [POW/prisoner of war]. Hakim lekas menolaknya. Dua minggu kemudian, putusan pengadilan dijatuhkan, Harun bersalah serta divonis mati.
Diplomasi lekas ditempuh. Banding lekas diajukan, tetapi ditolak pada 5 Oktober 1966. Pada 17 Februari 1967, perkara ini dibawa ke Privy Council di London, tapi kembali ditolak. Pemerintah Indonesia juga Telah mengirim delegasi khusus, dari menlu Adam Malik hingga Brigjen Tjokropanolo, buat menyelamatkan patriot negara itu. Akan tetapi, Singapura tetap tidak bergeming. Hukuman mati bakal dilaksanakan pada 17 Oktober 1968, tepat jam enam pagi.
Di hari kematiannya, Harun bangun jam 5 pagi, lekas sholat subuh serta keluar dari penjara. dia dibius, urat nadinya dipotong serta lekas dibawa ke tiang gantungan. Tepat jam enam pagi, Harun meninggal dunia dalam usia 21 tahun. Jenazahnya langsung dibawa kembali ke tanah air. Pada 18 Oktober 1968, dengan upacara militer, jenazahnya dimakamkan di taman makam pahlawan Kalibata Jakarta. Pemerintah lekas menaikkan pangkatnya secara anumerta menjadi kopral. Tepat di hari kematiannya, pemerintah Indonesia lekas memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Tohir alias Harun karna pengabdiannya yang begitu besar terhadap negara Indonesia.
Sumber: Ensiklopedia Pahlawan Nasional Oleh Kuncoro Hadi & Sustianingsih
dia terlahir dengan nama Tohir, anak ketiga dari pasangan Mandar serta Aswiyani. Keluarganya merupakan keluarga sederhana. Tohir perlu menjadi pelayan kapal dagang ketika sekolah menengah pertamanya. Karena itu pula, ia mengenal serta hafal daerah daratan Singapura sebab sering kali ia berhari-hari lamanya berada di Pelabuhan Singapura. Karena pengalaman dalam pelayaran itu, setelah dewasa, ia masuk Angkatan Laut Indonesia.
Pada Juni 1964, ia ditugaskan dalam Tim Brahma I di Basis II Operasi A KOTI. dia bergabung dalam Dwikora dengan pangkat Prajurit KKO II [Prako II]. Sebelumnya, ia mendapat gemblengan selama lima bulan di Riau daratan serta pangkatnya lekas naik menjadi Kopral KKO I [Kopko I]. Selesai mendapatkan gemblengan di Riau daratan, ia lekas dikirim ke Pulau Sambu hingga beberapa lama dalam kesatuan A KOTI Basis X, tugasnya yakni penyusupan ke Singapura. dia sendiri Telah mengunjungi Singapura beberapa kali, menyamar selaku pelayan dapur menggunakan kapal dagang yang sering mampir ke Pulau Sambu buat mengisi bahan bakar. Wajahnya yang mirip Cina sangat menguntungkan dalam penyamaran. dia juga mempunyai kemampuan Bahasa Inggris, Cina, serta Belanda yang lancar hingga sangat membantu dalam kebebasannya bergerak serta bergaul di sedang masyarakat Singapura.
Baca Juga
Dalam penyusupan di basis X, Tohir mendapat tugas berat, salah satunya demolision: sabotase objek vital militer atau ekonomi musuh. Tugas berat ini diembannya bersama 3 prajurit KKO lain. Rencana sabotase lekas dilaksanakan. 8 Maret 1965 sedang malam buta, ketika air laut tenang, Tohir bersama dua rekannya [Usman dan Gani] masuk Singapura. Tohir lekas berganti nama Harun bin Said. Mereka mengamati tempat-tempat penting yang bakal dijadikan objek sasaran. Mereka berunding serta sekali lagi menggelar pengamatan detail. Lalu kesepakatan dicapai. Data sabotase Telah jelas: Hotel Mac Donald di Orchad Road, sebuah pusat keramaian di kota Singapura. Sasaran ini bakal diledakkan. Siang hari mereka bergerak di antara kerumunan orang memasuki hotel, menuju basemen lalu menjelang petang memasang bom seberat 12, 5 kg. Pengatur waktu lekas dinyalakan.
Pada 10 Maret 1965, jam Telah mendekati waktu subuh, tepat pada jam 03 lebih 7 menit, bom meledak. Di ketika orang-orang masih banyak yang terlelap tidur, hotel Mac Donald hancur berantakan. Singapura lekas menjadi gempar luar biasa. seluruh aparat keamanan Singapura dikerahkan buat mencari pelaku serta Harun bersama tiga temannya lekas melarikan diri. Mereka mencoba berpisah sementara, tapi Harun memilih bersama Usman. Berdua mereka lekas menuju pelabuhan.
Harun lekas merasakan pengapnya penjara Singapura selama hampir tujuh bulan. Pada 4 Oktober 1965, sidang Pengadilan Mahkamah Tinggi [High Court] Singapura lekas digelar serta Harun lekas dikenai tuduhan berat, pembunuhan terencana dalam sebuah aksi sabotase. Harun lekas membela diri dengan menjelaskan itu selaku tugas negara dalam keadaan perang serta meminta dirinya diperlakukan seperti tawanan perang [POW/prisoner of war]. Hakim lekas menolaknya. Dua minggu kemudian, putusan pengadilan dijatuhkan, Harun bersalah serta divonis mati.
Diplomasi lekas ditempuh. Banding lekas diajukan, tetapi ditolak pada 5 Oktober 1966. Pada 17 Februari 1967, perkara ini dibawa ke Privy Council di London, tapi kembali ditolak. Pemerintah Indonesia juga Telah mengirim delegasi khusus, dari menlu Adam Malik hingga Brigjen Tjokropanolo, buat menyelamatkan patriot negara itu. Akan tetapi, Singapura tetap tidak bergeming. Hukuman mati bakal dilaksanakan pada 17 Oktober 1968, tepat jam enam pagi.
Di hari kematiannya, Harun bangun jam 5 pagi, lekas sholat subuh serta keluar dari penjara. dia dibius, urat nadinya dipotong serta lekas dibawa ke tiang gantungan. Tepat jam enam pagi, Harun meninggal dunia dalam usia 21 tahun. Jenazahnya langsung dibawa kembali ke tanah air. Pada 18 Oktober 1968, dengan upacara militer, jenazahnya dimakamkan di taman makam pahlawan Kalibata Jakarta. Pemerintah lekas menaikkan pangkatnya secara anumerta menjadi kopral. Tepat di hari kematiannya, pemerintah Indonesia lekas memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Tohir alias Harun karna pengabdiannya yang begitu besar terhadap negara Indonesia.
Sumber: Ensiklopedia Pahlawan Nasional Oleh Kuncoro Hadi & Sustianingsih