Pertempuran Kesatu Changsha
Sabtu, September 21, 2019
Setelah menganeksasi Manchuria pada tahun 1931 serta ikut dalam beberapa konflik perbatasan melawan China serta Uni Soviet, Kekaisaran Jepang secara formal berperang melawan Republik China sejak 1937. Semenjak itu, walaupun Republik China serta Tentara Revolusioner Nasional-nya bertempur dengan gigih, baik Shanghai, Nanjing, serta Wuhan, kota-kota yang vital bagi pemerintah Kuomintang/Guomindang jatuh ke tangan Jepang. Kemenangan-kemenangan Jepang ini memaksa Chiang Kai-shek buat memindahkan ibukota China secara sementara ke Chungking, yang bakal dibombardir tanpa henti sampai 1945.
Meski Rikugun, atau Tentara Kekaisaran Jepang, Sudah merebut Wuhan, kota terbesar di pedalaman China, Chiang serta pemerintahannya menolak buat menyerah. Ditambah dengan kekalahan Jepang melawan Tentara Merah Uni Soviet di Nomonhan, tertandatanganinya Pakta Non-Agresi Jerman-Uni Soviet, serta serbuan sukses Wehrmacht terhadap Polandia, sebuah serangan besar terhadap China dianggap harus buat memulihkan semangat. Provinsi Hunan serta ibukota provinsialnya, Changsha, pun dipilih selaku target serangan tersebut, karna Hunan serta Changsha merupakan wilayah yang vital bagi pergerakan serta sumber daya pasukan-pasukan Kuomintang.
Pertempuran bagi Changsha akhirnya dimulai pada pertengahan September 1939, cuma dua minggu setelah mulainya perang di Eropa dengan invasi Jerman terhadap Polandia. Daerah di sekitar utara serta timur Changsha menyaksikan serbuan 100 ribu prajurit Dai-Nippon Teitoku Rikugun yang dibagi menjadi 6 divisi, semuanya di bawah pimpinan Jenderal Yasuji Okamura dengan dukungan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Tentara Revolusioner Nasional di Wilayah Perang No-9 mengumpulkan sejumlah 200 ribu sampai 400 ribu Tentara Revolusioner Nasional Kuomintang yang dipimpin Jendral Xue Yue buat menahan serta memukul mundur tikaman pasukan pendudukan Jepang ke arah Changsha.
Okamura membagi pasukannya menjadi tiga, satu dengan empat divisi atau sekitar 60-70 ribu prajurit buat menyerang dari utara, serta masing-masing satu divisi buat menyerang dari arah timur-laut serta timur Changsha.
Sementara itu, rencana Yue buat menangani ofensif ini yaitu dengan membagi pasukannya, dengan sebagian besar menghadapi gempuran 4 divisi Jepang yang bakal datang dari utara serta sisanya buat melawan serangan dari timur serta timur-laut.
Pada awalnya, pasukan Jepang memang relatif sukses dalam serangan mereka serta sampai di pinggiran kota Changsha pada akhir September. Akan tetapi, taktik Xue Yue yang membiarkan pasukan Kuomintangnya buat mundur secara perlahan lalu memerangkap serta menyerang belakang pasukan Jepang berakibat buruk bagi pasukan Jenderal Okamura. Meski sampai ke pinggiran Changsha, jumlah korban pasukan Rikugun sudah mencapai 40 ribu prajurit serta serangan balasan Yue mematahkan semangat tentara Showa-Tenno serta akhirnya Okamura memberi perintah buat mundur.
Pertengahan Oktober 1939 serta sebagian besar dari wilayah yang direbut Jepang sejak sebulan sebelumnya Sudah kembali lagi ke tangan Guomindang. Selama 5 tahun ke depan, Changsha bakal menjadi batu sandungan bagi sebuah serbuan Jepang ke pedalaman China tengah. Dua kali lagi Jepang bakal ditendang keluar dari Changsha. Meski kota tersebut bakal direbut pada 1944, harga yang dibayar Jepang dengan korban-korban yang ditanggungnya amat tinggi.
sumber: OA 20th Century History Line
Meski Rikugun, atau Tentara Kekaisaran Jepang, Sudah merebut Wuhan, kota terbesar di pedalaman China, Chiang serta pemerintahannya menolak buat menyerah. Ditambah dengan kekalahan Jepang melawan Tentara Merah Uni Soviet di Nomonhan, tertandatanganinya Pakta Non-Agresi Jerman-Uni Soviet, serta serbuan sukses Wehrmacht terhadap Polandia, sebuah serangan besar terhadap China dianggap harus buat memulihkan semangat. Provinsi Hunan serta ibukota provinsialnya, Changsha, pun dipilih selaku target serangan tersebut, karna Hunan serta Changsha merupakan wilayah yang vital bagi pergerakan serta sumber daya pasukan-pasukan Kuomintang.
Pertempuran bagi Changsha akhirnya dimulai pada pertengahan September 1939, cuma dua minggu setelah mulainya perang di Eropa dengan invasi Jerman terhadap Polandia. Daerah di sekitar utara serta timur Changsha menyaksikan serbuan 100 ribu prajurit Dai-Nippon Teitoku Rikugun yang dibagi menjadi 6 divisi, semuanya di bawah pimpinan Jenderal Yasuji Okamura dengan dukungan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Tentara Revolusioner Nasional di Wilayah Perang No-9 mengumpulkan sejumlah 200 ribu sampai 400 ribu Tentara Revolusioner Nasional Kuomintang yang dipimpin Jendral Xue Yue buat menahan serta memukul mundur tikaman pasukan pendudukan Jepang ke arah Changsha.
Okamura membagi pasukannya menjadi tiga, satu dengan empat divisi atau sekitar 60-70 ribu prajurit buat menyerang dari utara, serta masing-masing satu divisi buat menyerang dari arah timur-laut serta timur Changsha.
Sementara itu, rencana Yue buat menangani ofensif ini yaitu dengan membagi pasukannya, dengan sebagian besar menghadapi gempuran 4 divisi Jepang yang bakal datang dari utara serta sisanya buat melawan serangan dari timur serta timur-laut.
Pada awalnya, pasukan Jepang memang relatif sukses dalam serangan mereka serta sampai di pinggiran kota Changsha pada akhir September. Akan tetapi, taktik Xue Yue yang membiarkan pasukan Kuomintangnya buat mundur secara perlahan lalu memerangkap serta menyerang belakang pasukan Jepang berakibat buruk bagi pasukan Jenderal Okamura. Meski sampai ke pinggiran Changsha, jumlah korban pasukan Rikugun sudah mencapai 40 ribu prajurit serta serangan balasan Yue mematahkan semangat tentara Showa-Tenno serta akhirnya Okamura memberi perintah buat mundur.
Pertengahan Oktober 1939 serta sebagian besar dari wilayah yang direbut Jepang sejak sebulan sebelumnya Sudah kembali lagi ke tangan Guomindang. Selama 5 tahun ke depan, Changsha bakal menjadi batu sandungan bagi sebuah serbuan Jepang ke pedalaman China tengah. Dua kali lagi Jepang bakal ditendang keluar dari Changsha. Meski kota tersebut bakal direbut pada 1944, harga yang dibayar Jepang dengan korban-korban yang ditanggungnya amat tinggi.
sumber: OA 20th Century History Line