Sejarah Berdiri Kerajaan Aceh
Minggu, Oktober 20, 2019
Kerajaan Aceh Darussalam berkuasa mulai akhir abad ke- 15 hingga awal abad ke-20 M. Dalam rentang masa empat abad tersebut, Telah berkuasa 35 orang sultan serta sultanah. Sebelum membahas lebih jauh tentang kerajaan ini, ada baiknya kita mengenal kondisi geograis serta topograis daerahnya (Aceh atau Banda Aceh) terlebih dahulu.
Aceh yakni salah satu Propinsi Indonesia yang terletak di ujung Barat Laut pulau Sumatera serta diapit oleh dua laut yaitu Lautan Indonesia serta Selat Malaka. Setelah 89 tahun nama Kutaraja dijadikan selaku ibukota Kerajaan Aceh Darussalam menggantikan nama Banda Aceh Darussalam, maka pada tahun 1963 Banda Aceh kembali dihidupkan berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum serta Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43. Sejak tanggal tersebut nama Banda Aceh kembali resmi menjadi ibukota Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
tidak cuma karna banyaknya versi serta sumber-sumber yang berbicara tentang riwayat Aceh masih sebatas mitos atau cerita rakyat, asal-usul Aceh masih belum terkuak dengan jelas. Seperti yang dituturkan oleh Lombard, sumber sejarah mengenai asalusul Aceh yang berupa cerita-cerita turun-temurun tersebut sukar diperiksa kebenarannya. Mitos tentang orang Aceh, tulis Lombard, misalnya seperti yang dikisahkan oleh seorang pengelana Barat yang sempat singgah di Aceh. John Davis, nama musair itu, mencatat Kalau orang Aceh mengganggap diri mereka keturunan dari Imael serta Hagar (Nabi Ismail serta Siti Hajar).
Tiga abad kemudian, Snouck Hugronje mengungkapkan Kalau dia pernah mendengar cerita tentang seorang ulama sekaligus hulubalang bernama Teungku Kutakarang, yang menganggap orang Aceh lahir dari percampuran orang Arab, Persi, serta Turki. Menurut analisis Lombard, hegemoni semacam ini sengaja diciptakan selaku bentuk perlawanan terhadap penjajah Eropa.
Dalam buku berjudul “Kerajaan-kerajaan Islam di Aceh” (2006) karya Rusdi Sui serta Agus Budi Wibowo, dikemukakan Kalau yang disebut Aceh yakni daerah yang sempat dinamakan selaku Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (sebelumnya bernama Provinsi Daerah Istimewa Aceh). Tetapi pada dikala Aceh masih menjadi sebuah kerajaan/kesultanan, yang dimaksud dengan Aceh yakni yang sekarang diketahui dengan Kabupaten Aceh Besar atau dalam bahasa Aceh disebut Aceh Rayeuk atau disebut juga dengan “Aceh Lhee Sagoe” (Aceh Tiga Sagi). tidak cuma itu, ada juga yang menyebutnya Aceh Inti (Aceh Proper) atau “Aceh yang sebenarnya” karna daerah itulah yang pada mulanya menjadi inti Kesultanan Aceh Darussalam sekaligus letak ibukotanya.
Nama Aceh sering juga dipakai oleh orang-orang Aceh buat menyebut ibukota kerajaannya yang bernama Bandar Aceh Darussalam. Terkait asal-usul nama Aceh sendiri belum ada kepastian yang menyebutkan dari mana serta kapan nama Aceh mulai digunakan. Orang-orang asing yang pernah datang ke Aceh menyebutnya dengan nama yang berbeda-beda. Orangorang Portugis serta Italia menyebutnya dengan nama ‘Achem,’ ‘Achen,’ serta ‘Aceh’; orang Arab menyebut ‘Asyi,’ ‘Dachem,’ ‘Dagin,’ serta ‘Dacin’; sementara orang Cina menyebutnya dengan nama ‘Atje’ serta ‘Tashi.’
Dalam karya Rusdi Sui serta Agus Budi Wibowo yang lain (Ragam Sejarah Aceh, 2004: 1-2), disebutkan Kalau selain buat penyebutan nama tempat, Aceh juga merupakan nama dari salah satu suku bangsa atau etnis penduduk asli yang mendiami Bumi Aceh. Terdapat cukup banyak etnis yang bermukim di wilayah Aceh, yakni etnis Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Aneuk, Jamee, Kluet, Simeulue, serta Singkil. Suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Aceh, termasuk suku bangsa Aceh itu Telah eksis sejak Aceh masih menjadi kerajaan/kesultanan.
Sementara itu, menurut penelitian K.F.H. van Langen yang termaktub dalam karya ilmiah berjudul “Susunan Pemerintahan Aceh Masa Kesultanan” (1986: 3), dituliskan Kalau penduduk asli Aceh menurut cerita-cerita rakyat disebut Ureueng Mante. Sejauh mana validitas riwayat itu serta apakah Mante termasuk dalam suku Mantra yang mendiami daerah antara Selangor serta Gunung Ophir di Semenanjung Tanah Melayu, menurut van Langen, yakni pertanyaan-pertanyaan yang perlu dipecahkan lagi dalam studi perbandingan bahasa Melayu-Polinesia. Sejauh masalah itu belum bisa dipecahkan, maka tetap bisa dianggap Kalau Mante yakni penduduk asal daerah Aceh, terutama karna nama itu tidak merujuk pada penduduk asal suku-suku bangsa lain.
Aceh yakni wilayah yang besar serta dulunya dihuni oleh beberapa pemerintahan besar pula. tidak cuma Kesultanan Aceh Darussalam serta Samudera Pasai, dulu ditanah Rencong ini juga pernah berdiri Kerajaan Islam Lamuri, bahkan cikal bakal kerajaan Aceh tidak terlepas dari kerajaan Lamuri. Salah seorang sultan yang populer dari Kerajaan Islam Lamuri yakni Sultan Munawwar Syah. Sultan inilah yang kemudian dianggap selaku moyangnya Sultan Aceh Darussalam yang terhebat, yakni Sultan Iskandar Muda. Pada akhir abad ke-15, dengan terjalinnya hubungan baik dengan kerajaan tetangganya, maka pusat singgasana Kerajaan Lamuri dipindahkan ke Mahkota Alam, yang dalam perkembangannya menjadi Kesultanan Aceh Darussalam.
Kerajaan Lamuri juga diketahui dengan banyak nama, antara lain yakni selaku berikut:
1. Indra Purba
2. Poli
3. Lamuri (seperti yang disebutkan oleh Marcopolo)
4. Ramini/Ramni atau Rami (seperti yang disebutkan oleh pedagang atau ulama Arab yaitu Abu Zayd Hasan,Sulayman ataupun Ibnu Batutah)
5. Lan-li, Lan-wuli serta Nanpoli (seperti yang disebut oleh orang Tionghoa).
berita tentang kerajaan Lamuri ini diperoleh dari prasasti yang di tulis pada masa raja Rajendra Cola I pada tahun 1030 di Tanjore (India Selatan). Serangan yang dilakukan oleh Rajendra Cola I mengakibatkan beberapa kerajaan di Sumatera serta semenanjung Melayu menjadi lemah, termasuk di dalamnya yakni Ilmauridacam (Lamuri). Penyerangan terhadap Lamuri di ujung pulau Sumatera dilakukan karna kerajaan Lamuri merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya yang sebelumnya juga pernah mendapatkan serangan dari kerajaan Cola pada tahun 1017 M. Dari sini bisa disimpulkan Kalau kerajaan Lamuri diperkirakan sudah mulai berdiri pada abad ke IX serta sudah memiliki angkatan perang yang kuat serta hebat.
Peristiwa penyerangan Cola terhadap kerajaan Lamuri yang berlangsung selama kurang lebih tiga abad serta kemudan dilanjutkan dengan serangan oleh Majapahit serta Cheng Ho, akhirnya membuat Lamuri menjadi kian lemah. Dari sinilah kemudian muncul beberapa kampung yang akhirnya disatukan kembali di bawah kekuasaan seorang raja. Kemudian terdengar pula mermacam nama menjelang lenyapnya Lamuri seperti Darul Kamal, Meukuta Alam, Aceh Darussalam (Darud Dunia).
Sejarawan Husein Djajadiningrat mengemukakan pendapat tentang urutan raja Lamuri yang pernah berkuasa berdasarkan dua naskah hikayah. Pertama (122) Hikayat yang berisi tentang raja Aceh (Lamuri) yang bernama Indra Syah (kemungkinan yang dimaksud yakni Maharaja Indra Sakti). Dalam hikayat tersebut juga menceritakan Kalau raja Indra Syah pernah berkunjung ke Cina. Cerita tentang Indra Syah dalam hikayat tersebut berhenti sampai di situ. kemudian dalam hikayat itu menceritakan Syah Muhammad serta Syah Mahmud, dua bersaudara putera dari raja.
Diceritakan juga mengenai Syah Sulaiman memiliki dua orang anak yaitu raja Ibrahim serta puteri Saiah. Sedangkan Syah Mahmud setelah menikah dengan bidadari Madinai Cendara juga memiliki dua orang anak yaitu, raja Sulaiman serta puteri Arkiah, kemudian Sulaiman di nikahkan dengan sepupunya Saiah serta Ibrahim dinikahkan dengan sepupunya yang bernama Arkiah, pernikahan ini merupakan usulan dari kakek mereka yang bernama raja Munawar Syah.
Dikatakan raja Munawar Syah yang pernah memerintah di kerajaan Lamuri. Hikayat ini juga menceritakan tentang lahirnya dua orang putera yang bernama Musafar Syah yang memerintah di Mekuta Alam serta Inayat Syah yang memerintah di Darul Kamal. Namun kedua raja ini selalu berperang, dalam peperangan tersebut raja Musafar Syah mampu menundukan Raja Munawar Syah. Kemudian Raja Musafar Syah menyatukan dinasti Meukuta Alam dengan dinasti Darul Kamal. Dan dikatakan juga Kalau Inayat Syah memiliki seorang putra bernama Firman Syah Paduka Almarhum, kemudian Firman Syah memiliki seorang putra yaitu Said Al-Mukammil yang memiliki beberapa orang anak diantaranya Paduka Syah Alam Puteri Indra Bangsa bunda Sri Sultan perkasa Alam Johan Berdaulat ( Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam ). Dengan demikian dapat diketahui Kalau Said Al-Mukammil merupakan kakek sultan Iskandar Muda dari garis keturunan ibu. tidak cuma itu Sultan Alaidin Al-Mukammil memiliki beberapa orang putera, salah satunya yakni sultan Muda Ali Riayat Syah (1604-1607 ), yang merupakan paman dari Sultan Iskandar Muda.
Naskah kedua (124) yang dimaksud dalam pembicaraan Husein Djajadiningrat mengenai hikayat raja-raja Lamuri ( Aceh ), dari hikayat ini yang dibuat silsilah yang dimaulai dari Sultan Johan Syah yang kemungkinan maksudnya yakni Meurah Johan atau Sultan Alauddin Johan Syah yang merupakan putera raja Lingge, Adi Genali. Dan kemudian menikah dengan Puteri Blieng Indra Kusuma. Berbeda dengan hikayat yang pertama, hikayat ini menentukan hari,tanggal serta bulan tahunnya. Pada permulaan disebutkan Kalau Johan Syah memerintah dimulai pada tahun Hijrah 601 atau sekitar tahun 1205 M, lamanya 30 tahun.
Sepeninggalan Johan Syah, ia digantikan oleh anaknya bakal tetapi tidadakdisebutkan namanya, setelah sultan kedua meninggal, ia digantikan oleh anakanya yang bernama Ahmad Syah yang memerintah selama 34 tahun 2 bulan 10 hari, hingga mangkatnya pada tahun 885 Hijrah. Setelah masa pemerintahan Ahmad Syah berakir, kekuasaan diserahkan kepada anaknya yang bernama sultan Muhammad Syah yang memerintah selama 43 tahun. Pada masa itu sultan Muhammad Syah memerintahkan pemindahan kota serta pembangunan kota baru yang diberi nama Darud Dunia, sultan Muhammad Syah meninggal pada tahun 708 Hijrah. Dilihat dari tahun meninggalnya Sultan Muhammad Syah, dapat dissimpulkan Kalau pembangunan Darud Dunia yakni sekitar tahun 700 Hijrah atau kira-kira tahun 1260 Masehi.
Sesudah sultan Muhammad Syah meninggal, maka tahta selaku raja digantikan oleh Mansur Syah yang memerintah selama 56 tahun 1 bulan 23 hari. Dia kemudian digantikan oleh anakanya yang bernama raja Muhammad pada tahun 811 Hijrah yang memerintah selama 59 tahun 4 bulan 12 hari serta meninggal pada tahun 870 Hijrah. Raja Muhammad kemudian digantikan oleh Husein Syah selama 31 tahun 4 bulan 2 hari buat kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama sultan Ali Riayat Syah yang memerintah selama 15 tahun 2 bulan 3 hari, meninggal pada tanggal 12 Rajab 917 Hijrah atau tahun 1511 Masehi.
Atas dasar hikayat-hikayat yang di telitinya itu, Husein Djajadiningrat Telah membuat urutan nama raja-raja Aceh (Lamuri). Yang memerintah semenjak Johan Syah (1205 Masehi ) selaku berikut;
1. Sultan Johan Syah Hijrah 601-631
2. Sultan Ahmad 631-662
3. Sri Sultan Muhammad Syah, anak Sultan ke-2, berumur setahun dikala mulai naik tahta pergi dari Kandang serta membangun kota Darud Dunia Hijrah 665-708
4. Firman Syah, anak Sultan ke-3 708-755
5. Mansur Syah 755-811
6. Alauddin Johan Syah, anak sultan ke-5, Mulanya bernama Mahmud 811-870
7. Sultan Husin Syah 870-901
8. Riayat Syah ( Mughayat Syah?-MS) 901-907
9. Salahuddin, digantikan oleh no.10 (adiknya) 917-946
10. Alauddin ( Alkahar?-MS) adik no.9. 946-975.
Dari data di atas kita dapat mengetahui urutan raja-raja yang pernah berkuasa, namun dari ke 10 nama raja-raja di atas, tidak ditemukan nama nama Sultan Musafar Syah, serta juga tidak ditemukan nama Inayat Syah serta Syamsu Syah. Padahal nama-nama itu dapat dibuktikan kebenarannya dari nukilan pada makam mereka yang dijumpai kemudian. Nama Musafar Syah terdapat dalam naskah yang tersebut lebih dulu, sementara nama Mahmud Syah selaku pembangun kota Darud Dunia terdapat pada naskah yang tersebut ke-2. Suatu penemuan penting lain yakni makam dari sultan Musafar Syah, makam tersebut tidak di Meukuta Alam, ditempat dimana dia pernah memerintah, bakal tetapi ditemukan di suatu kampung bernama Biluy, IX mukim, yang letaknya termasuk dalam wilayah Aceh Besar juga. Pada batu nisannya bertuliskan tahun meninggalnya yaitu 902 Hijrah atau 1497 Masehi.
Aceh yakni salah satu Propinsi Indonesia yang terletak di ujung Barat Laut pulau Sumatera serta diapit oleh dua laut yaitu Lautan Indonesia serta Selat Malaka. Setelah 89 tahun nama Kutaraja dijadikan selaku ibukota Kerajaan Aceh Darussalam menggantikan nama Banda Aceh Darussalam, maka pada tahun 1963 Banda Aceh kembali dihidupkan berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum serta Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43. Sejak tanggal tersebut nama Banda Aceh kembali resmi menjadi ibukota Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
tidak cuma karna banyaknya versi serta sumber-sumber yang berbicara tentang riwayat Aceh masih sebatas mitos atau cerita rakyat, asal-usul Aceh masih belum terkuak dengan jelas. Seperti yang dituturkan oleh Lombard, sumber sejarah mengenai asalusul Aceh yang berupa cerita-cerita turun-temurun tersebut sukar diperiksa kebenarannya. Mitos tentang orang Aceh, tulis Lombard, misalnya seperti yang dikisahkan oleh seorang pengelana Barat yang sempat singgah di Aceh. John Davis, nama musair itu, mencatat Kalau orang Aceh mengganggap diri mereka keturunan dari Imael serta Hagar (Nabi Ismail serta Siti Hajar).
Tiga abad kemudian, Snouck Hugronje mengungkapkan Kalau dia pernah mendengar cerita tentang seorang ulama sekaligus hulubalang bernama Teungku Kutakarang, yang menganggap orang Aceh lahir dari percampuran orang Arab, Persi, serta Turki. Menurut analisis Lombard, hegemoni semacam ini sengaja diciptakan selaku bentuk perlawanan terhadap penjajah Eropa.
Dalam buku berjudul “Kerajaan-kerajaan Islam di Aceh” (2006) karya Rusdi Sui serta Agus Budi Wibowo, dikemukakan Kalau yang disebut Aceh yakni daerah yang sempat dinamakan selaku Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (sebelumnya bernama Provinsi Daerah Istimewa Aceh). Tetapi pada dikala Aceh masih menjadi sebuah kerajaan/kesultanan, yang dimaksud dengan Aceh yakni yang sekarang diketahui dengan Kabupaten Aceh Besar atau dalam bahasa Aceh disebut Aceh Rayeuk atau disebut juga dengan “Aceh Lhee Sagoe” (Aceh Tiga Sagi). tidak cuma itu, ada juga yang menyebutnya Aceh Inti (Aceh Proper) atau “Aceh yang sebenarnya” karna daerah itulah yang pada mulanya menjadi inti Kesultanan Aceh Darussalam sekaligus letak ibukotanya.
Nama Aceh sering juga dipakai oleh orang-orang Aceh buat menyebut ibukota kerajaannya yang bernama Bandar Aceh Darussalam. Terkait asal-usul nama Aceh sendiri belum ada kepastian yang menyebutkan dari mana serta kapan nama Aceh mulai digunakan. Orang-orang asing yang pernah datang ke Aceh menyebutnya dengan nama yang berbeda-beda. Orangorang Portugis serta Italia menyebutnya dengan nama ‘Achem,’ ‘Achen,’ serta ‘Aceh’; orang Arab menyebut ‘Asyi,’ ‘Dachem,’ ‘Dagin,’ serta ‘Dacin’; sementara orang Cina menyebutnya dengan nama ‘Atje’ serta ‘Tashi.’
Dalam karya Rusdi Sui serta Agus Budi Wibowo yang lain (Ragam Sejarah Aceh, 2004: 1-2), disebutkan Kalau selain buat penyebutan nama tempat, Aceh juga merupakan nama dari salah satu suku bangsa atau etnis penduduk asli yang mendiami Bumi Aceh. Terdapat cukup banyak etnis yang bermukim di wilayah Aceh, yakni etnis Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Aneuk, Jamee, Kluet, Simeulue, serta Singkil. Suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Aceh, termasuk suku bangsa Aceh itu Telah eksis sejak Aceh masih menjadi kerajaan/kesultanan.
Sementara itu, menurut penelitian K.F.H. van Langen yang termaktub dalam karya ilmiah berjudul “Susunan Pemerintahan Aceh Masa Kesultanan” (1986: 3), dituliskan Kalau penduduk asli Aceh menurut cerita-cerita rakyat disebut Ureueng Mante. Sejauh mana validitas riwayat itu serta apakah Mante termasuk dalam suku Mantra yang mendiami daerah antara Selangor serta Gunung Ophir di Semenanjung Tanah Melayu, menurut van Langen, yakni pertanyaan-pertanyaan yang perlu dipecahkan lagi dalam studi perbandingan bahasa Melayu-Polinesia. Sejauh masalah itu belum bisa dipecahkan, maka tetap bisa dianggap Kalau Mante yakni penduduk asal daerah Aceh, terutama karna nama itu tidak merujuk pada penduduk asal suku-suku bangsa lain.
Aceh yakni wilayah yang besar serta dulunya dihuni oleh beberapa pemerintahan besar pula. tidak cuma Kesultanan Aceh Darussalam serta Samudera Pasai, dulu ditanah Rencong ini juga pernah berdiri Kerajaan Islam Lamuri, bahkan cikal bakal kerajaan Aceh tidak terlepas dari kerajaan Lamuri. Salah seorang sultan yang populer dari Kerajaan Islam Lamuri yakni Sultan Munawwar Syah. Sultan inilah yang kemudian dianggap selaku moyangnya Sultan Aceh Darussalam yang terhebat, yakni Sultan Iskandar Muda. Pada akhir abad ke-15, dengan terjalinnya hubungan baik dengan kerajaan tetangganya, maka pusat singgasana Kerajaan Lamuri dipindahkan ke Mahkota Alam, yang dalam perkembangannya menjadi Kesultanan Aceh Darussalam.
Kerajaan Lamuri juga diketahui dengan banyak nama, antara lain yakni selaku berikut:
1. Indra Purba
2. Poli
3. Lamuri (seperti yang disebutkan oleh Marcopolo)
4. Ramini/Ramni atau Rami (seperti yang disebutkan oleh pedagang atau ulama Arab yaitu Abu Zayd Hasan,Sulayman ataupun Ibnu Batutah)
5. Lan-li, Lan-wuli serta Nanpoli (seperti yang disebut oleh orang Tionghoa).
berita tentang kerajaan Lamuri ini diperoleh dari prasasti yang di tulis pada masa raja Rajendra Cola I pada tahun 1030 di Tanjore (India Selatan). Serangan yang dilakukan oleh Rajendra Cola I mengakibatkan beberapa kerajaan di Sumatera serta semenanjung Melayu menjadi lemah, termasuk di dalamnya yakni Ilmauridacam (Lamuri). Penyerangan terhadap Lamuri di ujung pulau Sumatera dilakukan karna kerajaan Lamuri merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya yang sebelumnya juga pernah mendapatkan serangan dari kerajaan Cola pada tahun 1017 M. Dari sini bisa disimpulkan Kalau kerajaan Lamuri diperkirakan sudah mulai berdiri pada abad ke IX serta sudah memiliki angkatan perang yang kuat serta hebat.
Peristiwa penyerangan Cola terhadap kerajaan Lamuri yang berlangsung selama kurang lebih tiga abad serta kemudan dilanjutkan dengan serangan oleh Majapahit serta Cheng Ho, akhirnya membuat Lamuri menjadi kian lemah. Dari sinilah kemudian muncul beberapa kampung yang akhirnya disatukan kembali di bawah kekuasaan seorang raja. Kemudian terdengar pula mermacam nama menjelang lenyapnya Lamuri seperti Darul Kamal, Meukuta Alam, Aceh Darussalam (Darud Dunia).
Sejarawan Husein Djajadiningrat mengemukakan pendapat tentang urutan raja Lamuri yang pernah berkuasa berdasarkan dua naskah hikayah. Pertama (122) Hikayat yang berisi tentang raja Aceh (Lamuri) yang bernama Indra Syah (kemungkinan yang dimaksud yakni Maharaja Indra Sakti). Dalam hikayat tersebut juga menceritakan Kalau raja Indra Syah pernah berkunjung ke Cina. Cerita tentang Indra Syah dalam hikayat tersebut berhenti sampai di situ. kemudian dalam hikayat itu menceritakan Syah Muhammad serta Syah Mahmud, dua bersaudara putera dari raja.
Diceritakan juga mengenai Syah Sulaiman memiliki dua orang anak yaitu raja Ibrahim serta puteri Saiah. Sedangkan Syah Mahmud setelah menikah dengan bidadari Madinai Cendara juga memiliki dua orang anak yaitu, raja Sulaiman serta puteri Arkiah, kemudian Sulaiman di nikahkan dengan sepupunya Saiah serta Ibrahim dinikahkan dengan sepupunya yang bernama Arkiah, pernikahan ini merupakan usulan dari kakek mereka yang bernama raja Munawar Syah.
Dikatakan raja Munawar Syah yang pernah memerintah di kerajaan Lamuri. Hikayat ini juga menceritakan tentang lahirnya dua orang putera yang bernama Musafar Syah yang memerintah di Mekuta Alam serta Inayat Syah yang memerintah di Darul Kamal. Namun kedua raja ini selalu berperang, dalam peperangan tersebut raja Musafar Syah mampu menundukan Raja Munawar Syah. Kemudian Raja Musafar Syah menyatukan dinasti Meukuta Alam dengan dinasti Darul Kamal. Dan dikatakan juga Kalau Inayat Syah memiliki seorang putra bernama Firman Syah Paduka Almarhum, kemudian Firman Syah memiliki seorang putra yaitu Said Al-Mukammil yang memiliki beberapa orang anak diantaranya Paduka Syah Alam Puteri Indra Bangsa bunda Sri Sultan perkasa Alam Johan Berdaulat ( Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam ). Dengan demikian dapat diketahui Kalau Said Al-Mukammil merupakan kakek sultan Iskandar Muda dari garis keturunan ibu. tidak cuma itu Sultan Alaidin Al-Mukammil memiliki beberapa orang putera, salah satunya yakni sultan Muda Ali Riayat Syah (1604-1607 ), yang merupakan paman dari Sultan Iskandar Muda.
Naskah kedua (124) yang dimaksud dalam pembicaraan Husein Djajadiningrat mengenai hikayat raja-raja Lamuri ( Aceh ), dari hikayat ini yang dibuat silsilah yang dimaulai dari Sultan Johan Syah yang kemungkinan maksudnya yakni Meurah Johan atau Sultan Alauddin Johan Syah yang merupakan putera raja Lingge, Adi Genali. Dan kemudian menikah dengan Puteri Blieng Indra Kusuma. Berbeda dengan hikayat yang pertama, hikayat ini menentukan hari,tanggal serta bulan tahunnya. Pada permulaan disebutkan Kalau Johan Syah memerintah dimulai pada tahun Hijrah 601 atau sekitar tahun 1205 M, lamanya 30 tahun.
Sepeninggalan Johan Syah, ia digantikan oleh anaknya bakal tetapi tidadakdisebutkan namanya, setelah sultan kedua meninggal, ia digantikan oleh anakanya yang bernama Ahmad Syah yang memerintah selama 34 tahun 2 bulan 10 hari, hingga mangkatnya pada tahun 885 Hijrah. Setelah masa pemerintahan Ahmad Syah berakir, kekuasaan diserahkan kepada anaknya yang bernama sultan Muhammad Syah yang memerintah selama 43 tahun. Pada masa itu sultan Muhammad Syah memerintahkan pemindahan kota serta pembangunan kota baru yang diberi nama Darud Dunia, sultan Muhammad Syah meninggal pada tahun 708 Hijrah. Dilihat dari tahun meninggalnya Sultan Muhammad Syah, dapat dissimpulkan Kalau pembangunan Darud Dunia yakni sekitar tahun 700 Hijrah atau kira-kira tahun 1260 Masehi.
Sesudah sultan Muhammad Syah meninggal, maka tahta selaku raja digantikan oleh Mansur Syah yang memerintah selama 56 tahun 1 bulan 23 hari. Dia kemudian digantikan oleh anakanya yang bernama raja Muhammad pada tahun 811 Hijrah yang memerintah selama 59 tahun 4 bulan 12 hari serta meninggal pada tahun 870 Hijrah. Raja Muhammad kemudian digantikan oleh Husein Syah selama 31 tahun 4 bulan 2 hari buat kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama sultan Ali Riayat Syah yang memerintah selama 15 tahun 2 bulan 3 hari, meninggal pada tanggal 12 Rajab 917 Hijrah atau tahun 1511 Masehi.
Atas dasar hikayat-hikayat yang di telitinya itu, Husein Djajadiningrat Telah membuat urutan nama raja-raja Aceh (Lamuri). Yang memerintah semenjak Johan Syah (1205 Masehi ) selaku berikut;
1. Sultan Johan Syah Hijrah 601-631
2. Sultan Ahmad 631-662
3. Sri Sultan Muhammad Syah, anak Sultan ke-2, berumur setahun dikala mulai naik tahta pergi dari Kandang serta membangun kota Darud Dunia Hijrah 665-708
4. Firman Syah, anak Sultan ke-3 708-755
5. Mansur Syah 755-811
6. Alauddin Johan Syah, anak sultan ke-5, Mulanya bernama Mahmud 811-870
7. Sultan Husin Syah 870-901
8. Riayat Syah ( Mughayat Syah?-MS) 901-907
9. Salahuddin, digantikan oleh no.10 (adiknya) 917-946
10. Alauddin ( Alkahar?-MS) adik no.9. 946-975.
Dari data di atas kita dapat mengetahui urutan raja-raja yang pernah berkuasa, namun dari ke 10 nama raja-raja di atas, tidak ditemukan nama nama Sultan Musafar Syah, serta juga tidak ditemukan nama Inayat Syah serta Syamsu Syah. Padahal nama-nama itu dapat dibuktikan kebenarannya dari nukilan pada makam mereka yang dijumpai kemudian. Nama Musafar Syah terdapat dalam naskah yang tersebut lebih dulu, sementara nama Mahmud Syah selaku pembangun kota Darud Dunia terdapat pada naskah yang tersebut ke-2. Suatu penemuan penting lain yakni makam dari sultan Musafar Syah, makam tersebut tidak di Meukuta Alam, ditempat dimana dia pernah memerintah, bakal tetapi ditemukan di suatu kampung bernama Biluy, IX mukim, yang letaknya termasuk dalam wilayah Aceh Besar juga. Pada batu nisannya bertuliskan tahun meninggalnya yaitu 902 Hijrah atau 1497 Masehi.