Piagam Jakarta (Jakarta Charter)
Sabtu, April 22, 2017
Piagam Jakarta merupakan dokumen historis yang menggambarkan kompromi antara golongan Islam serta Nasionalis dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) buat menjembatani perbedaan dalam agama serta negara. Piagam Jakarta disebut juga "Jakarta Charter." Piagam Jakarta disusun dalam rapat Panitia Sembilan atau 9 tokoh Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945.

Foto: Pinterest
Baca Juga
Piagam Jakarta berisi nilai-niali perlawanan terhadap imperialisme, kolonialisme, serta fasisme, serta selaku awal dari pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Piagam Jakarta lebih tua dari Piagam Perdamaian San Francisco (26 Juni 1945) serta Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945). Dokumen ini merupakan sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan serta Konstitusi Republik Indonesia.
Bunyinya "Piagam Jakarta" ialah seperti berikut:

"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, serta oleh sebab itu maka pendjadjahan di atas dunia perlu dihapuskan, karna tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan serta perikeadilan.
Dan perdjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia Sudah sampailah kepada ketika jang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakjat Indonesia kedepan pintu-gerbang Negara Indonesia, jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil serta makmur.
Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, serta dengan didorongkan oleh keinginan-luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka Rakjat Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaannja.
Kemudian dari pada itu membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia jang melindungi segenap Bangsa Indonesia serta seluruh tumpah-darah Indonesia, serta buat memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan Bangsa serta ikut mengadakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia jang berkedaulatan Rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknja; menurut serta kemanusiaan jang adil serta beradab, persatuan Indonesia serta kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat-kebidjaksanaan dalam permusjarawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakjat Indonesia."
Djakarta, 22-6-2605
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI)
Panitia Sembilan
- Ir.Sukarno
- Drs. Mohammad Hatta
- Mr .A.A. Maramis
- Abikusno Tjokrosujoso
- Abdulkahar Muzakir
- H.A. Salim
- Mr Achmad Subardjo
- K.H Wachid Hasjim
- Mr Muhammad Yamin
Dalam naskah tersebut terdapat antara lain kata-kata: "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."Pada sore hari tanggal 17 Agustus 1945, Hatta didatangi oleh seorang perwira angkatan laut Jepang yang menyampaikan keberatan para tokoh Indonesia bagian Timur atas pemakaian kata-kata tersebut, sebab berarti rumusan itu tidak berlaku bagi pemeluk agama lain. Penyampaian ini dilakukan buat menghindari perpecahan esoknya sebelum sidang PPKI.
Hatta kemudian mengadakan pembicaraan dengan tokoh-tokoh Islam. Mereka setuju buat menghilangkan kata-kata tersebut serta menggantinya dengan kata "Yang Maha Esa," dengan rumusannya menjadi " Ketuhanan Yang Maha Esa." Kesepakatan ini diterima oleh sidang PPKI, meskipin tidak oleh semua golongan Islam. Piagam Jakarta yang sudah mengalami perubahan itu kemudian ditetapkan selaku pembukaan UUD 1945.
Piagam Jakarta itulah yang menjadi Mukaddimah (preambule) Konstitusi Republik Indonesia serta Undang-undang Dasar 1945, disusun menurut filosofi politik yang ditentukan di dalam piagam-persetujuan itu. Piagam Jakarta berisi pula kalimat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang dinyatakan tanggal 17 Agustus 1945. Piagam Jakarta itulah yang menandai Proklamasi serta Konstitusi.