Kemalangan Suku Pribumi Amerika
Sabtu, Agustus 31, 2019
Seperti juga di timur, perluasan kepada dataran-dataran serta pegunungan oleh para penambang, peternak serta para penetap membawa pertikaian yang meningkat dengan para suku asli di wilayah Barat. Banyak suku asli Amerika – dari suku Utes di Great Basin sampai ke suku Nez Perces di Idaho – berperang melawan orang kulit putih sesekali waktu. Namun suku Sioux di dataran Utara serta Apache di barat daya yang memberikan perlawanan paling signifikan terhadap kemajuan perbatasan. Dipimpin oleh pemimpin-pemimpin cerdik seperti red Cloud serta Crazy horse, suku Sioux khususnya, sangat mahir pada pertempuran cepat di atas kuda. Para Apache juga sama mahirnya serta sangat sulit ditangkap, bertempur pada medan tempur mereka di padang-padang gurun serta lembah-lembah.
Pertikaian dengan para Indian dataran makin memburuk setelah kejadian membuat Dakota (bagian dari negara suku Sioux), yang mengumumkan perang melawan pemerintahan Amerika Serikat karna keluhan yang tidak kunjung ditanggapi, membunuh lima penduduk kulit putih. Pemberontakan serta peperangan terus berlanjut selama Perang Saudara. Pada 1876 perang besar terakhir suku Sioux meletus, dikala perebutan emas di Dakota memasuki wilayah Black hills. Pasukan tentara seharusnya menjaga agar para penambang tidak memasuki daerah berburu suku Sioux, namun dengan ogah-ogahan melindungi tanah suku Sioux. Namun dikala mereka diperintahkan buat bertindak atas sekelompok suku Sioux yang berburu memasuki sedikit daerah kekuasaan mereka, mereka bergerak dengan sangat cepat serta ganas.
jauh sebelum ini, kehidupan para Indian dataran sudah dihancurkan oleh populasi orang kulit putih yang berkembang, kedatangan perusahaan kereta api serta pembantaian bantengbanteng, hampir dipunahkan dalam satu dekade setelah 1870 oleh perburuan liar para pendatang. Perang Apache di barat daya terus berlangsung sampai pada 1886, pemimpin terakhir mereka, Geronimo, tertangkap.
kebijakan pemerintah sejak adminitrasi monroe sebenarnya sudah berfokus pada pemindahan para suku asli keluar jangkauan para pendatang kulit putih. Namun dengan tidak terhindarkan, kawasan perlindungan para Indian menjadi makin kecil serta makin padat. Beberapa warga Amerika mulai memprotes perlakuan pemerintah terhadap suku Indian. helen hunt jackson, selaku contohnya, menulis buku berjudul A Century of Dishonor (1881), yang mendramatisir kemalangan mereka serta membuka hati nurani negeri itu. Banyak tokoh reformasi percaya Kalau suku-suku asli seharusnya dibaurkan dengan kebudayaan yang dominan. Pemerintahan federal bahkan membangun sekolah di Carlisle, Pennsylvania, dalam usahanya buat menanamkan nilai-nilai serta kepercayaan orang kulit putih kepada kaum muda suku Indian. (Di sekolah inilah jim thorpe, yang sering dianggap selaku atlit terbaik yang pernah dilahirkan Amerika Serikat, memperolehkan kemahsyurannya di kesatu abad ke-20.)
Pada 1887 Undang-undang Dawes (Pembagian Umum) memutarbalikkan kebijakan pemerintah atas suku pribumi Amerika, memampukan presiden buat membagi-bagi tanah suku Indian serta membagi-bagi 65 hektar tanah kepada masing-masing kepala keluarga. tanah yang dibagi tersebut dipercayakan kepada pemerintah selama 25 tahun, serta setelah itu pemilik tanah berhak atas kepemilikan penuh serta kewarganegaraan. tanah yang dibagikan, ditawarkan kepada para pendatang buat dijual. kebijakan ini, sekalipun berniat baik, ternyata membawa bencana, karna mengijinkan perampasan lebih banyak bakal tanah para suku pribumi Amerika. Dan lagi, serangan terhadap organisasi suku masyarakat asli menyebabkan lebih banyak lagi kekacauan kepada budaya tradisional. Pada 1934 kebijakan Amerika Serikat diputarbalikkan kembali dengan Undang-undang pengorganisiran kembali para Indian, yang mencoba buat melindungi kehidupan kebudayaan Indian di daerah-daerah perlindungan.
Pertikaian dengan para Indian dataran makin memburuk setelah kejadian membuat Dakota (bagian dari negara suku Sioux), yang mengumumkan perang melawan pemerintahan Amerika Serikat karna keluhan yang tidak kunjung ditanggapi, membunuh lima penduduk kulit putih. Pemberontakan serta peperangan terus berlanjut selama Perang Saudara. Pada 1876 perang besar terakhir suku Sioux meletus, dikala perebutan emas di Dakota memasuki wilayah Black hills. Pasukan tentara seharusnya menjaga agar para penambang tidak memasuki daerah berburu suku Sioux, namun dengan ogah-ogahan melindungi tanah suku Sioux. Namun dikala mereka diperintahkan buat bertindak atas sekelompok suku Sioux yang berburu memasuki sedikit daerah kekuasaan mereka, mereka bergerak dengan sangat cepat serta ganas.
source: westernexpansionvalerie.weebly.com
Pada 1876, setelah beberapa pertempuran kecil, kolonel George Custer, dengan sepasukan kecil pasukan pejalan kakinya bertemu dengan pasukan besar suku Sioux serta para sekutunya di Sungai Little Bighorn. Custer serta pasukannya dihancurkan total. Namun, perlawanan para suku asli Amerika tidak lama kemudian berhasil ditekan. kemudian, pada 1890, ritual tarian hantu di penampungan Sioux bagian utara di Wounded knee, Dakota Selatan, berujung pada pemberontakan serta pertempuran akhir yang tragis yang membawa kematian kepada hampir 300 pria, wanita, serta anak-anak Siouxjauh sebelum ini, kehidupan para Indian dataran sudah dihancurkan oleh populasi orang kulit putih yang berkembang, kedatangan perusahaan kereta api serta pembantaian bantengbanteng, hampir dipunahkan dalam satu dekade setelah 1870 oleh perburuan liar para pendatang. Perang Apache di barat daya terus berlangsung sampai pada 1886, pemimpin terakhir mereka, Geronimo, tertangkap.
kebijakan pemerintah sejak adminitrasi monroe sebenarnya sudah berfokus pada pemindahan para suku asli keluar jangkauan para pendatang kulit putih. Namun dengan tidak terhindarkan, kawasan perlindungan para Indian menjadi makin kecil serta makin padat. Beberapa warga Amerika mulai memprotes perlakuan pemerintah terhadap suku Indian. helen hunt jackson, selaku contohnya, menulis buku berjudul A Century of Dishonor (1881), yang mendramatisir kemalangan mereka serta membuka hati nurani negeri itu. Banyak tokoh reformasi percaya Kalau suku-suku asli seharusnya dibaurkan dengan kebudayaan yang dominan. Pemerintahan federal bahkan membangun sekolah di Carlisle, Pennsylvania, dalam usahanya buat menanamkan nilai-nilai serta kepercayaan orang kulit putih kepada kaum muda suku Indian. (Di sekolah inilah jim thorpe, yang sering dianggap selaku atlit terbaik yang pernah dilahirkan Amerika Serikat, memperolehkan kemahsyurannya di kesatu abad ke-20.)
Pada 1887 Undang-undang Dawes (Pembagian Umum) memutarbalikkan kebijakan pemerintah atas suku pribumi Amerika, memampukan presiden buat membagi-bagi tanah suku Indian serta membagi-bagi 65 hektar tanah kepada masing-masing kepala keluarga. tanah yang dibagi tersebut dipercayakan kepada pemerintah selama 25 tahun, serta setelah itu pemilik tanah berhak atas kepemilikan penuh serta kewarganegaraan. tanah yang dibagikan, ditawarkan kepada para pendatang buat dijual. kebijakan ini, sekalipun berniat baik, ternyata membawa bencana, karna mengijinkan perampasan lebih banyak bakal tanah para suku pribumi Amerika. Dan lagi, serangan terhadap organisasi suku masyarakat asli menyebabkan lebih banyak lagi kekacauan kepada budaya tradisional. Pada 1934 kebijakan Amerika Serikat diputarbalikkan kembali dengan Undang-undang pengorganisiran kembali para Indian, yang mencoba buat melindungi kehidupan kebudayaan Indian di daerah-daerah perlindungan.