Mohammad Hatta: Bapak Proklamator Indonesia
Senin, September 30, 2019
Pemerintah kolonial Belanda barangkali menyesal memberi izin Hatta ke Belanda. Dia begitu kalem, santun, serta murah senyum. Awalnya ia dikirim cuma buat belajar ekonomi di sekolah dagang Nederland Handelshogeschool Rotterdam. Akan tetapi, ia kemudian mulai radikal ketika masuk serta bahkan memimpin Indonesische Vereeniging. Puncaknya ketika ia mengucap pledoinya yang berani bertajuk Indonesia Merdeka, “Cepat atau lambat setiap rakyat yang ditindas bakal merebut kembali kebebasannya, itulah hukum besi sejarah dunia”. Pria santun ini berubah menjadi radikal ketika memperjuangkan kemerdekaan kaum pribumi Hindia [Indonesia].
Mohammad Hatta lahir dengan nama kecil Mohammad Chattar yang kemudian dipanggil dengan nama kesayangan Khatta, lama-kelamaan nama itu berubah menjadi Hatta. Jadilah ia bernama Mohammad Hatta. Ayahnya, Mohammad Djamil, merupakan anggota keluarga ulama terkemuka di Minangkabau yang meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Ibunya, Siti Saleha, datang dari keluarga pedagang yang terpandang. Hatta seorang yang tekun belajar. Dia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu Fort de Kock serta melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School [ELS] di Padang pada 1913 hingga 1916. Saat usia 13 tahun, sebenarnya ia Telah lulus ujian masuk HBS di Batavia, namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat usianya yang masih muda. Akhirnya ia melanjutkan studi ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs [MULO] di Padang. Baru pada 1919, ia pergi ke Batavia buat studi di Sekolah Tinggi Dagang “Prins Hendrik”. Dia menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik pada 1921. Di tahun itu juga, Hatta selekasnya berlayar ke Rotterdam buat melanjutkan studi ekonomi serta meraih gelar Doktorandus pada 1932.
Dalam bidang pergerakan, semenjak di Padang, Hatta Telah bergabung dengan Jong Sumatranen Bond. Sejak di Batavia, ia Telah menulis artikel yang kritis. Saat di Belanda, ia selekasnya bergabung dengan Perhimpunan Indonesia, masih menulis kritis di koran Suara Hindia, hingga berurusan dengan pengadilan di Belanda pada 1927. Selepas enam bulan ditahan, dalam sebuah sidang di Den Haag, ia mengucapkan pidato yang terkenal, Indonesia Vrij, Indonesia Merdeka. Dia menuntut Belanda membebaskan Hindia Belanda [Indonesia] dari kolonialisme negeri Belanda. Pada 1932, ia kembali ke tanah air serta selekasnya menjadi pemimpin PNI baru pada 1933 hingga 1934. Tak lama kemudian, Hatta dibuang ke Boven Digul pada 1935 hingga 1936, lalu dipindah ke Bandanaera hingga 1942. Terhitung 6 tahun lebih Hatta berada di pengasingan luar Jawa.
Semenjak kedatangan bala fasis Jepang, Hatta Telah bebas serta selekasnya menjadi orang penting karna dilibatkan dalam Putera selaku salah satu pimpinan, ia juga menjadi bagian penting dari BPUPKI hingga PPKI. Dalam situasi genting detik-detik proklamasi, ia ikut diculik pemuda di Rengasdengklok. Lalu ikut menandatangani serta mendampingi Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Tanpa Hatta, Proklamasi tak bakal lengkap. Dia lalu diangkat menjadi wakil presiden awal Indonesia.
Hatta kemudian menjadi ketua delegasi RI ke KMB di Belanda tahun 1949 serta menerima penyerahan kedaulatan Republik Indonesia dari Ratu Juliana. Dia kemudian menjadi perdana menteri merangkap menteri luar negeri ketika Indonesia berbentuk RIS pada 1950. Sejak Indonesia kembali ke bentuk negara kesatuan, ia sekali lagi terpilih menjadi wakil presiden serta menjadi dwitunggal dengan Soekarno. Enam tahun kemudian, ia memilih mengundurkan diri selaku wakil presiden RI. Mohammad Hatta masih dianggap selaku bapak bangsa meski tak lagi menjabat jabatan publik hingga ia meninggal dunia di Jakarta dalam usia 77 tahun serta dimakamkan di Tanah Kusir. Atas jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan serta juga memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pemerintah memberikan dua gelar dalam waktu terpisah. Pertama, gelar Pahlawan Proklamator yang diberikan oleh presiden Soeharto pada 1986. Kedua, gelar Pahlawan Nasional yang diberikan oleh presiden SBY pada 2012.
Sumber: Ensiklopedi Sejarah Nasional
Mohammad Hatta lahir dengan nama kecil Mohammad Chattar yang kemudian dipanggil dengan nama kesayangan Khatta, lama-kelamaan nama itu berubah menjadi Hatta. Jadilah ia bernama Mohammad Hatta. Ayahnya, Mohammad Djamil, merupakan anggota keluarga ulama terkemuka di Minangkabau yang meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Ibunya, Siti Saleha, datang dari keluarga pedagang yang terpandang. Hatta seorang yang tekun belajar. Dia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu Fort de Kock serta melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School [ELS] di Padang pada 1913 hingga 1916. Saat usia 13 tahun, sebenarnya ia Telah lulus ujian masuk HBS di Batavia, namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat usianya yang masih muda. Akhirnya ia melanjutkan studi ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs [MULO] di Padang. Baru pada 1919, ia pergi ke Batavia buat studi di Sekolah Tinggi Dagang “Prins Hendrik”. Dia menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik pada 1921. Di tahun itu juga, Hatta selekasnya berlayar ke Rotterdam buat melanjutkan studi ekonomi serta meraih gelar Doktorandus pada 1932.
Baca Juga
Hatta kemudian menjadi ketua delegasi RI ke KMB di Belanda tahun 1949 serta menerima penyerahan kedaulatan Republik Indonesia dari Ratu Juliana. Dia kemudian menjadi perdana menteri merangkap menteri luar negeri ketika Indonesia berbentuk RIS pada 1950. Sejak Indonesia kembali ke bentuk negara kesatuan, ia sekali lagi terpilih menjadi wakil presiden serta menjadi dwitunggal dengan Soekarno. Enam tahun kemudian, ia memilih mengundurkan diri selaku wakil presiden RI. Mohammad Hatta masih dianggap selaku bapak bangsa meski tak lagi menjabat jabatan publik hingga ia meninggal dunia di Jakarta dalam usia 77 tahun serta dimakamkan di Tanah Kusir. Atas jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan serta juga memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pemerintah memberikan dua gelar dalam waktu terpisah. Pertama, gelar Pahlawan Proklamator yang diberikan oleh presiden Soeharto pada 1986. Kedua, gelar Pahlawan Nasional yang diberikan oleh presiden SBY pada 2012.
Sumber: Ensiklopedi Sejarah Nasional