Nyai Ahmad Dahlan: Pejuang Aisyiyah
Sabtu, September 14, 2019
Apabila Ahmad Dahlan berhasil mendirikan Muhammadiyah, istrinya bernama Siti Walidah merintis organisasi perempuan berbasis Islam modern, Aisyiyah. Meskipun tak lepas dari induknya, yakni Muhammadiyah, tetapi Aisyiyah mampu berkembang besar menjadi salah satu organisasi perempuan terbesar se-Indonesia.
Pendiri Aisyiyah bernama kecil Siti Walidah. ia lahir serta besar di kampung Kauman Yogyakarta. Lingkungan Siti Walidah merupakan lingkungan Islami, ayahnya yakni pemuka Agama Islam serta Penghulu resmi Keraton, Kyai Haji Fadhil. Sejak kecil Siti Walidah Sudah mendapat pendidikan agama. Karena alasan adat yang ketat, setiap anak perempuan dalam lingkungan Keraton Yogyakarta perlu kena pingit, tinggal di rumah hingga datang saatnya buat menikah. Siti Walidah tak pernah mengenyam pendidikan umum kecuali pendidikan agama yang didapat dari ayahnya.
Meskipun tak pernah merasakan sekolah umum, Nyai Ahmad Dahlan memiliki pandangan luas. Hal itu disebabkan karna kedekatannya dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah, juga tokoh bangsa yang juga merupakan Sobat seperjuangan suaminya. Sebagai istri dari seorang pemuka agama berpikiran revolusioner, kerap kecaman serta tentangan, Siti Walidah belajar paham maksud tujuan sang suami, ia tetap mendukung gagasan serta ide suaminya dalam menyebarluaskan pemikiran-pemikirannya.
Mulanya, Siti Walidah cuma berperan selaku istri yang menyokong secara moral Ahmad Dahlan. Namun, sejak tahun 1914, ia mulai terlibat langsung dalam kegiatan Muhammadiyah dengan ikut merintis kelompok pengajian wanita Sopo Tresna.
Pengajian tersebut mengkaji tentang ilmu agama, Siti Walidah juga menjadi salah satu pembicaranya. Lama-kelamaan pengajian tersebut menunai sukses serta anggota kian banyak. Nyai Ahmad Dahlan lantas berpikiran buat mengembangkan Sopo Tresno menjadi sebuah organisasi kewanitaan berbasis Agama Islam. Tepat di malam peringatan Isra’ Mi’raj, pada tanggal 22 April 1917, berdirilah sebuah organisasi Islam bagi kaum perempuan bernama Aisyiyah, serta dipilih selaku ketua yakni Siti Bariyah. Lima tahun setelah didirikan, pada tahun 1923 Aisyiyah resmi menjadi bagian dari Muhammadiyah. Tahun 1927 Aisyiyah berubah menjadi Majelis Aisyiyah. Tahun 2005 dalam Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang organisasi Aisyiyah ditingkatkan statusnya menjadi organisasi berotonomi khusus. tidak cuma Aisiyiah, Siti Walida juga mendirikan Siswa Praja Wanita pada tahun 1919, organisasi tersebut kemudian berkembang serta berganti nama menjadi Nasyiatul Aisyiyah.
Siti Walidah meninggal dunia usia 74 tahun pada tanggal 31 Mei 1946. Pada 22 September 1971, selaku penghormatan karna usahanya dalam menyebarluaskan Agama Islam serta mendidik perempuan, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya.
Sumber: Ensiklopedi Pahlawan Nasional