Mohammad Yamin: Cendekia Sawahlunto
Rabu, September 04, 2019
ia sarjana hukum, aktivis, sastrawan, penulis, tokoh politik, juga seorang negarawan. Namanya Mohammad Yamin, lahir di Sawahlunto, Sumatra Barat pada 23 Agustus. Yamin mendapatkan pendidikan pertamanya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang, kemudian melanjutkannya ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta. Di AMS Yogyakarta, ia mulai mempelajari sejarah purbakala serta mermacam bahasa seperti Yunani, Latin, serta Kaei. Setelah tamat, ia berniat melanjutkan pendidikan ke Leiden, namun tak menjadi dikarenakan ayahnya meninggal dunia. ia kemudian menjalani kuliah di Recht Hogeschool (RHS), Sekolah Tinggi Hukum Hindia Belanda yang kemudian menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Yamin berhasil memperoleh gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) pada tahun 1932.
Sewaktu muda, Mohammad Yamin giat serta menonjol dalam pergerakan politik, antara lain: ketua Jong Sumatranen Bond (1926- 1928), ketua Indonesia Muda (1928), serta turut mencetuskan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 di Batavia. Dalam kegiatan kepartaian, ia seorang tokoh Partindo (1932-1938), Gerindo serta kemudian Perpindo. ia termasuk dalam anggota Volksraad (Dewan Rakyat Hindia Belanda) 1938-1942.
Semasa pendudukan Jepang (1942-1945), Mohammad Yamin bertugas pada Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah organisasi nasionalis yang disokong oleh pemerintah Jepang. ia ialah salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang BPUPKI, Yamin berpendapat agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam konstitusi negara. ia juga mengusulkan agar wilayah Indonesia pasca kemerdekaan mencakup Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, Timor Portugis, serta semua wilayah bekas Hindia Belanda.
Setelah kemerdekaan, Mohammad Yamin kerap dilantik buat mengisi jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan. ia dipercaya selaku penasihat delegasi Indonesia ke Konferensi Meja Bundar (1949), Menteri Kehakiman (1951), Menteri Penerangan, ketua Dewan Perancang Nasional (Depemas), anggota DPR-RIS yang kemudian menjadi DPR-RI (sejak 1950), anggota DPR-RI serta Badan Konstituante hasil pemilihan umum 1955, anggota DPRGR serta MPRS setelah Dekrit Presiden 1959, penasihat Lembaga Pembinaan Hukum Nasional, anggota Dewan Pertahanan Nasional, anggota Staf Pembantu Panglima Besar Komando Tertinggi Operasi Ekonomi Seluruh Indonesia, anggota Panitia Pembina Jiwa Revolusi, serta ketua Dewan Pengawas LKBN Antara (1961-1962).
ebagai penulis, buku karyanya banyak yang mengandung unsur sejarah serta kenegaraan. Beberapa karya tersebut antara lain: Naskah Persiapan Undang-undang Dasar (1960; 3 jilid), Ketatanegaraan Majapahit (7 jilid), Sang Merah Putih 6000 tahun; Tanah Air (kumpulan puisi, 1922), Ken Arok serta Ken Dedes (drama, 1934), Tan Malaka (1945), Sapta Dharma (1950), Proklamasi serta Konstitusi Republik Indonesia (1951), Kebudayaan Asia Afrika (1955), Konstitusi Indonesia dalam Gelanggang Demokrasi (1956). tidak cuma menulis sendiri, ia sempat menerjemahkan karya Rabindranath Tagore serta Shakespeare.
Mohammad Yamin meninggal dunia di Jakarta pada 17 Oktober 1962 serta dikebumikan di Talawi, Kabupaten Sawahlunto, Sumatra Barat. Mendapat anugerah Bintang Mahaputera Republik Indonesia serta diangkat selaku Pahlawan Nasional pada 6 November 1973.
Sumber: Ensiklopedi Pahlawan Nasional
Sewaktu muda, Mohammad Yamin giat serta menonjol dalam pergerakan politik, antara lain: ketua Jong Sumatranen Bond (1926- 1928), ketua Indonesia Muda (1928), serta turut mencetuskan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 di Batavia. Dalam kegiatan kepartaian, ia seorang tokoh Partindo (1932-1938), Gerindo serta kemudian Perpindo. ia termasuk dalam anggota Volksraad (Dewan Rakyat Hindia Belanda) 1938-1942.
Semasa pendudukan Jepang (1942-1945), Mohammad Yamin bertugas pada Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah organisasi nasionalis yang disokong oleh pemerintah Jepang. ia ialah salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang BPUPKI, Yamin berpendapat agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam konstitusi negara. ia juga mengusulkan agar wilayah Indonesia pasca kemerdekaan mencakup Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, Timor Portugis, serta semua wilayah bekas Hindia Belanda.
Baca Juga
Setelah kemerdekaan, Mohammad Yamin kerap dilantik buat mengisi jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan. ia dipercaya selaku penasihat delegasi Indonesia ke Konferensi Meja Bundar (1949), Menteri Kehakiman (1951), Menteri Penerangan, ketua Dewan Perancang Nasional (Depemas), anggota DPR-RIS yang kemudian menjadi DPR-RI (sejak 1950), anggota DPR-RI serta Badan Konstituante hasil pemilihan umum 1955, anggota DPRGR serta MPRS setelah Dekrit Presiden 1959, penasihat Lembaga Pembinaan Hukum Nasional, anggota Dewan Pertahanan Nasional, anggota Staf Pembantu Panglima Besar Komando Tertinggi Operasi Ekonomi Seluruh Indonesia, anggota Panitia Pembina Jiwa Revolusi, serta ketua Dewan Pengawas LKBN Antara (1961-1962).
ebagai penulis, buku karyanya banyak yang mengandung unsur sejarah serta kenegaraan. Beberapa karya tersebut antara lain: Naskah Persiapan Undang-undang Dasar (1960; 3 jilid), Ketatanegaraan Majapahit (7 jilid), Sang Merah Putih 6000 tahun; Tanah Air (kumpulan puisi, 1922), Ken Arok serta Ken Dedes (drama, 1934), Tan Malaka (1945), Sapta Dharma (1950), Proklamasi serta Konstitusi Republik Indonesia (1951), Kebudayaan Asia Afrika (1955), Konstitusi Indonesia dalam Gelanggang Demokrasi (1956). tidak cuma menulis sendiri, ia sempat menerjemahkan karya Rabindranath Tagore serta Shakespeare.
Mohammad Yamin meninggal dunia di Jakarta pada 17 Oktober 1962 serta dikebumikan di Talawi, Kabupaten Sawahlunto, Sumatra Barat. Mendapat anugerah Bintang Mahaputera Republik Indonesia serta diangkat selaku Pahlawan Nasional pada 6 November 1973.
Sumber: Ensiklopedi Pahlawan Nasional