Dinasti Ghaznawiyah

Nama Gaznawiyah diambil dari kota tempat dinasti ini berada, yaitu Gaznah. Pendiri awal dinasti ini ialah Albtakin, salah satu panglima Dinasti Samaniyah, pada tahun 351 Hijriah/962 Masehi. Tak lama kemudian, dinasti ini dipimpin Sabaktakin. Sebagian ahli sejarah menuturkan, Albtakin termasuk anak cucu raja terakhir Persia dari Dinasti Sasaniyah.

Sabaktakin menguasai sebagian wilayah Dinasti Samaniyah. Sepeninggal Sebaktakin, pemerintahan dipegang putranya, Mahmud AlGaznawi, raja terbesar dari dinasti ini. Dialah yang memproklamasikan kemerdekaan Dinasti Gaznawiyah dari kekuasaan Dinasti Samaniyah. ia memerintah mulai tahun 389 Hijriah sampai 421 Hijriah.

Mahmud memperluas wilayah dinastinya ke Timur. ia menguasai Ghazz Turki serta Bukhara. Kemudian, dia menyerang India sampai Punjab, Sind, Nepal, Pegunungan Himalaya, Balkan, serta Kashmir. Mahmud menjadikan Lahore selaku ibu kotanya. Pada masa pemerintahannya, Dinasti Gaznawiyah mencapai masa-masa keemasan serta mempunyai wilayah paling luas, sampai ke Iran, seberang Sungai Amudaria, serta India Utara. Saat itu, Gaznawiyah termasuk negara Islam paling besar dan kuat. Sepeninggal Mahmud, kedua anaknya ikut berebut kekuasaan, yaitu Muhammad serta Mas’ud.

Dinasti Saljuk menyerang serta berhasil menggulingkan Dinasti Gaznawiyah di Iran pada tahun 432 Hijriah/1040 Masehi. Gaznawiyah mundur ke arah Timur serta runtuh pada tahun 579 Masehi/1183 Masehi di tangan Dinasti Ghauriyah.

Di bawah pemerintahan Sultan Mahmud, Al-Firdausi menyelesaikan karya syair besarnya yang selalu dikenang, yang diberi judul Kitab Al Muluk atau Asy-Syahnamah. Al-Firdausi butuh waktu tiga puluh tahun buat menyelesaikan karya tersebut, yang berisi sejarah raja-raja Persia serta pemerintahannya sejak awal kali sampai ditaklukkan bangsa Arab. Isinya sekitar enam puluh ribu bait syair. Asy-Syahnamah termasuk syair yang paling populer di Timur serta paling panjang di seluruh dunia. Syair ini juga Sudah diterjemahkan ke mermacam bahasa, di antaranya ke dalam bahasa Arab oleh Al Bandari. Setelah menyelesaikannya, Al-Firdausi menghadiahkannya kepada Sultan Mahmud al-Gaznawi.termasuk khalifah paling besar dalam sejarah Islam. Di samping selaku kepala pemerintahan serta panglima perang yang gagah berani, dia juga berwawasan luas, mencintai ilmu pengetahuan, menyukai pembangunan, serta memerhatikan sastra.

Sumber: Atlas Sejarah Islam

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel