Sutan Syahrir: The Smiling Diplomat
Kamis, September 19, 2019
Sutan Syahrir merupakan salah satu tokoh yang berjasa diawal berdirinya negara Indonesia. Namanya tercatat selaku perdana menteri awal dalam pemerintahan Parlementer Republik Indonesia. dia merupakan seorang yang piawai berargumen. Salah satu korban mulut Syahir yakni Van Kleff ens, diplomat Belanda yang argumennya berhasil dipatahkan Syahrir dalam diplomasi PBB ketika Agresi Militer I. Kegagalan Kleffens ialah sesuatu yang memalukan bagi Belanda, karna seorang diplomat ulung berpengalaman di gelanggang internasional mampu dibantah oleh diplomat muda dari negeri yang baru Sahaja lahir. Karena keahliannya tersebut, Syahrir dijuluki “The Smiling Diplomat”.
Syahrir kecil menempuh pendidikan MULO di medan kemudian lanjut ke AMS Bandung. Meski masih remaja, ia sudah aktif dalam pelbagai organisasi dengan menjadi anggota Patria Squenteque (Untuk Tanah Air serta Bangsa). dia turut pula mendirikan Jong Indonesia yang kemudian berganti nama menjadi Pemuda Indonesia. Di tahun 1929, Syahrir berangkat ke Nederland buat kuliah ilmu hukum. Di negeri Belanda, Syahrir pun giat menjadi aktivis politik Perhimpunan Indonesia. Bersama Mohammad Hatta ia pernah memimpin delegasi Indonesia buat kongres bangsa-bangsa di Brussel (Belgia). Dari sini ia berkenalan dengan Jawahalal Nehru. Tahun 1932 Syahrir pulang ke tanah air meski studinya belum selesai. Pada waktu itu, pergerakan nasional tengah mengalami tekanan berat Pemerintah Hindia Belanda setelah Soekarno ditangkap. dia kemudian mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia yang lebih diketahui dengan PNI-Baru. Partai ini dijadikan wadah buat mendidik kader-kader pemimpin serta menanamkan kesadaran politik kepada rakyat. Karena kegiatan politik tersebut, tahun 1934, ia ditangkap serta Januari 1935 dibuang ke Digul, Irian Jaya, lalu dipindahkan ke Banda Neira, serta akhirnya ke Sukabumi, Jawa Barat.
Pada masa pendudukan Jepang, Syahrir memimpin gerakan bawah tanah menentang Pemerintah Jepang. dia mendapat informasi perkembangan dunia internasional lewat radio yang berhasil disembunyikannya dari penyegelan Jepang. Pada 14 Agustus 1945 ia mengetahui Jepang menyerah kepada Sekutu, kemudian mendesak Soekarno serta Mohammad Hatta lekas memproklamasikan kemerdekaan.
Pada November 1945, Syahrir diangkat selaku perdana menteri memimpin kabinet parlementer serta berjuang dengan cara diplomasi agar Indonesia memperoleh pengakuan dari Belanda serta internasional. Usahanya melahirkan Perjanjian Linggarjati pada Maret 1947. Tatkala Belanda melancarkan Agresi Militer I bulan Juli 1947, lewat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Syahrir berjuang agar badan internasional itu memerintahkan Belanda menghentikan agresi militernya. Namun, ketika Agresi Militer II, ia ditangkap serta dibawa ke Belanda. Syahrir kembali setelah pada 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia
Sekembalinya ke Indonesia ia mencurahkan pikiran serta tenaganya dalam partai. Partai Rakyat Sosialis (PARAS) didirikannya tanggal 20 November 1945. PARAS lalu bergabung dengan Partai Sosialis yang dipimpin Amir Syarifudin. Bukan lama kemudian ia mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Pergerakan Syahrir dalam PSI membuat hubungannya dengan Soekarno renggang sampai-sampai PSI dibubarkan tahun 1960. Bahkan, tahun 1962, Syahrir ditangkap serta dipenjarakan tanpa diadili. Pada 1965 Syahrir menderita terserang stroke, ia diizinkan berobat ke Zurich, Swiss. Sutan Syahrir meninggal di sana pada tanggal 9 April 1966. Jenazahnya dipulangkan ke Indonesia serta dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Sumber: Ensiklopedia Pahlawan Nasional
Pengarang: Kuncoro Hadi
Syahrir kecil menempuh pendidikan MULO di medan kemudian lanjut ke AMS Bandung. Meski masih remaja, ia sudah aktif dalam pelbagai organisasi dengan menjadi anggota Patria Squenteque (Untuk Tanah Air serta Bangsa). dia turut pula mendirikan Jong Indonesia yang kemudian berganti nama menjadi Pemuda Indonesia. Di tahun 1929, Syahrir berangkat ke Nederland buat kuliah ilmu hukum. Di negeri Belanda, Syahrir pun giat menjadi aktivis politik Perhimpunan Indonesia. Bersama Mohammad Hatta ia pernah memimpin delegasi Indonesia buat kongres bangsa-bangsa di Brussel (Belgia). Dari sini ia berkenalan dengan Jawahalal Nehru. Tahun 1932 Syahrir pulang ke tanah air meski studinya belum selesai. Pada waktu itu, pergerakan nasional tengah mengalami tekanan berat Pemerintah Hindia Belanda setelah Soekarno ditangkap. dia kemudian mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia yang lebih diketahui dengan PNI-Baru. Partai ini dijadikan wadah buat mendidik kader-kader pemimpin serta menanamkan kesadaran politik kepada rakyat. Karena kegiatan politik tersebut, tahun 1934, ia ditangkap serta Januari 1935 dibuang ke Digul, Irian Jaya, lalu dipindahkan ke Banda Neira, serta akhirnya ke Sukabumi, Jawa Barat.
Pada masa pendudukan Jepang, Syahrir memimpin gerakan bawah tanah menentang Pemerintah Jepang. dia mendapat informasi perkembangan dunia internasional lewat radio yang berhasil disembunyikannya dari penyegelan Jepang. Pada 14 Agustus 1945 ia mengetahui Jepang menyerah kepada Sekutu, kemudian mendesak Soekarno serta Mohammad Hatta lekas memproklamasikan kemerdekaan.
Pada November 1945, Syahrir diangkat selaku perdana menteri memimpin kabinet parlementer serta berjuang dengan cara diplomasi agar Indonesia memperoleh pengakuan dari Belanda serta internasional. Usahanya melahirkan Perjanjian Linggarjati pada Maret 1947. Tatkala Belanda melancarkan Agresi Militer I bulan Juli 1947, lewat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Syahrir berjuang agar badan internasional itu memerintahkan Belanda menghentikan agresi militernya. Namun, ketika Agresi Militer II, ia ditangkap serta dibawa ke Belanda. Syahrir kembali setelah pada 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia
Sekembalinya ke Indonesia ia mencurahkan pikiran serta tenaganya dalam partai. Partai Rakyat Sosialis (PARAS) didirikannya tanggal 20 November 1945. PARAS lalu bergabung dengan Partai Sosialis yang dipimpin Amir Syarifudin. Bukan lama kemudian ia mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Pergerakan Syahrir dalam PSI membuat hubungannya dengan Soekarno renggang sampai-sampai PSI dibubarkan tahun 1960. Bahkan, tahun 1962, Syahrir ditangkap serta dipenjarakan tanpa diadili. Pada 1965 Syahrir menderita terserang stroke, ia diizinkan berobat ke Zurich, Swiss. Sutan Syahrir meninggal di sana pada tanggal 9 April 1966. Jenazahnya dipulangkan ke Indonesia serta dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Sumber: Ensiklopedia Pahlawan Nasional
Pengarang: Kuncoro Hadi