Perkembangan Agama Islam Di Kerjaan Ternate
Jumat, Oktober 04, 2019
Situasi politik dikala kedatangan Islam di kepulauan Maluku tidak seperti di Jawa. Di sana orang-orang Muslim tidak menghadapi kerajaan-kerajaan yang tengah mengalami perpecahan karna perebutan kekuasaan negara. Mereka datang serta mengembangkan Islam dengan lewat perdagangan, dakwah serta lewat perkawinan. A. Hasymi, seorang cendekiawan serta sejarawan asal Aceh, mengungkap kalau proses masuknya agama Islam di suatu wilayah tidak bakal melenceng jauh dari tiga teori berikut:
Yang dimaksud dengan masuknya Islam ke suatu daerah yakni apabila terdapat seseorang atau beberapa orang asing yang menganut agama Islam yang bermukim di daerah yang didatangi atau dengan kata lain Islam sudah masuk ke daerah itu.
Mengartikan Islam masuk ke suatu daerah yakni bila terdapat seseorang atau beberapa orang dari penduduk pribumi sudah menganut agama Islam.
Menjelaskan kalau Islam masuk ke suatu daerah, bila sudah terdapat komunitas Muslim serta secara sosiologis Islam sudah melembaga dalam kehidupan masyarakat.
Berangkat dari tiga teori di atas, maka dapat dipaparkan bagaimana proses Islamisasi di daerah Kedaton Kesultanan Ternate. apabila mengacu pada teori yang pertama, maka kedatangan orang Islam ke Ternate bisa dikatakan dimulai pada abad 11 sampai dengan abad 12 M. Karena dikala itu Ternate sudah menjadi jalur lintasan perdagangan rempah-rempah dunia, bukan cuma dari penduduk Nusantara Sahaja yang ikut meramaikan perdagangan tersebut, tetapi termasuk kedatangan para saudagar Muslim Arab serta India ke sana.
Sementara dengan mengacu pada teori yang kedua, bisa dilihat dari masuk Islamnya Sultan Mashur Maloma (1257 M), Kaicil Gapi Baguna (1432-1465), serta Zainal Abidin (1500- 1522M). Tolok ukur teori kedua ini yakni pemakaian nama Arab yang disematkan ke dalam gelar kehormatan atau penguasa. Adapun kalau mengacu pada teori yang ketiga, teori yang banyak dianut sarjana Barat buat meneliti sejarah kemunculan Islam di Nusantara, Islam sudah melembaga dalam kehidupan sosial pada sekitar akhir abad ke 15-16 M. Hal ini dibuktikan dengan adanya perlawanan sultan-sultan terhadap para penjajah Portugis.
Selanjutnya, buat menentukan siapa serta dari mana asal pembawa Islam ke daerah Ternate, dapat dikenal dari sejarah di atas, yakni para saudagar Arab, Melayu, serta mubalighmubaligh dari Jawa. Sedangkan daerah yang awal kali disentuh oleh ajaran Islam yakni pulau Ternate, baru kemudian diikuti oleh Ambon pada 1440 M serta Banda 1460 M. Percepatan dari penyebaran Islam ke wilayah-wilayah lainnya dikarenakan adanya satu kesatuan kesultanan “Moloku Kie Raha” serta kesepakatan sultan Ternate dengan sultan Hitu di Ambon buat bertekad menyebarkan Islam sampai hari kemudian.
Sebelum masuknya bangsa Portugis serta bangsa Eropa lainnya, penduduk kepulauan Ternate, Tidore, Jailolo, serta Bacan sudah menganut agama Islam, dengan Zainal Abidin sebagai orang yang memeluk Islam yang pertama. Tetapi Sultan Ternate yang ke-43 berpendapat lain, beliau menuturkan kalau yang awal masuk Islam yakni Sultan Ternate yang pertama, Mashur Malamo. Menurut pendapat dari Sultan Ternate ke-43 ini, pada dikala kepemimpinan dari Mashur Malamo inilah proses Islamisasi negara mulai dilakukan. Hal itu terjadi kurang lebih pada tahun 1257 M., serta sekaligus dianggap selaku tahun dari berdirinya kota Ternate sekarang. Tindakan Sultan Mashur Malamo yang memeluk agama Islam itu kemudian diikuti oleh seluruh rakyatnya.
Tak cuma oleh rakyat, ternyata keislaman Sultan Ternate itu diikuti juga oleh Sultan Tidore, Jailolo, serta Bacan. Dari Sultan-sultan yang sudah memeluk Islam itulah kemudian Islam tersebar dengan cepat di kepulauan Maluku, bahkan hingga meliputi daerah Sulawesi bagian Utara serta Irian Jaya.
Dalam sumber yang lain dijelaskan kalau tatkala Sultan Zainal Abidin pergi ke Jawa buat menuntut ilmu agama, dia bertemu dengan Pati Tuban, penguasa daerah Hitu atau Ambon pada masa sekarang. Mereka berdua kemudian berjanji buat bertekad bersama-sama menyiarkan agama Islam hingga hari kemudian. Penggambaran ini memberikan penjelasan secara singkat bagaimana Sultan Ternate memiliki kekuasaan serta kemampuan ekonomi yang kuat. Ia memiliki jaringan kerjasama dengan penguasa-penguasa di sekitar Maluku serta daerah-daerah lainnya, baik di bidang perdagangan, politik, serta terutama keilmuan dalam gerakan penyebaran agama Islam.
Sedangkan hasil dari kepergian Sultan Zainal Abidin ke Jawa menuntut ilmu agama Islam yakni terjadinya intensiikasi ajaran keislaman di daerah Ternate. Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan sejarah berupa mushaf al-Qur’an yang ditulis tangan serta masjid yang dibangun pada abad ke-15 M.
Sumber: Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia oleh Binuko Amarseto
Yang dimaksud dengan masuknya Islam ke suatu daerah yakni apabila terdapat seseorang atau beberapa orang asing yang menganut agama Islam yang bermukim di daerah yang didatangi atau dengan kata lain Islam sudah masuk ke daerah itu.
Mengartikan Islam masuk ke suatu daerah yakni bila terdapat seseorang atau beberapa orang dari penduduk pribumi sudah menganut agama Islam.
Baca Juga
Menjelaskan kalau Islam masuk ke suatu daerah, bila sudah terdapat komunitas Muslim serta secara sosiologis Islam sudah melembaga dalam kehidupan masyarakat.
Berangkat dari tiga teori di atas, maka dapat dipaparkan bagaimana proses Islamisasi di daerah Kedaton Kesultanan Ternate. apabila mengacu pada teori yang pertama, maka kedatangan orang Islam ke Ternate bisa dikatakan dimulai pada abad 11 sampai dengan abad 12 M. Karena dikala itu Ternate sudah menjadi jalur lintasan perdagangan rempah-rempah dunia, bukan cuma dari penduduk Nusantara Sahaja yang ikut meramaikan perdagangan tersebut, tetapi termasuk kedatangan para saudagar Muslim Arab serta India ke sana.
Sementara dengan mengacu pada teori yang kedua, bisa dilihat dari masuk Islamnya Sultan Mashur Maloma (1257 M), Kaicil Gapi Baguna (1432-1465), serta Zainal Abidin (1500- 1522M). Tolok ukur teori kedua ini yakni pemakaian nama Arab yang disematkan ke dalam gelar kehormatan atau penguasa. Adapun kalau mengacu pada teori yang ketiga, teori yang banyak dianut sarjana Barat buat meneliti sejarah kemunculan Islam di Nusantara, Islam sudah melembaga dalam kehidupan sosial pada sekitar akhir abad ke 15-16 M. Hal ini dibuktikan dengan adanya perlawanan sultan-sultan terhadap para penjajah Portugis.
Selanjutnya, buat menentukan siapa serta dari mana asal pembawa Islam ke daerah Ternate, dapat dikenal dari sejarah di atas, yakni para saudagar Arab, Melayu, serta mubalighmubaligh dari Jawa. Sedangkan daerah yang awal kali disentuh oleh ajaran Islam yakni pulau Ternate, baru kemudian diikuti oleh Ambon pada 1440 M serta Banda 1460 M. Percepatan dari penyebaran Islam ke wilayah-wilayah lainnya dikarenakan adanya satu kesatuan kesultanan “Moloku Kie Raha” serta kesepakatan sultan Ternate dengan sultan Hitu di Ambon buat bertekad menyebarkan Islam sampai hari kemudian.
Sebelum masuknya bangsa Portugis serta bangsa Eropa lainnya, penduduk kepulauan Ternate, Tidore, Jailolo, serta Bacan sudah menganut agama Islam, dengan Zainal Abidin sebagai orang yang memeluk Islam yang pertama. Tetapi Sultan Ternate yang ke-43 berpendapat lain, beliau menuturkan kalau yang awal masuk Islam yakni Sultan Ternate yang pertama, Mashur Malamo. Menurut pendapat dari Sultan Ternate ke-43 ini, pada dikala kepemimpinan dari Mashur Malamo inilah proses Islamisasi negara mulai dilakukan. Hal itu terjadi kurang lebih pada tahun 1257 M., serta sekaligus dianggap selaku tahun dari berdirinya kota Ternate sekarang. Tindakan Sultan Mashur Malamo yang memeluk agama Islam itu kemudian diikuti oleh seluruh rakyatnya.
Tak cuma oleh rakyat, ternyata keislaman Sultan Ternate itu diikuti juga oleh Sultan Tidore, Jailolo, serta Bacan. Dari Sultan-sultan yang sudah memeluk Islam itulah kemudian Islam tersebar dengan cepat di kepulauan Maluku, bahkan hingga meliputi daerah Sulawesi bagian Utara serta Irian Jaya.
Dalam sumber yang lain dijelaskan kalau tatkala Sultan Zainal Abidin pergi ke Jawa buat menuntut ilmu agama, dia bertemu dengan Pati Tuban, penguasa daerah Hitu atau Ambon pada masa sekarang. Mereka berdua kemudian berjanji buat bertekad bersama-sama menyiarkan agama Islam hingga hari kemudian. Penggambaran ini memberikan penjelasan secara singkat bagaimana Sultan Ternate memiliki kekuasaan serta kemampuan ekonomi yang kuat. Ia memiliki jaringan kerjasama dengan penguasa-penguasa di sekitar Maluku serta daerah-daerah lainnya, baik di bidang perdagangan, politik, serta terutama keilmuan dalam gerakan penyebaran agama Islam.
Sedangkan hasil dari kepergian Sultan Zainal Abidin ke Jawa menuntut ilmu agama Islam yakni terjadinya intensiikasi ajaran keislaman di daerah Ternate. Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan sejarah berupa mushaf al-Qur’an yang ditulis tangan serta masjid yang dibangun pada abad ke-15 M.
Sumber: Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia oleh Binuko Amarseto