Kedatangan Sekutu Serta Belanda Pasca Kemerdekaan Indonesia

Pasukan Belanda menangkap pemuda Indonesia yang tergabung dalam kelompok militer di Malang, Jawa Timur pada Juli 1947. Foto: Instagram/galerisejarah

Sekutu membuat sebuah analogi bahawa setelah penyerahan Jepang kepada Sekutu tanpa syarat tanggal 14 Agustus 1945 mereka mempunyai kemibali hak atas kekuasaan Jepang di mermacam wilayah, terutama wilayah yang sebelumnya merupakan jajahan negara-negara yang masuk dalam Sekutu. Belanda ialah salah satu negara yang berada di balik kelompok Sekutu.


Ketika Belanda kembali ke Indonesia setelah beberapa tahun belakangan menyerah kepada Jepang 8 Maret 1942 serta melarikan diri ke Australia kemudian menganggap jika Indonesia dalam masa vacuum of power atau kekosongan pemerintahan. Karena berusaha menancapkan kembali kekuasaan atas Indonesia seperti sebelum Indonesia direbut Jepang. Atau dengan kata lain, Belanda mau menjajah kembali Indonesia.

Bagi Sekutu, setelah selesai PD II, maka negara-negara bekas jajahan Jepang merupakan tanggungjawab Sekutu. Sekutu mempunyai tanggungjawab pelucutan senjata tentara Jepang, memulangkan tentara Jepang, serta mengadakan normalisasi kondisi bekas jajahan Jepang.

Bayangan Belanda tentang Indonesia jauh dari kenyataan. Faktanya, rakyat Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 serta tidak dalam kekosongan pemerintahan. Kondisi ini tentu bertolak balik dengan bayangan Belanda serta Sekutu. Karena itu, dapat diprediksi kejadian berikutnya, yakni pertentangan atau konflik antara Indonesia serta Sekutu maupun Belanda.

Sekutu kemudian masuk ke Indonesia lewat beberapa pintu wilayah Indonesia terutama daerah yang merupakan pusat pemerintahan pendudukan Jepang seperti Jakarta, Semarang, serta Surabaya. Setelah PD II, terjadi perundingan Belanda dengan Inggris di London yang menghasilkan Civil Affairs Agreement. Isinya tentang pengaturan penyerahan kembali Indonesia dari pihak Inggris kepada Belanda, khusus yang menyangkut daerah Sumatra, selaku daerah yang berada di bawah pengawasan SEAC (South East Asia Command).

Di dalam perundingan itu dijelaskan langkah-langkah yang ditempuh selaku berikut:

  1. Fase pertama, tentara Sekutu bakal mengadakan operasi militer untuk memulihkan keamanan serta ketertiban.
  2. Fase kedua, setelah keadaan normal, pejabat-pejabat NICA akan mengambil alih tanggung jawab koloni itu dari pihak Inggris yang mewakili Sekutu.


Setelah dikenal Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus1945, maka Belanda mendesak Inggris agar lekas mensahkan hasil perundingan tersebut. Pada tanggal 24 Agustus 1945, hasil perundingan tersebut disahkan.

Berdasarkan persetujuan Potsdam, isi Civil Affairs Agreement diperluas. Inggris bertanggung jawab buat seluruh Indonesia termasuk daerah yang berada di bawah pengawasan SWPAC (South West Pasific Areas Command).

Untuk melaksanakan isi Perjanjian Potsdam, maka pihak SWPAC di bawah Lord Louis Mountbatten di Singapura lekas mengatur pendaratan tentara Sekutu di Indonesia. Kemudian pada tanggal 16 September 1945, wakil Mountbatten, yakni Laksamana Muda WR Patterson dengan menumpang Kapal Cumberland, mendarat di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. 

Tentara Belanda memasuki kembali wilayah Indonesia. Foto: Tropenmuseum

Dalam rombongan Patterson ikut serta Van Der Plass seorang Belanda yang mewakili H.J. Van Mook (Pemimpin NICA). Setelah informasi serta persiapan dipandang cukup, maka Louis Mountbatten membentuk pasukan komando khusus yang disebut AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indiers) di bawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christison. Mereka tergabung di dalam pasukan tentara Inggris yang berkebangsaan India, yang sering disebut selaku tentara Gurkha. 

Tugas tentara AFNEI selaku berikut: 
  1. Menerima penyerahan kekuasaan tentara Jepang tanpa syarat.
  2. Membebaskan para tawanan perang serta interniran Sekutu.
  3. Melucuti serta mengumpulkan orang-orang Jepang buat dipulangkan ke negerinya.
  4. Menegakkan serta mempertahankan keadaan damai, menciptakan ketertiban, serta keamanan, buat kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil.
  5. Mengumpulkan keterangan tentang penjahat perang buat kemudian diadili sesuai hukum yang berlaku.

Pasukan Sekutu yang tergabung dalam AFNEI mendarat di Jakarta pada tanggal 29 September 1945. Kekuatan pasukan AFNEI dibagi menjadi tiga divisi, yaitu selaku berikut: 
  1. Divisi India 23 di bawah pimpinan Jenderal DC Hawthorn. Daerah tugasnya di Jawa bagian barat serta berpusat di Jakarta.
  2. Divisi India 5 di bawah komando Jenderal EC Mansergh bertugas di Jawa bagian timur serta berpusat di Surabaya.
  3. Divisi India 26 di bawah komando Jenderal HM Chambers, bertugas di Sumatra, pusatnya ada di Medan.

Kedatangan tentara Sekutu diboncengi NICA yang bakal menegakkan kembali kekuatannya di Indonesia. Hal ini menimbulkan kecurigaan terhadap Sekutu serta bersikap anti Belanda.
Sementara Christison selaku pemimpin AFNEI menyadari bahwa, buat menjalankan tugasnya tidak bisa menjadi tanpa bantuan pemerintah RI. 

Oleh sebab itu, Christison bersedia berunding dengan pernerintah RI. Kemudian, Christison pada tanggal 1 Oktober 1945 mengeluarkan pernyataan pengakuan secara de facto tentang negara Indonesia. Namun, dalam kenyataannya pernyataan tersebut banyak dilanggarnya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel