Sukarjo Wiryopranoto: Sang Diplomat Ulung
Selasa, Agustus 20, 2019
Pahlawan Nasional Sukarjo Wiryopranoto lahir di Kesugihan, Cilacap pada 5 Juni 1903. Selesai lulus sekolah hukum pada tahun 1923, ia lalu bekerja berpindah dari kota satu ke kota lain di pengadilan negeri. Tahun 1929 ia memutuskan berhenti serta mendirikan kantor pengacara “Wisnu” di Malang. Setelah itu kariernya menanjak, Malang yaitu pilihan tepat sebab ia kemudian menjadi wakil walikota Malang. tidak cuma itu, ia juga diangkat menjadi pengacara di Pengadilan Tinggi Surabaya. Tahun 1931 Sukarjo menjadi anggota Volksraad. Bersama dr.Sutomo, ia mendirikan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Untuk membina para pemuda, pada 1934 didirikannya perkampungan kerja. Dalam perkampungan tersebut para pemuda dilatih menjadi ahli kayu, ahli besi, ahli pertanian, serta lain-lain.
Kegiatannya di bidang politik meningkat sejak tahun 1936 setelah ia menjadi anggota Partai Indonesia Raya (Parindra). Sebagai perwakilan partai, ia kerap berkunjung ke daerah-daerah, antara lain ke beberapa kota di Sumatra. Dalam sidang Volksraad tahun 1937, ia mengajukan mosi agar orang-orang Indonesia diberikan kesempatan buat menjadi walikota. Mosi itu didukung oleh sebagian besar anggota Volksraad, tetapi ditolak oleh Pemerintah Hindia Belanda. Di samping aktif dalam Parindra, ia aktif pula selaku sekretaris Gabungan Politik Indonesia (Gapi). Tanggal 22 Agustus 1940 Sukarjo menyampaikan seruan Gapi yang menuntut agar di Indonesia dibentuk parlemen serta pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen.
Pada masa pendudukan Jepang, Sukarjo bergerak di jurnalis, memimpin surat berita Asia Raya. Kegiatan kewartawanan tersebut terus dilanjutkan setelah Indonesia merdeka dengan turut membina majalah Mimbar Indonesia. Namun, ia lebih aktif menjadi duta-duta Besar Republik Indonesia di beberapa Negara paska kemerdekaan. Dia pernah menduduki jabatan Duta Besar Indonesia Republik Indonesia di Vatikan, Duta Besar Luar Biasa buat Italia, Duta Besar Luar Biasa serta Berkuasa Penuh buat Republik Rakyat Cina. Pada tahun 1962 ia diangkat menjadi Wakil Tetap Indonesia di Perserikatan BangsaBamgsa (PBB). Dalam jabatan itu ia berusaha memengaruhi negaranegara lain agar membantu perjuangan Indonesia dalam pembebasan Irian Barat dari Belanda.
Sukarjo Wiryopranoto meninggal dunia di New York pada tanggal 23 Oktober 1962. Jenazahnya dibawa ke tanah air serta dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta. Dia dinobatkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada tanggal 29 Oktober 1962.
Kegiatannya di bidang politik meningkat sejak tahun 1936 setelah ia menjadi anggota Partai Indonesia Raya (Parindra). Sebagai perwakilan partai, ia kerap berkunjung ke daerah-daerah, antara lain ke beberapa kota di Sumatra. Dalam sidang Volksraad tahun 1937, ia mengajukan mosi agar orang-orang Indonesia diberikan kesempatan buat menjadi walikota. Mosi itu didukung oleh sebagian besar anggota Volksraad, tetapi ditolak oleh Pemerintah Hindia Belanda. Di samping aktif dalam Parindra, ia aktif pula selaku sekretaris Gabungan Politik Indonesia (Gapi). Tanggal 22 Agustus 1940 Sukarjo menyampaikan seruan Gapi yang menuntut agar di Indonesia dibentuk parlemen serta pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen.
Pada masa pendudukan Jepang, Sukarjo bergerak di jurnalis, memimpin surat berita Asia Raya. Kegiatan kewartawanan tersebut terus dilanjutkan setelah Indonesia merdeka dengan turut membina majalah Mimbar Indonesia. Namun, ia lebih aktif menjadi duta-duta Besar Republik Indonesia di beberapa Negara paska kemerdekaan. Dia pernah menduduki jabatan Duta Besar Indonesia Republik Indonesia di Vatikan, Duta Besar Luar Biasa buat Italia, Duta Besar Luar Biasa serta Berkuasa Penuh buat Republik Rakyat Cina. Pada tahun 1962 ia diangkat menjadi Wakil Tetap Indonesia di Perserikatan BangsaBamgsa (PBB). Dalam jabatan itu ia berusaha memengaruhi negaranegara lain agar membantu perjuangan Indonesia dalam pembebasan Irian Barat dari Belanda.
Baca Juga
Sukarjo Wiryopranoto meninggal dunia di New York pada tanggal 23 Oktober 1962. Jenazahnya dibawa ke tanah air serta dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta. Dia dinobatkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada tanggal 29 Oktober 1962.