Kiai Haji Mas Mansoer: Dari Muhammadiyah Hingga Pertempuran Surabaya

 
Saat Jepang masuk Hindia Belanda, tokoh-tokoh pribumi yang berpengaruh lekas dicari. Salah satunya Mas Mansur. Jepang lekas membentuk Putera [Pusat Tenaga Rakyat] lalu empat orang tokoh nasional menjadi pemimpinnya. Mas Mansoer menjadi bagian dari kepemimpinan Putera itu yang kemudian populer dengan julukan “empat serangkai”. Mansoer lekas menarik diri dari Putera karna tak suka dengan kekejaman Jepang. dia memilih pulang ke Surabaya hingga ia diminta kembali menjadi bagian dari BPUPKI di Jakarta. Tugasnya mengantar kemerdekaan usai serta ia sekali lagi memilih pulang, lalu terlibat dengan arek-arek Surabaya dalam menggalang perlawanan menghadapi Sekutu.

Mas Mansoer berasal dari keluarga pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya. Ayahnya, KH. Mas Achmad Marzoeqi, seorang pionir Islam serta ahli agama yang populer di Jawa Timur, diketahui juga selaku imam tetap serta khatib di Masjid Ampel, suatu jabatan terhormat pada ketika itu. Ayahnya yang berasal dari keturunan bangsawan Astatinggi Sumenep Madura kemudian mengirim Mansoer ke Pondok Pesantren Demangan Bangkalan Madura pada 1906, ketika itu Mansoer baru berusia sepuluh tahun. dia cuma bertahan selama hampir dua tahun. Lalu memutuskan menunaikan ibadah haji serta belajar agama di Mekah pada 1908. Setelah lama di Mekah, Mansoer pergi ke Mesir lalu belajar di Universitas Al Azhar Kairo, pusat sastra Arab serta pengkajian Islam Suni. Di Mesir, Mansoer mendapati gerakan pembaharuan Islam serta tumbuhnya nasionalisme sebuah bangsa. Dari Mesir, ia singgah sebentar di Mekah lalu pulang ke tanah air pada 1915.

Setelah kembali, Mansoer mengajar di pesantren Mufidah di Surabaya. dia juga membentuk majelis diskusi Taswir al-Afkar [Cakrawala Pemikiran] serta menulis artikel di pelbagai surat kabar, termasuk Pedoman Masyarakat di Medan serta Adil di Surakarta. Pada 1921, ia aktif menjadi anggota Muhammadiyah, lalu juga memasuki organisasi Persatuan Bangsa Indonesia [PBI]. Banyak kegiatan yang sudah dilakukannya buat memajukan Muhammadiyah, termasuk giat berdakwah ke daerah-daerah. Dari jabatan ketua cabang, Mansoer diangkat menjadi Konsul Muhammadiyah Jawa Timur. Pada 1937, ia bahkan terpilih menjadi ketua pengurus besar Muhammadiyah serta ia pindah ke Yogyakarta. Setahun berselang, Mansoer turut serta melahirkan Partai Islam Indonesia [PII] serta duduk dalam pimpinan pusatnya.

Baca Juga


Pada masa pendudukan Jepang, ia masih mengurus Muhammadiyah. Bersama ulama lain, ia juga ikut mendirikan Majelis Syuro Muslimin Indonesia [Masyumi] pada 7 November 1945. Sebelumnya, ketika Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat [Putera] pada 16 April 1943, ia juga dicari serta dijadikan salah satu pemimpinnya. Buat Mas Mansoer yang tak menyukai pemerintah Jepang, tugas itu tak menyenangkan. Akan tetapi, demi kepentingan umat Islam, ia menerimanya namun ia lekas keluar dari Putera, serta pada tahun 1944, ia kembali ke Surabaya. Namun demikian, ia masih Saja diangkat menjadi anggota Cuo Sangi In [dewan pertimbangan pemerintah Jepang].

Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, Mas Mansoer diangkat menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia [BPUPKI] yang dibentuk pada 29 April 1945 serta bubar sepuluh hari sebelum proklamasi, 7 Agustus 1945. Mansoer lekas terlibat dalam upaya kemerdekaan Indonesia. dia kemudian tak terlibat dalam panitia kemerdekaan serta lebih  memilih kembali pulang ke Surabaya. Sesudah proklamasi, dimana kemudian tentara Sekutu yang dibarengi dengan NICA datang, Mansoer ikut terlibat membantu pemuda-pemuda Surabaya berjuang. Bagaimanapun ia seorang kyai berpengaruh yang mampu menggerakkan massa. Karena itulah, ia kemudian ditangkap tentara NICA serta dimasukkan ke penjara Kalisosok Surabaya. dia mengetahui betapa heroiknya perjuangan rakyat Surabaya dalam pertempuran 10 November 1945 dari belakang jeruji besi penjara. Enam bulan berselang, Mas Mansoer meninggal dunia di dalam penjara dalam usia 49 tahun. Jenazahnya lalu dikebumikan di pemakaman Gipo Surabaya.

dia mempunyai jasa yang begitu besar dalam kegiatan kemasyarakatan serta kemerdekaan Indonesia. Berdasar Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia tahun 1964, Kyai Haji Mas Mansur ditetapkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel