Dinasti Aghlabiyah
Selasa, September 10, 2019
Keinginan bangsa Arab dikala menguasai Afrika Utara ialah menyatukan Afrika serta Andalus dalam satu negara yang mereka sebut Afrika dengan Qairawan selaku ibu kotanya. Namun, sikap bangsa Barbar yang berubah-ubah, jauh dari pusat pemerintahan Abbasiyah, serta berkuasanya Umawiyah di Andalus memungkinkan negaranegara baru bermunculan. Misalnya, berdirilah Dinasti Idrisiyah di Maroko. Saat itu, Ar-Rasyid berusaha menghentikannya. Ar-Raysid menunjuk Ibnu Aghlab selaku Gubernur Qairawan (Tunisia). Tugas Ibnu Aghlab ialah menghentikan Idrisiyah di perbatasan. Ibrahim bin Aghlab ternyata sukses menghentikan gerakan Idrisiyah Al-Alawiyah serta menjaga Dinasti Abbasiyah dari serangan terburuk bangsa Barbar.
Dinasti Aghlabiyah ialah contoh negara yang mempunyai hubungan nama dengan Dinasti Abbasiyah.
Ini berbeda dengan Idrisiyah yang memusuhi kekuasaan Abbasiyah. Ibrahim bin Aghlab berhasil menghentikan Idrisiyah. Setelah berkali-kali mengadakan perundingan, Idrisiyah mengusulkan kepada Ibrahim Kalau masing-masing negara tidak saling mengganggu serta berada di wilayahnya sendiri. Ibrahim akhirnya setuju. Meski demikian, dia tetap berhubungan dengan Abbasiyah. Ia menyebutkan nama Khalifah Abbasiyah dalam khotbah Jumat serta mencetak nama khalifah di mata uang mereka. tidak cuma dua hal tersebut, Abbasiyah tidak punya apa-apa pada Aghlabiyah. Anak-cucu Ibrahim pun mewarisi takhtanya serta mengendalikan pemerintahan sendiri sebagaimana mereka inginkan.
Ketika kekuatan Aghalibah sudah cukup, mereka mencoba mengadakan ekspansi. Aksi ini tidak mudah. Di Barat, mereka terhadang Dinasti Idrisiyah. tidak cuma itu, padang pasir menghalangi tahap mereka di wilayah Selatan. Mereka pun cuma bisa bergerak ke arah Utara, yaitu melewati lautan.
Dinasti Aghlabiyah pun membuat angkatan laut yang besar di bawah pimpinan Asad bin Furat. Mereka memulai perang melawan Romawi di Laut Putih Tengah. Mereka menyerang Pulau Kreta berkali-kali selama delapan puluh tahun, sampai akhirnya berhasil mematahkan perlawanan Romawi serta menggabungkan pulau itu ke dalam wilayah kaum muslimin.
Mereka kemudian menguasai Pulau Malta serta Sardinia. Setelah itu, mereka singgah di banyak pantai Eropa, khususnya di wilayah Italia Selatan serta Barat serta Prancis bagian Selatan. Aghlabiyah membentangkan kekuasaannya lebih dari satu abad di Tunisia serta sekitarnya. Hal tersebut tentu sahaja membuat negara-negara Eropa ketakutan.
Di pantai-pantai tersebut mereka mampu mendirikan benteng, namun tidak mampu masuk sampai ke pedalaman serta menguasai sebagian negara.
Pulau-pulau serta pantai-pantai sempit tersebut menjadi jembatan bagi peradaban Islam menuju Eropa dikala benua itu dalam suasana hitam pekat. Menaklukkan pulau-pulau tersebut merupakan jaminan keamanan bagi perdagangan Islam di bagian Barat Laut Tengah. Kebudayaan Islam merupakan satu-satunya cahaya di dunia yang menerangi Bumi dikala itu.
Dinasti Aghlabiyah hidup satu abad sembilan tahun 184--296 Hijriah/800--909 Masehi. Pada masa itu, kehidupan ekonomi serta pembanguan sangat maju. Masjid raya di Tunisia mempunyai andil yang besar dalam memajukan peradaban Islam. Bahkan, masjid yang bernama Az-Zaituniyah itu merupakan universitas yang besar. Dinasti Aghalibah runtuh di tangan Dinasti Fathimiyah.
Sumber: Atlas Sejarah Islam
Dinasti Aghlabiyah ialah contoh negara yang mempunyai hubungan nama dengan Dinasti Abbasiyah.
Ini berbeda dengan Idrisiyah yang memusuhi kekuasaan Abbasiyah. Ibrahim bin Aghlab berhasil menghentikan Idrisiyah. Setelah berkali-kali mengadakan perundingan, Idrisiyah mengusulkan kepada Ibrahim Kalau masing-masing negara tidak saling mengganggu serta berada di wilayahnya sendiri. Ibrahim akhirnya setuju. Meski demikian, dia tetap berhubungan dengan Abbasiyah. Ia menyebutkan nama Khalifah Abbasiyah dalam khotbah Jumat serta mencetak nama khalifah di mata uang mereka. tidak cuma dua hal tersebut, Abbasiyah tidak punya apa-apa pada Aghlabiyah. Anak-cucu Ibrahim pun mewarisi takhtanya serta mengendalikan pemerintahan sendiri sebagaimana mereka inginkan.
Ketika kekuatan Aghalibah sudah cukup, mereka mencoba mengadakan ekspansi. Aksi ini tidak mudah. Di Barat, mereka terhadang Dinasti Idrisiyah. tidak cuma itu, padang pasir menghalangi tahap mereka di wilayah Selatan. Mereka pun cuma bisa bergerak ke arah Utara, yaitu melewati lautan.
Dinasti Aghlabiyah pun membuat angkatan laut yang besar di bawah pimpinan Asad bin Furat. Mereka memulai perang melawan Romawi di Laut Putih Tengah. Mereka menyerang Pulau Kreta berkali-kali selama delapan puluh tahun, sampai akhirnya berhasil mematahkan perlawanan Romawi serta menggabungkan pulau itu ke dalam wilayah kaum muslimin.
Mereka kemudian menguasai Pulau Malta serta Sardinia. Setelah itu, mereka singgah di banyak pantai Eropa, khususnya di wilayah Italia Selatan serta Barat serta Prancis bagian Selatan. Aghlabiyah membentangkan kekuasaannya lebih dari satu abad di Tunisia serta sekitarnya. Hal tersebut tentu sahaja membuat negara-negara Eropa ketakutan.
Di pantai-pantai tersebut mereka mampu mendirikan benteng, namun tidak mampu masuk sampai ke pedalaman serta menguasai sebagian negara.
Pulau-pulau serta pantai-pantai sempit tersebut menjadi jembatan bagi peradaban Islam menuju Eropa dikala benua itu dalam suasana hitam pekat. Menaklukkan pulau-pulau tersebut merupakan jaminan keamanan bagi perdagangan Islam di bagian Barat Laut Tengah. Kebudayaan Islam merupakan satu-satunya cahaya di dunia yang menerangi Bumi dikala itu.
Dinasti Aghlabiyah hidup satu abad sembilan tahun 184--296 Hijriah/800--909 Masehi. Pada masa itu, kehidupan ekonomi serta pembanguan sangat maju. Masjid raya di Tunisia mempunyai andil yang besar dalam memajukan peradaban Islam. Bahkan, masjid yang bernama Az-Zaituniyah itu merupakan universitas yang besar. Dinasti Aghalibah runtuh di tangan Dinasti Fathimiyah.
Sumber: Atlas Sejarah Islam