Saddam Hussein: Diktator Tangan Besi Dari Babilonia
Senin, Oktober 07, 2019
Saddam Hussein yaitu presiden Irak selama lebih dari dua dasawarsa serta dipandang selaku tokoh utama konflik militer dengan Iran serta Amerika Serikat.
Ringkasan
Lahir pada 28 April 1937, di Tikrit, Irak, Saddam Hussein yaitu seorang sekularis yang bangkit lewat partai politik Baath buat menjadi presiden diktator. Di bawah pemerintahannya, segmen masyarakat menikmati keuntungan dari kekayaan minyak, sementara mereka yang berada di pihak oposisi menghadapi penyiksaan serta eksekusi. Setelah konflik militer dengan pasukan bersenjata yang dipimpin AS, Saddam Hussein ditangkap pada 2003. dia kemudian dieksekusi.
Masa Muda
Saddam Hussein lahir pada 28 April 1937, di Tikrit, Irak. Ayahnya, yang yaitu seorang gembala, menghilang beberapa bulan sebelum Saddam lahir. Beberapa bulan kemudian, kakak laki-laki Saddam meninggal sebab kanker. Ketika Saddam lahir, ibunya, sangat tertekan oleh kematian putra sulungnya serta menghilangnya suaminya, tidak mampu merawat Saddam secara efektif, serta pada usia 3 tahun ia dikirim ke Baghdad buat tinggal bersama pamannya, Khairallah Talfah. Bertahun-tahun kemudian, Saddam bakal kembali ke Al-Awja buat tinggal bersama ibunya, tetapi setelah mengalami pelecehan di tangan ayah tirinya, ia melarikan diri ke Baghdad buat kembali hidup bersama Talfah, seorang Muslim Sunni yang taat serta nasionalis Arab yang bersemangat yang politiknya bakal mempunyai pengaruh besar pada Saddam muda.
Setelah menghadiri Sekolah Menengah al-Karh nasionalistik di Baghdad, pada tahun 1957, pada usia 20, Saddam bergabung dengan Partai Ba'ath, yang tujuan ideologis utamanya yaitu persatuan negara-negara Arab di Timur Tengah. Pada 7 Oktober 1959, Saddam serta anggota lain dari Partai Ba-ath berusaha buat membunuh presiden Irak, Abd al-Karim Qasim, yang menolak buat bergabung dengan Republik Persatuan Arab yang baru lahir. Selama percobaan pembunuhan, supir Qasim terbunuh, serta Qasim ditembak beberapa kali, tetapi selamat. Saddam ditembak di kaki. Beberapa calon pembunuh ditangkap, diadili, serta dieksekusi, tetapi Saddam serta beberapa orang lainnya berhasil melarikan diri ke Suriah, tempat Saddam tinggal sebentar sebelum melarikan diri ke Mesir, di mana ia belajar di sekolah hukum.
Bangkitlah Kekuatannya
Pada tahun 1963, dikala pemerintahan Qasim digulingkan dalam apa yang disebut Revolusi Ramadhan, Saddam kembali ke Irak, tetapi dia ditangkap pada tahun berikutnya selaku hasil dari perselisihan di dalam Partai Ba'ath. Sementara di penjara, bagaimanapun, ia tetap terlibat dalam politik, serta pada tahun 1966 diangkat selaku wakil sekretaris Komando Daerah. Bukan lama kemudian dia berhasil melarikan diri dari penjara, serta di tahun-tahun berikutnya, terus memperkuat kekuatan politiknya.
Pada tahun 1968, Saddam berpartisipasi dalam kudeta Ba'ath yang tidak berdarah namun sukses yang mengakibatkan Ahmed Hassan al-Bakr menjadi presiden Irak serta Saddam selaku wakilnya. Selama masa kepresidenan Al-Bakr, Saddam membuktikan dirinya selaku politisi yang efektif serta progresif, meskipun seorang yang sangat kejam. dia menyelenggarakan banyak hal buat memodernisasi infrastruktur Irak, industri, serta sistem perawatan kesehatan, serta meningkatkan layanan sosial, pendidikan, serta subsidi pertanian ke tingkat yang tidak tertandingi di negara-negara Arab lainnya di wilayah tersebut. dia juga menasionalisasi industri minyak Irak, tepat sebelum krisis energi tahun 1973, yang menghasilkan pendapatan besar bagi bangsa. Namun, pada dikala yang sama, Saddam membantu mengembangkan program senjata kimia awal Irak, serta buat mencegah kudeta, menciptakan aparat keamanan yang kuat.
Pada 1979, dikala al-Bakr berusaha menyatukan Irak serta Suriah, dalam sebuah tahap yang bakal meninggalkan Saddam secara efektif tidak berdaya, Saddam memaksa al-Bakr mengundurkan diri, serta pada 16 Juli 1979, Saddam Hussein menjadi presiden Irak. Kurang dari seminggu kemudian, dia memanggil majelis Partai Ba'ath. Selama pertemuan, daftar 68 nama dibacakan dengan lantang, serta setiap orang dalam daftar itu selekasnya ditangkap serta dikeluarkan dari ruangan. Dari 68 orang itu, semuanya diadili serta dinyatakan bersalah menyelenggarakan pengkhianatan serta 22 orang dijatuhi hukuman mati. Pada awal Agustus 1979, ratusan musuh politik Saddam sudah dieksekusi.
Dasawarsa Konflik
Pada tahun yang sama dikala Saddam naik ke kursi kepresidenan, Ayatollah Khomeini memimpin revolusi Islam yang sukses di Iran. Saddam, yang kekuatan politiknya sebagian dipangku atas dukungan populasi minoritas Sunni Irak, khawatir apabila perkembangan di mayoritas Syiah Iran dapat mengarah pada pemberontakan serupa di Irak. Sebagai tanggapan, pada 22 September 1980, Saddam memerintahkan pasukan Irak buat menyerang wilayah kaya minyak Khuzestan di Iran. Konflik itu selekasnya berkembang menjadi perang habis-habisan, tetapi negara-negara Barat serta sebagian besar dunia Arab, yang takut bakal penyebaran radikalisme Islam Syiah, meletakkan dukungan mereka dengan kuat di balik Saddam, terlepas dari kenyataan. apabila invasi ke Iran jelas melanggar hukum internasional. Selama konflik, ketakutan yang sama ini bakal menyebabkan komunitas internasional pada dasarnya mengabaikan penggunaan senjata kimia Irak, genosida yang berhubungan dengan penduduk Kurdi serta program nuklirnya yang tengah berkembang. Pada 20 Agustus 1988, setelah konflik bertahun-tahun yang menewaskan ratusan ribu orang di kedua pihak, kesepakatan gencatan senjata akhirnya tercapai.
Setelah terjadinya konflik, mencari cara buat merevitalisasi ekonomi serta infrastruktur Irak yang dilanda perang, pada akhir 1980-an, Saddam mengalihkan perhatiannya ke tetangga kaya Irak, Kuwait. Dengan menggunakan pembenaran apabila itu yaitu bagian historis dari Irak, pada 2 Agustus 1990, Saddam memerintahkan invasi ke Kuwait. Resolusi Dewan Keamanan PBB selekasnya disahkan, menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Irak serta menetapkan tenggat waktu dimana pasukan Irak perlu meninggalkan Kuwait. Ketika batas tanggal 15 Januari 1991 diabaikan, pasukan koalisi PBB yang dipimpin oleh Amerika Serikat menghadapi pasukan Irak, serta cuma enam minggu kemudian, sudah mengusir mereka dari Kuwait. Sebuah perjanjian gencatan senjata ditandatangani, syarat-syaratnya termasuk Irak membongkar program senjata kimianya. Sanksi ekonomi yang sebelumnya dijatuhkan terhadap Irak tetap berlaku. Meskipun militernya sudah mengalami kekalahan yang menghancurkan, Saddam tetap mengklaim kemenangan dalam konflik tersebut.
Kesulitan ekonomi dalam Perang Teluk kian menurunkan tingkat kesejahteraan Irak yang sudah jatuh sebelumnya. Selama tahun 1990-an, mermacam pemberontakan Syiah serta Kurdi terjadi. Tetapi seluruh dunia, yang takut bakal perang lain terjadi, seperti kemerdekaan Kurdi (dalam kasus Turki) atau penyebaran fundamentalisme Islam, tidak mengganggu Saddam dan mereka akhirnya dihancurkan oleh pasukan keamanan Saddam yang kian represif. Pada dikala yang sama, Irak tetap berada di bawah pengawasan internasional yang ketat juga. Pada tahun 1993, dikala pasukan Irak melanggar zona larangan terbang yang diberlakukan oleh PBB, Amerika Serikat melancarkan serangan misil yang merusak di Baghdad. Pada tahun 1998, pelanggaran lebih lanjut dari zona larangan terbang serta dugaan keberlanjutan program senjata Irak menyebabkan serangan rudal lebih lanjut di Irak.
Jatuhnya Saddam
Para anggota pemerintahan Bush sudah mencurigai apabila pemerintahan Hussein mempunyai hubungan dengan organisasi al-Qaeda Osama bin Laden. Dalam pidato State of the Union bulan Januari 2002, Presiden AS George W. Bush menyebut Irak selaku bagian dari apa yang disebut "Axis of Evil," bersama dengan Iran serta Korea Utara, serta mengklaim apabila negara itu mengembangkan senjata pemusnah massal serta mendukung terorisme.
Belakangan tahun itu, inspeksi PBB terhadap situs-situs senjata yang dicurigai di Irak dimulai, tetapi sedikit atau tidak ada bukti apabila program-program semacam itu ada akhirnya ditemukan. Meskipun demikian, pada 20 Maret 2003, dengan dalih apabila Irak memang mempunyai program senjata rahasia serta apabila Irak merencanakan serangan, koalisi pimpinan AS menyerbu Irak. Dalam beberapa minggu, pemerintah serta militer digulingkan, serta pada tanggal 9 April 2003, Baghdad jatuh. Saddam, bagaimanapun, berhasil menghindari penangkapan.
Tangkap, Dakwaan, serta Eksekusi
Pada bulan-bulan berikutnya, pencarian intensif buat Saddam dimulai. Ketika bersembunyi, Saddam merilis beberapa rekaman audio, di mana ia mengecam para penyerbu Irak serta menyerukan perlawanan. Akhirnya, pada 13 Desember 2003, Saddam ditemukan bersembunyi di sebuah bunker bawah tanah kecil dekat sebuah rumah pertanian di ad-Dawr, dekat Tikrit. Dari sana, ia dipindahkan ke pangkalan AS di Baghdad, di mana ia bakal tetap tinggal hingga 30 Juni 2004, dikala ia secara resmi diserahkan kepada pemerintah sementara Irak buat diadili atas kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selama persidangan berikutnya, Saddam terbukti menjadi terdakwa yang suka berperang, sering dengan susah payah menantang otoritas pengadilan serta membuat pernyataan-pernyataan yang ganjil. Pada tanggal 5 November 2006, Saddam dinyatakan bersalah serta dijatuhi hukuman mati. Hukuman itu diajukan, tetapi akhirnya ditunda oleh pengadilan banding. Pada 30 Desember 2006, di Camp Justice, sebuah pangkalan Irak di Baghdad, Saddam digantung, meskipun sebenarnya permintaannya buat ditembak. Ia dimakamkan di Al-Awja, tempat kelahirannya, pada 31 Desember 2006.
sumber: biography.com
Ringkasan
Lahir pada 28 April 1937, di Tikrit, Irak, Saddam Hussein yaitu seorang sekularis yang bangkit lewat partai politik Baath buat menjadi presiden diktator. Di bawah pemerintahannya, segmen masyarakat menikmati keuntungan dari kekayaan minyak, sementara mereka yang berada di pihak oposisi menghadapi penyiksaan serta eksekusi. Setelah konflik militer dengan pasukan bersenjata yang dipimpin AS, Saddam Hussein ditangkap pada 2003. dia kemudian dieksekusi.
Masa Muda
Saddam Hussein lahir pada 28 April 1937, di Tikrit, Irak. Ayahnya, yang yaitu seorang gembala, menghilang beberapa bulan sebelum Saddam lahir. Beberapa bulan kemudian, kakak laki-laki Saddam meninggal sebab kanker. Ketika Saddam lahir, ibunya, sangat tertekan oleh kematian putra sulungnya serta menghilangnya suaminya, tidak mampu merawat Saddam secara efektif, serta pada usia 3 tahun ia dikirim ke Baghdad buat tinggal bersama pamannya, Khairallah Talfah. Bertahun-tahun kemudian, Saddam bakal kembali ke Al-Awja buat tinggal bersama ibunya, tetapi setelah mengalami pelecehan di tangan ayah tirinya, ia melarikan diri ke Baghdad buat kembali hidup bersama Talfah, seorang Muslim Sunni yang taat serta nasionalis Arab yang bersemangat yang politiknya bakal mempunyai pengaruh besar pada Saddam muda.
Setelah menghadiri Sekolah Menengah al-Karh nasionalistik di Baghdad, pada tahun 1957, pada usia 20, Saddam bergabung dengan Partai Ba'ath, yang tujuan ideologis utamanya yaitu persatuan negara-negara Arab di Timur Tengah. Pada 7 Oktober 1959, Saddam serta anggota lain dari Partai Ba-ath berusaha buat membunuh presiden Irak, Abd al-Karim Qasim, yang menolak buat bergabung dengan Republik Persatuan Arab yang baru lahir. Selama percobaan pembunuhan, supir Qasim terbunuh, serta Qasim ditembak beberapa kali, tetapi selamat. Saddam ditembak di kaki. Beberapa calon pembunuh ditangkap, diadili, serta dieksekusi, tetapi Saddam serta beberapa orang lainnya berhasil melarikan diri ke Suriah, tempat Saddam tinggal sebentar sebelum melarikan diri ke Mesir, di mana ia belajar di sekolah hukum.
Bangkitlah Kekuatannya
Pada tahun 1963, dikala pemerintahan Qasim digulingkan dalam apa yang disebut Revolusi Ramadhan, Saddam kembali ke Irak, tetapi dia ditangkap pada tahun berikutnya selaku hasil dari perselisihan di dalam Partai Ba'ath. Sementara di penjara, bagaimanapun, ia tetap terlibat dalam politik, serta pada tahun 1966 diangkat selaku wakil sekretaris Komando Daerah. Bukan lama kemudian dia berhasil melarikan diri dari penjara, serta di tahun-tahun berikutnya, terus memperkuat kekuatan politiknya.
Pada tahun 1968, Saddam berpartisipasi dalam kudeta Ba'ath yang tidak berdarah namun sukses yang mengakibatkan Ahmed Hassan al-Bakr menjadi presiden Irak serta Saddam selaku wakilnya. Selama masa kepresidenan Al-Bakr, Saddam membuktikan dirinya selaku politisi yang efektif serta progresif, meskipun seorang yang sangat kejam. dia menyelenggarakan banyak hal buat memodernisasi infrastruktur Irak, industri, serta sistem perawatan kesehatan, serta meningkatkan layanan sosial, pendidikan, serta subsidi pertanian ke tingkat yang tidak tertandingi di negara-negara Arab lainnya di wilayah tersebut. dia juga menasionalisasi industri minyak Irak, tepat sebelum krisis energi tahun 1973, yang menghasilkan pendapatan besar bagi bangsa. Namun, pada dikala yang sama, Saddam membantu mengembangkan program senjata kimia awal Irak, serta buat mencegah kudeta, menciptakan aparat keamanan yang kuat.
Pada 1979, dikala al-Bakr berusaha menyatukan Irak serta Suriah, dalam sebuah tahap yang bakal meninggalkan Saddam secara efektif tidak berdaya, Saddam memaksa al-Bakr mengundurkan diri, serta pada 16 Juli 1979, Saddam Hussein menjadi presiden Irak. Kurang dari seminggu kemudian, dia memanggil majelis Partai Ba'ath. Selama pertemuan, daftar 68 nama dibacakan dengan lantang, serta setiap orang dalam daftar itu selekasnya ditangkap serta dikeluarkan dari ruangan. Dari 68 orang itu, semuanya diadili serta dinyatakan bersalah menyelenggarakan pengkhianatan serta 22 orang dijatuhi hukuman mati. Pada awal Agustus 1979, ratusan musuh politik Saddam sudah dieksekusi.
Dasawarsa Konflik
Pada tahun yang sama dikala Saddam naik ke kursi kepresidenan, Ayatollah Khomeini memimpin revolusi Islam yang sukses di Iran. Saddam, yang kekuatan politiknya sebagian dipangku atas dukungan populasi minoritas Sunni Irak, khawatir apabila perkembangan di mayoritas Syiah Iran dapat mengarah pada pemberontakan serupa di Irak. Sebagai tanggapan, pada 22 September 1980, Saddam memerintahkan pasukan Irak buat menyerang wilayah kaya minyak Khuzestan di Iran. Konflik itu selekasnya berkembang menjadi perang habis-habisan, tetapi negara-negara Barat serta sebagian besar dunia Arab, yang takut bakal penyebaran radikalisme Islam Syiah, meletakkan dukungan mereka dengan kuat di balik Saddam, terlepas dari kenyataan. apabila invasi ke Iran jelas melanggar hukum internasional. Selama konflik, ketakutan yang sama ini bakal menyebabkan komunitas internasional pada dasarnya mengabaikan penggunaan senjata kimia Irak, genosida yang berhubungan dengan penduduk Kurdi serta program nuklirnya yang tengah berkembang. Pada 20 Agustus 1988, setelah konflik bertahun-tahun yang menewaskan ratusan ribu orang di kedua pihak, kesepakatan gencatan senjata akhirnya tercapai.
Setelah terjadinya konflik, mencari cara buat merevitalisasi ekonomi serta infrastruktur Irak yang dilanda perang, pada akhir 1980-an, Saddam mengalihkan perhatiannya ke tetangga kaya Irak, Kuwait. Dengan menggunakan pembenaran apabila itu yaitu bagian historis dari Irak, pada 2 Agustus 1990, Saddam memerintahkan invasi ke Kuwait. Resolusi Dewan Keamanan PBB selekasnya disahkan, menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Irak serta menetapkan tenggat waktu dimana pasukan Irak perlu meninggalkan Kuwait. Ketika batas tanggal 15 Januari 1991 diabaikan, pasukan koalisi PBB yang dipimpin oleh Amerika Serikat menghadapi pasukan Irak, serta cuma enam minggu kemudian, sudah mengusir mereka dari Kuwait. Sebuah perjanjian gencatan senjata ditandatangani, syarat-syaratnya termasuk Irak membongkar program senjata kimianya. Sanksi ekonomi yang sebelumnya dijatuhkan terhadap Irak tetap berlaku. Meskipun militernya sudah mengalami kekalahan yang menghancurkan, Saddam tetap mengklaim kemenangan dalam konflik tersebut.
Kesulitan ekonomi dalam Perang Teluk kian menurunkan tingkat kesejahteraan Irak yang sudah jatuh sebelumnya. Selama tahun 1990-an, mermacam pemberontakan Syiah serta Kurdi terjadi. Tetapi seluruh dunia, yang takut bakal perang lain terjadi, seperti kemerdekaan Kurdi (dalam kasus Turki) atau penyebaran fundamentalisme Islam, tidak mengganggu Saddam dan mereka akhirnya dihancurkan oleh pasukan keamanan Saddam yang kian represif. Pada dikala yang sama, Irak tetap berada di bawah pengawasan internasional yang ketat juga. Pada tahun 1993, dikala pasukan Irak melanggar zona larangan terbang yang diberlakukan oleh PBB, Amerika Serikat melancarkan serangan misil yang merusak di Baghdad. Pada tahun 1998, pelanggaran lebih lanjut dari zona larangan terbang serta dugaan keberlanjutan program senjata Irak menyebabkan serangan rudal lebih lanjut di Irak.
Jatuhnya Saddam
Para anggota pemerintahan Bush sudah mencurigai apabila pemerintahan Hussein mempunyai hubungan dengan organisasi al-Qaeda Osama bin Laden. Dalam pidato State of the Union bulan Januari 2002, Presiden AS George W. Bush menyebut Irak selaku bagian dari apa yang disebut "Axis of Evil," bersama dengan Iran serta Korea Utara, serta mengklaim apabila negara itu mengembangkan senjata pemusnah massal serta mendukung terorisme.
Belakangan tahun itu, inspeksi PBB terhadap situs-situs senjata yang dicurigai di Irak dimulai, tetapi sedikit atau tidak ada bukti apabila program-program semacam itu ada akhirnya ditemukan. Meskipun demikian, pada 20 Maret 2003, dengan dalih apabila Irak memang mempunyai program senjata rahasia serta apabila Irak merencanakan serangan, koalisi pimpinan AS menyerbu Irak. Dalam beberapa minggu, pemerintah serta militer digulingkan, serta pada tanggal 9 April 2003, Baghdad jatuh. Saddam, bagaimanapun, berhasil menghindari penangkapan.
Tangkap, Dakwaan, serta Eksekusi
Pada bulan-bulan berikutnya, pencarian intensif buat Saddam dimulai. Ketika bersembunyi, Saddam merilis beberapa rekaman audio, di mana ia mengecam para penyerbu Irak serta menyerukan perlawanan. Akhirnya, pada 13 Desember 2003, Saddam ditemukan bersembunyi di sebuah bunker bawah tanah kecil dekat sebuah rumah pertanian di ad-Dawr, dekat Tikrit. Dari sana, ia dipindahkan ke pangkalan AS di Baghdad, di mana ia bakal tetap tinggal hingga 30 Juni 2004, dikala ia secara resmi diserahkan kepada pemerintah sementara Irak buat diadili atas kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selama persidangan berikutnya, Saddam terbukti menjadi terdakwa yang suka berperang, sering dengan susah payah menantang otoritas pengadilan serta membuat pernyataan-pernyataan yang ganjil. Pada tanggal 5 November 2006, Saddam dinyatakan bersalah serta dijatuhi hukuman mati. Hukuman itu diajukan, tetapi akhirnya ditunda oleh pengadilan banding. Pada 30 Desember 2006, di Camp Justice, sebuah pangkalan Irak di Baghdad, Saddam digantung, meskipun sebenarnya permintaannya buat ditembak. Ia dimakamkan di Al-Awja, tempat kelahirannya, pada 31 Desember 2006.
sumber: biography.com