Sejarah Berdiri Kerajaan Demak
Selasa, Oktober 08, 2019
Demak sebelumnya yaitu sebuah daerah yang diketahui dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Kerajaan Demak secara geograis terletak di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai, yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria.
Dalam bukunya yang berjudul “Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara” (1963), Mohammad Ali menulis Kalau pada suatu peristiwa Raden Patah diperintahkan oleh gurunya, Sunan Ampel dari Surabaya, agar merantau ke barat serta bermukim di sebuah tempat yang terlindung oleh tanaman gelagah wangi. Tanaman gelagah yang rimbun tentu cuma subur di daerah rawa-rawa. Dalam perantauannya itu, Raden Patah sampai ke daerah rawa di tepi selatan Pulau Muryo (Muria), sebuah kawasan rawa-rawa besar yang menutup laut (atau lebih tepatnya sebuah selat) yang memisahkan Pulau Muryo dengan daratan Jawa Tengah. Di situlah ditemukan gelagah wangi serta rawa; kemudian tempat tersebut dinamai Raden Patah selaku “Demak.
Berdirinya kerajaan Demak sendiri tidak bisa lepas dari sejarah kerajaan Majapahit yang berkuasa di pulau Jawa. Majapahit selaku sebuah kerajaan besar di Nusantara yang memiliki Mahapatih Gadjah Mada dengan sumpah Palapanya, sekitar akhir abad ke-15 mulai mengalami masa-masa keruntuhannya. Pada ketika itulah secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri dari Majapahit. Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut kemudian saling serang serta saling mengklaim selaku pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah yang mendapat dukungan dari Walisongo serta Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syekh Siti Jenar.
Menurut Slamet Muljana (2005), Raden Patah diangkat selaku bupati oleh Prabu Brawijaya serta Gelagah Wangi diganti namanya dengan “Demak” dengan ibu kota bernama “Bintara.” Dari nama wilayah baru itulah Raden Patah kemudian diketahui selaku Pangeran Bintara di kaki Gunung Muria.
Setelah merasa kuat karna memiliki daerah yang strategis serta memiliki dukungan baik dari Walisongo serta kerajaankerajaan Islam di Jawa, maka para wali memerintahkan agar Raden Patah menjadikan Demak selaku kerajaan Islam serta memisahkan diri dari kerajaan Majapahit. Tekad buat mendirikan kerajaan Demak yang merdeka menjadi kian bulat mengingat daerah Demak memiliki peluang buat berkembang pesat menjadi kota besar serta pusat perdagangan.
Raden Patah kemudian mengumpulkan para pengikutnya, baik dari masyarakat Jawa maupun Cina, buat mengadakan perlawanan terhadap kerajaan Majapahit. Dalam perlawanan itu, Radeng Patah juga mendapat bantuan dari beberapa daerah lain di Jawa yang sudah memeluk agama Islam seperti Jepara, Tuban, serta Gresik. Setelah berhasil mengalahkan Majapahit, Raden Patah pun kemudian mendirikan kerajaan Islam Demak. Dalam cerita yang lain, setelah merobohkan Majapahit, Raden Patah kemudian memindahkan semua alat upacara kerajaan serta pusaka Majapahit ke Demak selaku lambang tetap berlangsungnya kerajaan kesatuan Majapahit tetapi dalam bentuk baru di Demak.
Ada banyak versi tentang tahun berdirinya kerajaan Demak. Menurut Slamet Muljana dalam buku “Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa serta Timbulnya Negara Negara Islam di Nusantara,” kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478 atau setahun sebelum berdirinya masjid Agung Demak. Sementara kebanyakan sejarawan berpendapat Kalau kerajaan Demak berdiri pada tahun 1500. Asumsi yang mereka bangun yaitu Kalau harus rentang waktu 21 tahun semenjak didirikannya Masjid Demak buat membangun fondasi kemasyarakatan serta menyusun kekuatan di Demak.
Raden Patah atau Jin Bun yaitu salah seorang keturunan Raja Brawijaya dari salah seorang istrinya yang disebut Putri Cina. Dikisahkan Kalau pada kesatu abad ke-14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming mengirimkan seorang Putri yang cantik kepada Raja Brawijaya di kerajaan Majapahit selaku tanda persahabatan antara kedua negara. Putri yang cantik serta pintar ini selekasnya merebut perhatian serta mendapatkan tempat yang istimewa di hati Brawijaya. Semua kemauan yang diinginkan sang putri cantik ini dituruti oleh Raja Brawijaya.
Namun karna Ratu Dwarawati, sang permaisuri yang berasal dari Campa, merasa cemburu terhadap Putri Cina tersebut, terpaksa Raja Brawijaya memberikan Putri Cina yang tengah mengandung kepada Arya Damar yang kala itu menjabat selaku adipati Palembang. Setelah Putri Cina melahirkan Raden Patah di Palembang, barulah Arya Damar menikahi Putri Cina tersebut serta melahirkan anak laki-laki yang kemudian diberi nama Raden Kusen. Dengan demikian maka Raden Patah serta Raden Kusen yaitu saudara sekandung seibu tapi berlainan ayah.
Karena menolak buat menjadi adipati di Palembang, maka Raden Patah serta Raden Kusen kemudian berlayar ke Jawa dengan menaiki kapal dagang yang menuju Surabaya serta menjadi santri di pesantren Ampel Denta (Ngampel Denta). Di sana, Raden Patah mempelajari ajaran Islam bersama muridmurid Sunan Ampel yang lainnya seperti Raden Paku (Sunan Giri), Maulana Ibrahim (Sunan Bonang), serta Raden Kasim (Sunan Drajat). Sementara Raden Kusen kembali ke Majapahit serta diangkat menjadi adipati Terung oleh Prabu Brawijaya. Di Ngampel Denta, Raden Patah diangkat menjadi menantu oleh Sunan Ampel yang dinikahkan dengan cucu perempuannya, anak sulung dari Nyai Gede Waloka. Setelah menikah, Raden Patah pindah ke Jawa Tengah serta mendirikan pesantren yang diberi nama Glagahwangi, lalu mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitar.
Semakin lama pesantren Glagahwangi makin maju serta menyebabkan Prabu Brawijaya menjadi khawatir apabila Raden Patah memiliki niat buat memberontak. Prabu Brawijaya akhirnya memutuskan memberi perintah terhadap Raden Kusen buat memanggil Raden Patah datang ke Majapahit. Setelah Raden Patah setuju datang ke Majapahit, Prabu Brawijaya malah merasa terkesan serta mengakui kembali Raden Patah selaku putranya.
Dalam bukunya yang berjudul “Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara” (1963), Mohammad Ali menulis Kalau pada suatu peristiwa Raden Patah diperintahkan oleh gurunya, Sunan Ampel dari Surabaya, agar merantau ke barat serta bermukim di sebuah tempat yang terlindung oleh tanaman gelagah wangi. Tanaman gelagah yang rimbun tentu cuma subur di daerah rawa-rawa. Dalam perantauannya itu, Raden Patah sampai ke daerah rawa di tepi selatan Pulau Muryo (Muria), sebuah kawasan rawa-rawa besar yang menutup laut (atau lebih tepatnya sebuah selat) yang memisahkan Pulau Muryo dengan daratan Jawa Tengah. Di situlah ditemukan gelagah wangi serta rawa; kemudian tempat tersebut dinamai Raden Patah selaku “Demak.
Berdirinya kerajaan Demak sendiri tidak bisa lepas dari sejarah kerajaan Majapahit yang berkuasa di pulau Jawa. Majapahit selaku sebuah kerajaan besar di Nusantara yang memiliki Mahapatih Gadjah Mada dengan sumpah Palapanya, sekitar akhir abad ke-15 mulai mengalami masa-masa keruntuhannya. Pada ketika itulah secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri dari Majapahit. Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut kemudian saling serang serta saling mengklaim selaku pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah yang mendapat dukungan dari Walisongo serta Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syekh Siti Jenar.
Menurut Slamet Muljana (2005), Raden Patah diangkat selaku bupati oleh Prabu Brawijaya serta Gelagah Wangi diganti namanya dengan “Demak” dengan ibu kota bernama “Bintara.” Dari nama wilayah baru itulah Raden Patah kemudian diketahui selaku Pangeran Bintara di kaki Gunung Muria.
Setelah merasa kuat karna memiliki daerah yang strategis serta memiliki dukungan baik dari Walisongo serta kerajaankerajaan Islam di Jawa, maka para wali memerintahkan agar Raden Patah menjadikan Demak selaku kerajaan Islam serta memisahkan diri dari kerajaan Majapahit. Tekad buat mendirikan kerajaan Demak yang merdeka menjadi kian bulat mengingat daerah Demak memiliki peluang buat berkembang pesat menjadi kota besar serta pusat perdagangan.
Raden Patah kemudian mengumpulkan para pengikutnya, baik dari masyarakat Jawa maupun Cina, buat mengadakan perlawanan terhadap kerajaan Majapahit. Dalam perlawanan itu, Radeng Patah juga mendapat bantuan dari beberapa daerah lain di Jawa yang sudah memeluk agama Islam seperti Jepara, Tuban, serta Gresik. Setelah berhasil mengalahkan Majapahit, Raden Patah pun kemudian mendirikan kerajaan Islam Demak. Dalam cerita yang lain, setelah merobohkan Majapahit, Raden Patah kemudian memindahkan semua alat upacara kerajaan serta pusaka Majapahit ke Demak selaku lambang tetap berlangsungnya kerajaan kesatuan Majapahit tetapi dalam bentuk baru di Demak.
Ada banyak versi tentang tahun berdirinya kerajaan Demak. Menurut Slamet Muljana dalam buku “Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa serta Timbulnya Negara Negara Islam di Nusantara,” kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478 atau setahun sebelum berdirinya masjid Agung Demak. Sementara kebanyakan sejarawan berpendapat Kalau kerajaan Demak berdiri pada tahun 1500. Asumsi yang mereka bangun yaitu Kalau harus rentang waktu 21 tahun semenjak didirikannya Masjid Demak buat membangun fondasi kemasyarakatan serta menyusun kekuatan di Demak.
Raden Patah atau Jin Bun yaitu salah seorang keturunan Raja Brawijaya dari salah seorang istrinya yang disebut Putri Cina. Dikisahkan Kalau pada kesatu abad ke-14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming mengirimkan seorang Putri yang cantik kepada Raja Brawijaya di kerajaan Majapahit selaku tanda persahabatan antara kedua negara. Putri yang cantik serta pintar ini selekasnya merebut perhatian serta mendapatkan tempat yang istimewa di hati Brawijaya. Semua kemauan yang diinginkan sang putri cantik ini dituruti oleh Raja Brawijaya.
Namun karna Ratu Dwarawati, sang permaisuri yang berasal dari Campa, merasa cemburu terhadap Putri Cina tersebut, terpaksa Raja Brawijaya memberikan Putri Cina yang tengah mengandung kepada Arya Damar yang kala itu menjabat selaku adipati Palembang. Setelah Putri Cina melahirkan Raden Patah di Palembang, barulah Arya Damar menikahi Putri Cina tersebut serta melahirkan anak laki-laki yang kemudian diberi nama Raden Kusen. Dengan demikian maka Raden Patah serta Raden Kusen yaitu saudara sekandung seibu tapi berlainan ayah.
Karena menolak buat menjadi adipati di Palembang, maka Raden Patah serta Raden Kusen kemudian berlayar ke Jawa dengan menaiki kapal dagang yang menuju Surabaya serta menjadi santri di pesantren Ampel Denta (Ngampel Denta). Di sana, Raden Patah mempelajari ajaran Islam bersama muridmurid Sunan Ampel yang lainnya seperti Raden Paku (Sunan Giri), Maulana Ibrahim (Sunan Bonang), serta Raden Kasim (Sunan Drajat). Sementara Raden Kusen kembali ke Majapahit serta diangkat menjadi adipati Terung oleh Prabu Brawijaya. Di Ngampel Denta, Raden Patah diangkat menjadi menantu oleh Sunan Ampel yang dinikahkan dengan cucu perempuannya, anak sulung dari Nyai Gede Waloka. Setelah menikah, Raden Patah pindah ke Jawa Tengah serta mendirikan pesantren yang diberi nama Glagahwangi, lalu mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitar.
Semakin lama pesantren Glagahwangi makin maju serta menyebabkan Prabu Brawijaya menjadi khawatir apabila Raden Patah memiliki niat buat memberontak. Prabu Brawijaya akhirnya memutuskan memberi perintah terhadap Raden Kusen buat memanggil Raden Patah datang ke Majapahit. Setelah Raden Patah setuju datang ke Majapahit, Prabu Brawijaya malah merasa terkesan serta mengakui kembali Raden Patah selaku putranya.