Teori Asal Usul Bangsa Semit


Dalam ragam kesempatan, termasuk membahas mengenai sejarah dunia, terkada kita pernah mendegar mengenai istilah bangsa Semit, siapakah mereka? Istilah Semit sendiri merujuk pada anggota dari mermacam suku bangsa yang menggunakan bahasa Semit kuno maupun modern, yang umumnya berdiam di Timur Dekat.

"Timur dekat merupakan kawasan Levant atau Sham (sekarang Israel, Jalur Gaza, Lebanon, Suriah, Tepi Barat serta Yordania), Anatolia (sekarang Turki), Mesopotamia (Irak serta Suriah timur), serta Plato Iran (Iran)."

Kata "Semit" berasal dari bahasa Ibrani Alkitab, "Sem" serta bahasa Arab, "Syam" yang berarti "nama." Semit sendiri merupakan istilah yang mula-mula digunakan dalam linguistik serta etnologi buat merujuk kepada sebuah "keluarga atau rumpun bahasa" asal Timur Tengah, yang sekarang disebut "Rumpun bahasa Semit."

Rumpun ini meliputi bentuk bahasa-bahasa kuno serta modern, yaitu Ahlamu, Akkadia (Assyria-Babilonia), Amharik, Amori, Arab, Aram/Suryani/​​Suriah, Kanaan/Fenisia/Kartago, Kasdim, Ebla, Edom, Ge'ez, Ibrani, Malta, Mandaik, Moab, Sutean, Tigre serta Tigrinya, serta Ugarit, serta sebagainya.

Diantara dua keturunan bangsa semit yang masih bertahan ketika ini, orang-orang keturunan Arab yang jumlahnya lebih banyak Dibanding keturunan Yahudi, Sudah melestarikan ciri khas fisik serta sikap mental Rumpun bangsa ini.

 termasuk membahas mengenai sejarah dunia Teori Asal Usul Bangsa Semit
Perkiraan distribusi rumpun bahasa Semit pada sekitar abad ke-1 M. Foto: Sting

Bahasa mereka, meskipun termaksud yang termuda diantara Rumpun bangsa Semit dari sisi Kesusastraanya, lebih banyak memuat keunikan bahasa asli Semit, termaksud iramanya, dibanding bahasa Ibrani serta bangsa serumpun lainya. karna itu bahasa Arab merupakan kunci penting buat mempelajari bahasa-bahasa semit lainya.

Agama Islam, dalam bentuk yang asli, juga penyempurnaan logis dari agama-agama Semit. di Eropa serta Amerika, kata " Semit" mempunyai konotasi Yahudi, serta mengingatkan kita pada penyebaran orang yahudi kedua Benua itu. ''Karakteristik Semit" yang seringkali di rujuk, termasuk bentuk hidung yang Khas, sama sekali tidak ada hubunganya dengan Semit.

Karakteristik itu merupakan karakteristik yang membedakan orang yahudi dari Rumpun Semit lainya, serta jelas menggambarkan hasil pernikahan silang antara bangsa Hitti-Hurrian dengan bangsa ibrani. Bangsa Hitti sendiri merupakan bangsa kuno di kawasan Anatolia yang membangun kerajaan di Asia Barat pada abad ke-2 SM, sedangkan Bangsa Hurri ialah bangsa kuno yang mendiami wilayah Surih serta Mesopotamia sekita 1500 SM.

Hal yang paling menjadi pertanyaan serta perdebatan secara historis serta arkeologis mengenai asal usul tempat pertama bangsa Semit ini. Dari mana mereka bermigrasi? Atau memang mereka sudah berada di kawasan Timur Tengah?

Setidaknya terdapat empat teori yang mempunyai argumen mengenai kawasan asal Bangsa Semit yang dikemukakan oleh beberapa peneliti, yaitu :

1. Teori Afrika

Teori Afrika ini dikemukakan oleh Theodor Noldeke. Ia berkata Kalau “ Keserumpunan Bangsa Semit serta Bangsa Hemit menunjukkan Kalau kawasan asal Bangsa Semit ialah Afrika ”. Bangsa Hemit ialah penduduk asli Afrika.

Theodor Noldeke mendasarkan teorinya ini pada kesamaan bentuk fisik antara Bangsa Semit serta Bangsa Hemit. Kesamaan bentuk fisik dari kedua bangsa tersebut yaitu mereka sama-sama mempunyai ukuran tulang betis yang kecil serta keduanya mempunyai bentuk rambut yang keriting.

Akan tetapi, Theodor Noldeke menegaskan Kalau teori yang dikemukakan oleh dirinya ini cuma hipotesa serta masih dapat diperdebatkan oleh ilmuwan lain. Akhirnya teori ini mendapatkan kritikan dari ilmuwan lain, karna apabila Bangsa Semit berasal dari Afrika, maka seharusnya Bahasa Semit Sudah menyebar di sana. Berbeda dengan hal itu, Kalau faktanya ialah Bahasa Semit tidak tersebar di seluruh Afrika, melainkan cuma tersebar di sebagian kecil Afrika yaitu Ethiopia serta Tunisia.

2. Teori Armenia

Teori Armenia ini dikemukakan oleh seorang peneliti dari Perancis bernama Renan. Ia berkata Kalau “ Bangsa Semit berasal dari mermacam kawasan di Armenia ”.

Renan mendasarkan teorinya ini pada Kitab Perjanjian Lama, yaitu :
  • Pasal tentang Penciptaan Alam Semesta dalam Perjanjian Lama, yang pada salah satu referensi terdapat pada ayat 10 butir 22 – 24 (10 / 22 - 24). Namun setelah diteliti lebih dalam lagi, ternyata bukan pada ayat tersebut, tetapi terdapat pada ayat 10 butir 30 (10 / 30). Pasal-pasal tersebut berbunyi :
    • Ayat 10 butir 22 - 24 (10 / 22 - 24) berbunyi : “ Keturunan Sem ialah Elam, Asyur, Arpakhsad, Lud, serta Aram. Keturunan Aram ialah Us, Hul, Geter, serta Mas. Arpakhsad memperanakan Selah, serta Selah memperanakan Eber.“
    • Ayat 10 butir 30 (10 / 30) berbunyi : “ Daerah kediaman mereka terbentang dari Mesa ke arah Sefar, yaitu Pegunungan di sebelah timur (Pegunungan Ararat di Armenia).”
  • Pasal tentang Penciptaan Alam Semesta dalam Perjanjian Lama ayat 8 butir 4 (8 / 4), yang berbunyi : “ Dalam bulan yang ketujuh, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, terkandaslah bahtera itu pada pegunungan Ararat (dalam peta modern berada di wilayah timur, dekat Armenia serta perbatasan Iran).”
Pada teori Armenia ini terdapat terdapat asumsi mengenai perbatasan Armenia serta Iran yang merupakan tempat kelahiran tidak cuma umat Islam, tetapi juga seluruh umat manusia. Hal ini menunjukkan Kalau pasal-pasal sebelumnya sangat bertentangan dengan pasal tentang Penciptaan Alam Semesta dalam Kitab Perjanjian Lama ayat 11 butir 2 (11 / 2) yang berbunyi : “ Maka berangkatlah mereka ke sebelah timur serta menjumpai tanah datar di Tanah Sinear (Bukit Sinai), lalu menetaplah mereka di sana (Babilonia) ”.

Ayat-ayat tersebut membuktikan Kalau pasal-pasal yang terdapat di dalam Kitab Perjanjian Lama hanyalah berdasarkan pada cerita-cerita rakyat setempat yang diucapkan secara turun temurun dari nenek moyang mereka yang bersifat subjektif.

3. Teori Babilonia

Teori Babilonia ini dikemukakan oleh dua orang peneliti yang bernama Ignatius Guidi serta Frets Hummel. Mereka berkata dalam tulisannya yang diterbitkan di Roma pada tahun 1879 Kalau : “ Kawasan asal Bangsa Semit ialah hilir Sungai Eufrat yaitu Lembah Daratan Irak (Babilonia) ”.

Dalam tulisannya, mereka mendasarkan teori Babilonia ini dengan ditemukannya kesamaan sebagian besar nama-nama serta istilah di Babilonia lebih dekat dengan Bahasa Akkadia.

tidak cuma itu, mereka juga melihat kesamaan beberapa kosa kata Bahasa Semit Kuno di kawasan tersebut, seperti : Dalam seluruh Bahasa Semit kata نهر (sungai) ialah نهر . Akan tetapi, teori ini tidak dapat diterima begitu Sahaja oleh para peneliti lain, karna masih banyak kosa kata yang berbeda, seperti : Dalam Bahasa Arab kata ﺠﺒﻞ (gunung), dalam Bahasa Ibrani ﻫﺮ, dalam Bahasa Aramea ﻄﻮرﺍ , serta dalam Bahasa Akkadia شد . Sedangkan semua bahasa-bahasa tersebut ialah rumpun dari Bahasa Semit.

4. Teori Arab

Teori Arab ini dikemukakan oleh Esbiringer, dkk. Mereka berkata Kalau “ Jazirah Arab merupakan kawasan asal Bangsa Semit ”.

Esbiringer berkata hal demikian karna mereka mempunyai beberapa argumen yang mendukung teorinya tersebut, diantaranya :
  • Kawasan subur di antara Sungai Tigris serta Sungai Eufrat selalu didatangi Suku Badui dari padang pasir yang menggelar imigrasi.
  • Bangsa Akkadia ialah orang asing yang menaklukan penduduk asli yaitu Bangsa Sumery.
  • Ditemukannya artefak dengan Bahasa Sumery yang isinya Kalau negara mereka selalu dalam keadaan bahaya karna sering didatangi penduduk-penduduk asing.
  • Penduduk padang pasir selalu berambisi menguasai kawasan subur serta perkotaan yang lebih maju dari mereka.
  • Orang Arab yang secara genetika belum tercampur dengan bangsa lain, mempunyai bentuk fisik yang sama. Hal ini menunjukan orisinalitas fisik orang Arab.
Teori arab yang dikemukakan oleh Esbringer berdasarkan argumen-argumen Kalau Jazirah Arab merupakan kawasan asal Bangsa Semit serta dari sanalah mereka berpencar ke mermacam kawasan sekitar yang lebih subur serta berperadaban. 

Pada awalnya bangsa Semit bertempat tinggal di daerah padang pasir yang bukan merupakan tempat yang baik buat didiami, sehingga mereka menggelar imigrasi ke daerah lain. Argumen tersebut juga diperkuat dengan tidak adanya perbedaan antara situasi padang pasir pada zaman dulu dengan situasi padang pasir pada zaman sekarang.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel