Dinasti Ayyubiyah

Dinasti Ayyubiyah diambil dari nama Najmuddin Ayyub bin Syadiy yang berasal dari Suku Kurdi sebuah kota kecil yang bernama Duwain Persia, di perbatasan Azerbaijan serta Armenia. Ayyub mempunyai seorang saudara yang bernama Asaduddin Sarkuah bin Syadiy. orang tua mereka, Syadiy, membawanya ke negeri Irak, ketika Sarkuah Tikrit berkuasa. Syadiy lalu akrab dengan Imaduddin Zanki di Mosul.

Najmuddin Ayyub menguasai Benteng Baalbek, tempat anaknya, Shalahuddin, tumbuh besar serta kelak menjadi orang dekat Nuruddin Mahmud bin Zanki. Shalahuddin Yusuf bin Ayyub yaitu pendiri sejati Dinasti Ayubiyah, yaitu setelah dia ditunjuk menjadi menteri pada pemerintahan Sultan Nuruddin Mahmud, sultan Fathimiyah. Shalahuddin setuju menjadi menteri dengan syarat seluruh wilayah Mesir menjadi kekuasaannya serta dia menjadi penguasa tunggal. Ia mengembalikan Mesir kepada wilayah Dinasti Abbasiyah serta tidak ingin mendoakan Sultan Fathimiyah.

Saat itu, Sudan dikuasai Kabilah Kanuz yang tunduk pada Dinasti Fathimiyah. Shalahuddin pun mengutus saudaranya, Tauransyah, serta menunjuknya selaku wakil di Sudan. orang-orang yang diutus Shalahuddin tidak mempunyai kesempatan buat menyelidiki kota Barqah karna Nuruddin Zanki wafat pada bulan Syawal tahun 569 Hijriah sehingga kekuasaan jatuh ke tangan Shalahuddin. Ia memulai gerakan buat menyatukan Dinasti Ayubiyah serta menjaga sendisendinya di Mesir serta Suriah.

epeninggal Nuruddin, Shalahuddin al-Ayubi bergerak menuju Suriah serta memasuki Damaskus, lalu menguasai Hims serta Halab. Shalahuddin akhirnya menjadi penguasa seluruh Mesir serta Suriah. Setelah itu, Shalahuddin kembali ke Mesir serta mulai membenahi urusan dalam negeri, khususnya Kairo serta Iskandariyah. Ia kemudian pergi ke Suriah buat memulai Perang Salib melawan Nasrani. Ia berkali-kali menang dalam Perang Salib. Yang paling penting yaitu keberhasilannya menguasai Baitul Maqdis dalam perang Hithin pada tahun 583 Hijriah sehingga dia bergelar Malik an-Nashir. Khalifah Abbasiyah menganugerahinya mahkota serta memberinya gelar Muhyi Daulah Amirul Mukminin.

Dinasti Ayubiyah membentang sampai Hijaz setelah menguatkan Palestina Selatan serta bersiap perang melawan Arnat, penguasa Benteng Aqrad milik Nasrani. Shalahuddin lebih memerhatikan pelabuhan-pelabuhan Laut Merah karna Arnat sudah mendirikan pasukan perang di Pelabuhan Ailah atau Aqabah serta mengirimkan kapal perang sampai ke Idzab. Shalahuddin berhasil menguasai Ailah serta menawan banyak orang Kristen. Pasukannya juga berhasil memukul mundur seluruh orang Kristen yang sampai ke Idzab. Shalahuddin menguasai Baitul Maqdis serta menawan raja pasukan Salib serta pasukan berkuda mereka, termasuk Arnat, penguasa Benteng Aqrad.

Setelah Shalahuddin menguasai Baitul Maqdis, seluruh pelabuhan laut Suriah jatuh ke tangannya, selain pelabuhan Kerajaan Tarabulus serta Antakiya. Perang Salib berakhir dengan perjanjian damai Ramalah antara Shalahuddin serta pasukan Salib.

Setelah Shalahuddin wafat pada tahun 589 Hijriah, dia digantikan anaknya, Al-Aziz Utsman, lalu diganti Al-Manshur. Namun, Raja Adil Saifuddin Abu Bakar, saudara kandung Shalahuddin, menguasai pemerintahan pada tahun 596 Hijriah. Setelah itu, perpecahan terjadi antara anak-cucu Dinasti Ayubiyah. Masing-masing raja menguasai wilayahnya secara merdeka, lepas dari kekuasaan Mesir. Hal itu menimbulkan kelemahan serta kemunduran Dinasti Ayubiyah. Padahal, di ketika yang sama, pasukan Salib tengah memulai serangan baru. Hal itu memaksa Dinasti Ayubiyah berkalikali melakukan perjanjian damai dengan pasukan Salib serta dengan terpaksa hengkang dari kota-kota pelabuhan di Palestina serta Suriah.

Meskipun demikian, dunia tetap mengakui Apabila Dinasti Ayubiyah sangat berani menghadapi pasukan Salib. Dalam serangan Salib ke kota Dimyat, yang dipimpin Lewis IX, Ayubiyah mampu mengalahkan pasukan Salib, bahkan berhasil menawan pimpinan mereka. Hal tersebut terjadi pada masa Raja Taurun Syah bin Najmuddin Ayyub.

Kesultanan Dinasti Ayubiyah masih berdiri sampai wafanya Raja Taurun Syah pada tahun 648 Hijriah. Setelah itu, para bekas budak memilih Syajarah Durr, janda Najmuddin Ayyub, buat menjadi Ratu Mesir. Namun, Syajarah dengan suka rela menyerahkan takhta kepada anaknya, Al-Asyraf Musa. Mulai ketika itu, Mameluk (bekas-bekas budak belian) berkuasa serta mengumumkan berakhirnya Dinasti Ayubiyah.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel