Sun Yat-Sen: Bapak Pendiri China Modern
Sabtu, Oktober 05, 2019
Sun Yat-sen yakni pemimpin revolusi republik China. Ia melaksanakan banyak hal buat mengilhami serta mengatur gerakan yang menggulingkan dinasti Manchu pada tahun 1911 — yang merupakan keluarga penguasa yang sudah memerintah Cina selama hampir tiga ratus tahun. Melalui Partai Kuomintang, ia membuka jalan bagi penyatuan kembali negara itu.
Masa kecil
Sun Yat-sen lahir pada 12 November 1866, ia berasal dari keluarga petani di Choyhung di Kwangtung dekat koloni Portugis Macao. Ayahnya bekerja selaku petani, yang sudah menjadi pekerjaan tradisional keluarganya selama beberapa generasi. Ia mendapatkan pendidikan dari dunia yang berbeda yaitu gabungan dari Cina serta Barat. Setelah mendapatkan pendidikan dasar dalam bahasa Cina klasik di sekolah desanya, ia dikirim ke Hawaii pada tahun 1879 buat bergabung dengan kakak laki-lakinya. Di sana ia mendaftar di sebuah perguruan tinggi tempat ia belajar sains Barat serta Kristen.
Setelah lulus pada 1882, ia kembali ke desa asalnya. Setelah belajar tentang agama Kristen, Sun Yat-sen menjadi percaya kalau praktik keagamaan di desa tempat dia dibesarkan tidak lebih dari takhayul. Ia lekas menunjukkan keyakinan yang telah berubah tersebut dengan merusak salah satu patung desa serta dibuang dari desa.
Meskipun Sun Yat-sen pulang ke rumah sebentar buat menjalani perjodohan, dia menghabiskan akhir masa remajanya serta awal dua puluhan belajar di Hong Kong. Ia memulai pelatihan medisnya di Kanton, Cina, tetapi pada tahun 1887 kembali ke Hong Kong serta terdaftar di sekolah kedokteran. Setelah lulus pada Juni 1892, ia pergi ke Macao, di mana pemerintah Portugis menolak memberikan dia lisensi buat praktik kedokteran.
Ketika Sun Yat-Sen kembali ke Hong Kong pada musim semi tahun 1893, ia menjadi lebih tertarik pada politik daripada di bidang kedokteran. Kecewa dengan korupsi, inefisiensi, serta ketidakmampuan pemerintah Manchu buat membela China melawan kekuatan asing, ia menulis surat kepada Li Hung-chang (1823-1901), salah satu pemimpin reformasi terpenting Cina (pemimpin peningkatan sosial masyarakat), mendukung program reformasi. Surat dia akhirnya diabaikan, Sun Yat-Sen kembali ke Hawaii buat mengatur Hui-chung hui (Revive China Society). Ketika perang antara Cina serta Jepang muncul, ada momentum untuk penggulingan Manchu, Sun Yat-Sen kembali ke Hong Kong serta mereorganisasi Hsing-chung hui selaku masyarakat rahasia revolusioner. Pemberontakan organisasi rahasia tersebut sudah direncanakan di Canton pada tahun 1895 tetapi kemudian aksinya tercium, serta beberapa orang Sun Yat-Sen dieksekusi. Setelah menjadi buronoan yang ditandai, Sun Yat-Sen melarikan diri ke Jepang.
Revolusioner
Pola buat karier politik Sun Yat-Sen penuh dengan: plot-plot tidak terorganisir, kegagalan, eksekusi para rekan penghianat, pengembaraan di luar negeri, serta kurangnya dukungan finansial buat aksi politiknya . Sun Yat-sen tumbuh kumis, mengenakan pakaian gaya Barat, dan, menyamar selaku orang Jepang, berangkat sekali lagi, kesatu ke Hawaii, kemudian ke San Francisco, serta akhirnya ke Inggris buat mengunjungi seorang mantan instruktur sekolah. Sebelum meninggalkan Inggris, ia sering mengunjungi ruang baca Museum Inggris, di mana ia berkenalan dengan tulisan-tulisan Karl Marx (1818–1893).
Sun Yat-sen kembali ke Jepang pada bulan Juli 1905 buat menemukan komunitas mahasiswa Tionghoa yang digerakkan ke arah mengerti patriotik. Bergabung dengan revolusionis lain seperti Huang Hsing serta Sung Chiao-jen (1882–1913), Sun Yat-sen mengorganisir T'ungmeng hui (Aliansi Revolusioner). T'ung-meng hui diatur dengan hati-hati, dengan keanggotaan yang ketat serta berpendidikan tinggi yang diambil dari seluruh Cina.
Pada ketika ini, gagasan-gagasan Sun Yat-sen sudah berkembang menjadi "Tiga Prinsip Rakyat" - tulisan-tulisannya tentang nasionalisme, demokrasi, serta sosialisme. Ketika Sun Yat-sen kembali dari perjalanan penggalangan dana pada musim gugur tahun 1906, muridnya yang mengikuti di Jepang berjumlah ribuan. Namun, di bawah tekanan dari pemerintah di China, pemerintah Jepang mengusir mereka.
Perjuangan Sun Yat-sen sudah mencapai titik terendah. Kegagalan serangkaian kudeta yang tidak direncanakan serta dipersenjatai dengan mengandalkan kekuatan yang tersebar dari masyarakat rahasia serta kelompok pemberontak, sudah mengurangi reputasi Hui T'ungmeng di Asia Tenggara. Namun, Sun Yat-sen tidak menyerah. Sun Yat-sen mengunjungi Amerika Serikat serta mengikuti tur penggalangan dana. Ketika itu dia membaca di surat Berita kalau pemberontakan yang berhasil sudah terjadi di pusat kota Lembah Yangtze, Wuchang, Cina.
Presiden Republik Tiongkok
Pada ketika Sun Yat-sen tiba kembali di China pada Hari Natal 1911, pemberontakan sudah menyebar melalui Lembah Yangtze. Keadaan Cina tengah mengalami kekacauan, serta di Nanking, Cina, kaum revolusioner dari empat belas provinsi memilihnya selaku presiden pemerintahan (sementara). Pada tanggal 1 Januari 1912, Sun Yat-sen memproklamasikan berdirinya Republik Tiongkok.
Tahun berikutnya perebutan kekuasaan pahit berkembang di pemerintah Cina. Pada 20 Maret 1913, agen Yuan Shikai membunuh Sung Chiao-jen(pemimpin revolusi Cina) di stasiun kereta api Shanghai, Cina. Sun Yat-sen bergegas kembali serta menuntut agar mereka yang bertanggung jawab dibawa ke pengadilan. Yuan menolak, memicu apa yang disebut revolusi kedua. Yüan mengkudeta Sun Yat-sen dari jabatannya serta pada 15 September 1913, memerintahkan penangkapannya. Pada awal Desember, Sun Yat-sen sekali lagi menjadi pengungsi politik (orang yang terpaksa mengungsi) di Jepang.
Persiapan kembali
Sun Yat-sen sekarang mulai bekerja buat menggulingkan Yüan. Namun, Yuan mengalami kebingungan karna daerah kekuasaannya banyak menolak dia. Usahanya buat menggantikan republik dengan monarki (ia menjadi kaisar) membuat gelombang pemberontakan di Cina barat daya diikuti oleh pemberontakan pengikut Sun Yat-sen di beberapa provinsi lain. Sun Yat-sen kembali ke Shanghai pada April 1916, dua bulan sebelum kematian Yuan.
Setelah gagal buat mendapatkan bantuan Jepang, Sun Yat-sen berdiam diri di Shanghai. Di sana ia menulis dua dari tiga risalah (tulisan-tulisan resmi) kemudian dimasukkan ke dalam Chien-kuo fang-lueh (Prinsip-Prinsip Rekonstruksi Nasional). Pada bagian pertama, Rekonstruksi Sosial, selesai pada bulan Februari 1917, Sun Yat-sen mengaitkan kegagalan demokrasi (pemerintahan oleh rakyat) di Tiongkok dengan kurangnya praktik serta penerapan masyarakat. Risalah kedua, Rekonstruksi Psikologis, berpendapat kalau penerimaan terkenal dari programnya sudah dihalangi oleh penerimaan pepatah lama "Pengetahuan itu sulit, tindakan mudah." Bagian ketiga, Material Reconstruction, merupakan rencana induk buat industrialisasi Cina yang bakal dibiayai oleh investasi mewah dari luar negeri.
Sekali lagi Sun Yat-sen mereorganisasi partainya, kali ini selaku Kuomintang Cina. Ia juga ikut campur dalam dunia politik di Kanton, Cina. Ketika kota itu diduduki pada 26 Oktober 1920, oleh Ch'en Chiung-ming serta pendukung lainnya, Sun Yat-sen bernama Ch'en gubernur Kwangtung, Cina, pada April 1921, mendirikan pemerintahan baru di Kanton buat menyaingi pemerintah Peking serta memilih Sun Yat-sen selaku presiden.
Setelah menyetir Ch'en dari Peking, Sun Yat-sen melanjutkan persiapan buat memperluas utara, tetapi Ch'en melaksanakan penghianatan merebut kembali Kanton serta memaksa Sun melarikan diri ke sebuah kapal perang di Sungai Pearl. Di sana, seorang pembantu militer muda bernama Chiang Kai-shek (1887–1975) membantunya melarikan diri. sekali lagi ia tidak berhasil berkuasa kembali sepenuhnya.
Aliansi komunis
Tak seorang pun yang berkecil hati karna kegagalan, Sun Yat-sen kembali ke Shanghai serta melanjutkan rencananya buat merebut kembali Kanton melalui aliansi dengan panglima perang utara (komandan militer tentara independen). Sekitar waktu ini, Sun Yat-sen menerima dukungan dari Uni Soviet, yang merupakan tanda kekecewaannya terhadap kekuatan Barat serta Jepang. Padahal ia membutuhkan bakal bantuan politik, militer, serta keuangan. Bagian dari kesepakatan bantuan tersebut yakni menerima Komunis China ke Kuomintang. Pada tanggal 26 Januari 1923, Uni Soviet menjamin dukungannya buat reunifikasi Cina. Ini bakal memberi Sun Yat-sen apa yang dia butuhkan.
Sementara itu, sekutu militer Sun Yat-sen tengah membuka jalan buat kembali ke Kanton. Pada pertengahan Februari 1923 Sun kembali lagi selaku kepala pemerintahan militer. Pada bulan Januari 1924, Kongres Nasional kesatu Kuomintang menyetujui konstitusi baru (sebuah dokumen resmi yang menetapkan standar buat pemerintah), yang merombak partai itu di sepanjang garis Soviet. Di puncak partai yakni Komite Eksekutif Pusat dengan biro-biro yang menangani propaganda (menggunakan literatur serta media buat mempengaruhi massa), pekerja, petani, pemuda, wanita, penyelidikan, serta urusan militer. Prinsip Sun Yat-sen 'Tiga Prinsip Rakyat' disajikan kembali buat menekankan pada anti-imperialisme (dominasi oleh kekuatan asing) serta peran utama partai.
Sun Yat-sen menyadari, bahkan partai yang paling disiplin sekalipun, tidak bakal efektif tanpa tangan militer. Untuk menggantikan panglima perang(model militer kuno Cina) yang tidak bisa diandalkan, Sun memilih model Soviet selaku tentara partai. Soviet setuju buat membantu mendirikan akademi militer, serta sebuah misi yang dipimpin oleh Chiang kai-shek dikirim ke Uni Soviet buat mendapatkan bantuan.
Hari-hari terakhir di Peking
Namun, daya tarik aliansi panglima perang tetap kuat. Sebagai tanggapan atas undangan dari Chang Tso-lin (1873–1928) serta Tuan Ch'i-jui (1865–1936), Sun berangkat ke Beijing buat mendiskusikan masa depan Tiongkok. Namun, negosiasi dengan Tuan Ch'i-jui lekas runtuh. Ini terbukti menjadi yang terakhir kalinya kalau Sun bakal dikecewakan oleh sekutu-sekutunya. Setelah beberapa bulan kesehatan memburuk, pada akhir 1924, Sun menemukan kalau ia menderita kanker yang tidak tersembuhkan.
Sun melewati hari-hari terakhirnya dengan membuat tulisan "kesaksian politik," yang mendesak para pengikutnya buat memegang teguh tujuan-tujuannya dalam membawa revolusi menuju kemenangan. Ia juga mengeluarkan pidato perpisahan yang sangat kontroversial ke Uni Soviet buat menegaskan kembali aliansi melawan dominasi Barat. Keesokan harinya, 12 Maret 1925, Sun meninggal di Peking, Cina. Ia diberi pemakaman negara di bawah perintah Tuan Ch'i-jui.
Meskipun penuh semangat menjadi pembimbing revolusi Tiongkok, Sun Yat-sen dikritik secara luas selama masa hidupnya. Setelah kematiannya ia menjadi objek pemujaan (pengikut) yang mengangkatnya ke posisi sakral.
sumber: notablebiographies.com
Masa kecil
Baca Juga
Meskipun Sun Yat-sen pulang ke rumah sebentar buat menjalani perjodohan, dia menghabiskan akhir masa remajanya serta awal dua puluhan belajar di Hong Kong. Ia memulai pelatihan medisnya di Kanton, Cina, tetapi pada tahun 1887 kembali ke Hong Kong serta terdaftar di sekolah kedokteran. Setelah lulus pada Juni 1892, ia pergi ke Macao, di mana pemerintah Portugis menolak memberikan dia lisensi buat praktik kedokteran.
Ketika Sun Yat-Sen kembali ke Hong Kong pada musim semi tahun 1893, ia menjadi lebih tertarik pada politik daripada di bidang kedokteran. Kecewa dengan korupsi, inefisiensi, serta ketidakmampuan pemerintah Manchu buat membela China melawan kekuatan asing, ia menulis surat kepada Li Hung-chang (1823-1901), salah satu pemimpin reformasi terpenting Cina (pemimpin peningkatan sosial masyarakat), mendukung program reformasi. Surat dia akhirnya diabaikan, Sun Yat-Sen kembali ke Hawaii buat mengatur Hui-chung hui (Revive China Society). Ketika perang antara Cina serta Jepang muncul, ada momentum untuk penggulingan Manchu, Sun Yat-Sen kembali ke Hong Kong serta mereorganisasi Hsing-chung hui selaku masyarakat rahasia revolusioner. Pemberontakan organisasi rahasia tersebut sudah direncanakan di Canton pada tahun 1895 tetapi kemudian aksinya tercium, serta beberapa orang Sun Yat-Sen dieksekusi. Setelah menjadi buronoan yang ditandai, Sun Yat-Sen melarikan diri ke Jepang.
Pola buat karier politik Sun Yat-Sen penuh dengan: plot-plot tidak terorganisir, kegagalan, eksekusi para rekan penghianat, pengembaraan di luar negeri, serta kurangnya dukungan finansial buat aksi politiknya . Sun Yat-sen tumbuh kumis, mengenakan pakaian gaya Barat, dan, menyamar selaku orang Jepang, berangkat sekali lagi, kesatu ke Hawaii, kemudian ke San Francisco, serta akhirnya ke Inggris buat mengunjungi seorang mantan instruktur sekolah. Sebelum meninggalkan Inggris, ia sering mengunjungi ruang baca Museum Inggris, di mana ia berkenalan dengan tulisan-tulisan Karl Marx (1818–1893).
Sun Yat-sen kembali ke Jepang pada bulan Juli 1905 buat menemukan komunitas mahasiswa Tionghoa yang digerakkan ke arah mengerti patriotik. Bergabung dengan revolusionis lain seperti Huang Hsing serta Sung Chiao-jen (1882–1913), Sun Yat-sen mengorganisir T'ungmeng hui (Aliansi Revolusioner). T'ung-meng hui diatur dengan hati-hati, dengan keanggotaan yang ketat serta berpendidikan tinggi yang diambil dari seluruh Cina.
Pada ketika ini, gagasan-gagasan Sun Yat-sen sudah berkembang menjadi "Tiga Prinsip Rakyat" - tulisan-tulisannya tentang nasionalisme, demokrasi, serta sosialisme. Ketika Sun Yat-sen kembali dari perjalanan penggalangan dana pada musim gugur tahun 1906, muridnya yang mengikuti di Jepang berjumlah ribuan. Namun, di bawah tekanan dari pemerintah di China, pemerintah Jepang mengusir mereka.
Perjuangan Sun Yat-sen sudah mencapai titik terendah. Kegagalan serangkaian kudeta yang tidak direncanakan serta dipersenjatai dengan mengandalkan kekuatan yang tersebar dari masyarakat rahasia serta kelompok pemberontak, sudah mengurangi reputasi Hui T'ungmeng di Asia Tenggara. Namun, Sun Yat-sen tidak menyerah. Sun Yat-sen mengunjungi Amerika Serikat serta mengikuti tur penggalangan dana. Ketika itu dia membaca di surat Berita kalau pemberontakan yang berhasil sudah terjadi di pusat kota Lembah Yangtze, Wuchang, Cina.
Presiden Republik Tiongkok
Pada ketika Sun Yat-sen tiba kembali di China pada Hari Natal 1911, pemberontakan sudah menyebar melalui Lembah Yangtze. Keadaan Cina tengah mengalami kekacauan, serta di Nanking, Cina, kaum revolusioner dari empat belas provinsi memilihnya selaku presiden pemerintahan (sementara). Pada tanggal 1 Januari 1912, Sun Yat-sen memproklamasikan berdirinya Republik Tiongkok.
Tahun berikutnya perebutan kekuasaan pahit berkembang di pemerintah Cina. Pada 20 Maret 1913, agen Yuan Shikai membunuh Sung Chiao-jen(pemimpin revolusi Cina) di stasiun kereta api Shanghai, Cina. Sun Yat-sen bergegas kembali serta menuntut agar mereka yang bertanggung jawab dibawa ke pengadilan. Yuan menolak, memicu apa yang disebut revolusi kedua. Yüan mengkudeta Sun Yat-sen dari jabatannya serta pada 15 September 1913, memerintahkan penangkapannya. Pada awal Desember, Sun Yat-sen sekali lagi menjadi pengungsi politik (orang yang terpaksa mengungsi) di Jepang.
Persiapan kembali
Sun Yat-sen sekarang mulai bekerja buat menggulingkan Yüan. Namun, Yuan mengalami kebingungan karna daerah kekuasaannya banyak menolak dia. Usahanya buat menggantikan republik dengan monarki (ia menjadi kaisar) membuat gelombang pemberontakan di Cina barat daya diikuti oleh pemberontakan pengikut Sun Yat-sen di beberapa provinsi lain. Sun Yat-sen kembali ke Shanghai pada April 1916, dua bulan sebelum kematian Yuan.
Setelah gagal buat mendapatkan bantuan Jepang, Sun Yat-sen berdiam diri di Shanghai. Di sana ia menulis dua dari tiga risalah (tulisan-tulisan resmi) kemudian dimasukkan ke dalam Chien-kuo fang-lueh (Prinsip-Prinsip Rekonstruksi Nasional). Pada bagian pertama, Rekonstruksi Sosial, selesai pada bulan Februari 1917, Sun Yat-sen mengaitkan kegagalan demokrasi (pemerintahan oleh rakyat) di Tiongkok dengan kurangnya praktik serta penerapan masyarakat. Risalah kedua, Rekonstruksi Psikologis, berpendapat kalau penerimaan terkenal dari programnya sudah dihalangi oleh penerimaan pepatah lama "Pengetahuan itu sulit, tindakan mudah." Bagian ketiga, Material Reconstruction, merupakan rencana induk buat industrialisasi Cina yang bakal dibiayai oleh investasi mewah dari luar negeri.
Sekali lagi Sun Yat-sen mereorganisasi partainya, kali ini selaku Kuomintang Cina. Ia juga ikut campur dalam dunia politik di Kanton, Cina. Ketika kota itu diduduki pada 26 Oktober 1920, oleh Ch'en Chiung-ming serta pendukung lainnya, Sun Yat-sen bernama Ch'en gubernur Kwangtung, Cina, pada April 1921, mendirikan pemerintahan baru di Kanton buat menyaingi pemerintah Peking serta memilih Sun Yat-sen selaku presiden.
Setelah menyetir Ch'en dari Peking, Sun Yat-sen melanjutkan persiapan buat memperluas utara, tetapi Ch'en melaksanakan penghianatan merebut kembali Kanton serta memaksa Sun melarikan diri ke sebuah kapal perang di Sungai Pearl. Di sana, seorang pembantu militer muda bernama Chiang Kai-shek (1887–1975) membantunya melarikan diri. sekali lagi ia tidak berhasil berkuasa kembali sepenuhnya.
Aliansi komunis
Tak seorang pun yang berkecil hati karna kegagalan, Sun Yat-sen kembali ke Shanghai serta melanjutkan rencananya buat merebut kembali Kanton melalui aliansi dengan panglima perang utara (komandan militer tentara independen). Sekitar waktu ini, Sun Yat-sen menerima dukungan dari Uni Soviet, yang merupakan tanda kekecewaannya terhadap kekuatan Barat serta Jepang. Padahal ia membutuhkan bakal bantuan politik, militer, serta keuangan. Bagian dari kesepakatan bantuan tersebut yakni menerima Komunis China ke Kuomintang. Pada tanggal 26 Januari 1923, Uni Soviet menjamin dukungannya buat reunifikasi Cina. Ini bakal memberi Sun Yat-sen apa yang dia butuhkan.
Sementara itu, sekutu militer Sun Yat-sen tengah membuka jalan buat kembali ke Kanton. Pada pertengahan Februari 1923 Sun kembali lagi selaku kepala pemerintahan militer. Pada bulan Januari 1924, Kongres Nasional kesatu Kuomintang menyetujui konstitusi baru (sebuah dokumen resmi yang menetapkan standar buat pemerintah), yang merombak partai itu di sepanjang garis Soviet. Di puncak partai yakni Komite Eksekutif Pusat dengan biro-biro yang menangani propaganda (menggunakan literatur serta media buat mempengaruhi massa), pekerja, petani, pemuda, wanita, penyelidikan, serta urusan militer. Prinsip Sun Yat-sen 'Tiga Prinsip Rakyat' disajikan kembali buat menekankan pada anti-imperialisme (dominasi oleh kekuatan asing) serta peran utama partai.
Sun Yat-sen menyadari, bahkan partai yang paling disiplin sekalipun, tidak bakal efektif tanpa tangan militer. Untuk menggantikan panglima perang(model militer kuno Cina) yang tidak bisa diandalkan, Sun memilih model Soviet selaku tentara partai. Soviet setuju buat membantu mendirikan akademi militer, serta sebuah misi yang dipimpin oleh Chiang kai-shek dikirim ke Uni Soviet buat mendapatkan bantuan.
Hari-hari terakhir di Peking
Namun, daya tarik aliansi panglima perang tetap kuat. Sebagai tanggapan atas undangan dari Chang Tso-lin (1873–1928) serta Tuan Ch'i-jui (1865–1936), Sun berangkat ke Beijing buat mendiskusikan masa depan Tiongkok. Namun, negosiasi dengan Tuan Ch'i-jui lekas runtuh. Ini terbukti menjadi yang terakhir kalinya kalau Sun bakal dikecewakan oleh sekutu-sekutunya. Setelah beberapa bulan kesehatan memburuk, pada akhir 1924, Sun menemukan kalau ia menderita kanker yang tidak tersembuhkan.
Sun melewati hari-hari terakhirnya dengan membuat tulisan "kesaksian politik," yang mendesak para pengikutnya buat memegang teguh tujuan-tujuannya dalam membawa revolusi menuju kemenangan. Ia juga mengeluarkan pidato perpisahan yang sangat kontroversial ke Uni Soviet buat menegaskan kembali aliansi melawan dominasi Barat. Keesokan harinya, 12 Maret 1925, Sun meninggal di Peking, Cina. Ia diberi pemakaman negara di bawah perintah Tuan Ch'i-jui.
Meskipun penuh semangat menjadi pembimbing revolusi Tiongkok, Sun Yat-sen dikritik secara luas selama masa hidupnya. Setelah kematiannya ia menjadi objek pemujaan (pengikut) yang mengangkatnya ke posisi sakral.
sumber: notablebiographies.com