Kolonel Sugiono: Pejuang Dari Gunung Kidul
Rabu, September 18, 2019
ia seorang perwira yang baik. Pada 1 Oktober 1965, masih dengan seragam tentara, ia baru kembali dari Pekalongan buat urusan dinas. ia sempat mampir ke Semarang terlebih dahulu serta merasakan suasana yang aneh. ia belum mengetahui aksi klandestin Gerakan 30 September di ibu kota. ia cuma tahu Kalau dibulan-bulan September situasi memang tengah panas, di ibu kota muncul desas-desus adanya Dewan Jenderal yang bakal melaksanakan kudeta. Sebuah isu yang tak jelas serta ia cuma perwira di daerah yang tak tahu dengan urusan perwira tinggi Ibu kota. ia lekas kembali ke Yogyakarta, menuju ke rumah Katamso, lalu ke markas Korem. Itulah ketika terakhirnya. ia kemudian diculik serta terbunuh.
Sugiono Mangunwiyoto putra daerah Gunung Kidul, wilayah yang dianggap tandus serta kering di tenggara Yogyakarta. ia anak kesebelas dari 14 bersaudara. Ayahnya, Kasan Sumitrorejo seorang petani sekaligus Kepala Desa Gedaran. Awalnya ia bercita-cita menjadi guru hingga selepas sekolah dasar, ia masuk sekolah guru di Wonosari. Selepas lulus ia malah tak sekalipun mengajar. Kedatangan Jepang ke Hindia Belanda pada 1942, mengubah keinginan Sugiono. ia tertarik buat terjun di dunia militer.
Sugiono lekas masuk pendidikan PETA [Pembela Tanah Air]. ia lulus serta diangkat menjadi Budanco [Komandan Peleton] di tanah asalnya, Wonosari. Saat kemerdekaan tercapai, kemudian terbentuk BKR [Badan Keamanan Rakyat], Sugiono ikut bergabung. Awalnya ia bertugas selaku Komandan Seksi dengan pangkat letnan dua, kemudian pada 1947 diangkat menjadi ajudan Komandan Brigade 10 Letnan Kolonel Soeharto. Di masa krisis Agresi Militer II di Yogyakarta, Sugiono turut serta dalam aksi serangan umum yang dilancarkan pada 1 Maret 1949. Serbuan selama 6 jam yang mengubah sejarah serta pandangan kalangan barat terhadap perjuangan bangsa Indonesia.
Semenjak itu kariernya menanjak. ia berganti-ganti daerah dinas. Pertama, ia masih di Yogyakarta menjadi Perwira Operasi Brigade C, lalu menjadi Komandan Kompi 4 Batalyon 411 Brigade C di Purworejo, diangkat menjadi Wakil Komandan Batalyon 441 di Semarang dengan pangkat kapten, lalu meningkat menjadi komandan Batalyon 441/Banteng Raiders III dengan pangkat Mayor. Selepas itu, ia menjadi Komandan Komando Distrik Militer [Kodim] 0718 di Pati serta terakhir menjadi Kepala Staf Komando Resort Militer [Korem] 072 Komando Daerah Militer [Kodam] VII Diponegoro yang berkedudukan di Yogyakarta dengan pangkat Letnan Kolonel.
ia menduduki pos barunya itu pada bulan Juni 1965. Beberapa bulan setelah mengemban tugas itu, situasi negara dalam keadaan krisis. Di pusat pemerintahan terjadi perseteruan antara ABRI di bawah komando Angkatan Darat (AD) dengan PKI yang kemudian merambat sampai ke daerah. Bahkan di dalam internal Angkatan Darat sendiri muncul masalah internal, antara perwira muda dengan perwira senior yang ada di Jakarta. Dalam situasi seperti ini, Sugiono masih terlibat aktif dalam membina Resimen Mahasiswa dengan memberikan latihan-latihan militer. Resimen ini terdiri atas organisasi GMNI [Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia] serta PMKRI [Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia].
Saat meletus peristiwa 1 Oktober 1965, Dewan Revolusi lekas dibentuk. Di daerah-daerah juga muncul Dewan Revolusi yang ratarata dijalankan oleh beberapa perwira Angkatan Darat. Di Yogyakarta, pembentukan dewan ini disiarkan lewat RRI serta diketuai Mayor Muyono, Kepala Seksi Teritorial Korem 072/Yogyakarta. Saat itu, Sugiono belum mengetahuinya Karena masih dalam perjalanan pulang ke Yogyakarta. Akan tetapi, sesampainya di markas Korem, ia lekas ditangkap oleh pasukan Dewan Revolusi. ia dibawa menuju Kentungan Condongcatur, utara Yogyakarta. Dini hari, pukul 02.00, pada 2 Oktober 1965, Sugiono dipukul hingga tewas. Jenazahnya kemudian dimasukkan ke dalam sebuah lubang. Lokasi lubang ini baru ditemukan pemerintah tanggal 21 Oktober 1965. Esoknya, 22 Oktober 1965, jenazah perwira ini kemudian dibawa ke selatan serta dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara Yogyakarta. Pemerintah lekas menaikkan pangkatnya secara anumerta menjadi Kolonel serta mengangkatnya menjadi Pahlawan Revolusi.
Sumber: Ensiklopedia Pahlawan Nasional
Pengarang: Kuncoro Hadi