Masa Kejayaan Kesultanan Aceh

Dalam sejarah Telah mencatat jatuh bangunya Aceh Darussalam. Aceh Darussalam menjadi kerajaan yang amat disegani di nusantara. maka sampailah ia pada suatu masa yang membuat orang begitu kagum atau menaruh hormat terhadapnya. Itulah masa keemasan; masa kejayaan yang merupakan buah perjuangan dari titian roda sejarah.

Sultan Iskandar Muda yang Telah membawa Aceh Darussalam kedalam masa kejayaannya sekaligus mengembalikan daerah-daerah yang Telah melepaskan diri dari pengaruh Aceh akibat pertikaian antar pewaris tahta sepeninggal Sultan Alauddin Ri’ayat Syah di akhir abad ke-16 Masehi serta adanya serangan Portugis yang berkedudukan di Malaka.

munculnya Sultan Iskandar Muda (1607 - 1638 M.) menandai masa kebangkitan Aceh, terutama dalam menghalau masuknya kolonialisme barat. Usaha yang dilakukan ialah dengan cara mempersulit serta memperketat perijinan bagi pedagang asing yang bakal melaksanakan hubungan dengan Aceh. ia cuma memberi kesempatan salah satu nama yang lebih menguntungkan raja antara Inggris serta Belanda. ia perenah memberikan izin Belanda buat berdagang di Tiku, Pariaman serta Barus tetapi cuma berjalan masing-masing dua tahunan.

Hampir 30 tahun lamanya Sultan Iskandar Muda menjadi pemimpin Aceh. ia Telah berhasil menekan arus perdagangan yang dijalankan oleh orang Eropa. ia juga berhasil melaksanakan konsolidasi di mermacam sektor; baik ekonomi, politik, sosial budaya serta kehidupan beragama.
Hampir 30 tahun lamanya Sultan Iskandar Muda menjadi pemimpin Aceh. ia Telah berhasil menekan arus perdagangan yang dijalankan oleh orang Eropa. ia juga berhasil melaksanakan konsolidasi di mermacam sektor; baik ekonomi, politik, sosial budaya serta kehidupan beragama.

Di bidang politik misalnya, ia Telah behasil mempersatukan seluruh lapisan masyarakat, yang disebut dengan kaum; seperti kaum Lhoe Reotoih (kaum Tigaratus), kaum Tok Batee (orangorang Asia), kaum orang Mante, Batak Karo, Arab, Persia serta Turki, kaum Ja sandang (orang-orang mindi) serta kaum Imam peucut (Imam Empat). Pada masanya pula tersusun sebuah Undang-undang tentang tata pemerintahan yang diberi nama Adat Makuta Alam; hukum syara menjadi dasar dari hukumadat ini.

Bandar Aceh dibuka kembali menjadi Pelabuhan Internasional merupakan gebrakannya yang progresif dalam upaya memakmurkan perekonomian negeri, sebab dengan dibukanya kembali pelabuhan tersebut, maka akses dalam menjual hasil kekayaan alam dari aceh menjadi terbuka lebar walaupun pada akhirnya menjadi bumerang bagi Aceh itu sendiri. Namun disisi lain aceh juga mendapat keuntungan dengan keamjuan dalam bidang lmu pengetahuan serta keagamaani sisi lain kemajuan Telah diperoleh oleh Aceh dalam bidang ilmu pengetahuan serta keagamaan.

B. Schiere dalam bukunya “Indonesian Sociological Studies” menyebutkan : ‘Aceh yaitu pusat perdagangan Muslim India serta ahli ikirnya (kaum cendediawan serta ulama-ulama) berkumpul sehingga Aceh menjadi pusat kegiatan studi Islam.

Lembaga-lembaga kajian ilmiah tersebut terdiri atas :
1. Balai Sertia Ulama’ (jawatan pendidikan)
2. Balai Jama’ah Himpunan Ulama’ yang merupakan studi club vang beranggotakan para ahli agama. 3. Balai Sertia Hukama’ (Lembaga Pengembangan Ilmu Pengetahuan).

Adapun lembaga pendidikan yang terdapat di sana, meliputi:
1. Meunasah (Ibtidaiyah)
2. Kangkang (Tsanawiyah), buat tingkat ini belajarnya di masjid serta yang dipelajari yaitu kitab-kitab Ilmu Hisab, Al-Qur’an, Ilmu Falaq,Fiqih serta Hadits.
3. Daya (Aliyah), tingkat ini berpusat di masjid-masjid besar.
4. Daya Teuku Cik (Perguruan Tmggi), di sini diajarkan Tafsir, Tasauf serta lain sebagainya.

Ilmu Tasauf (mistisisme) yaitu salah satu kajian keagamaan yang mendapat perhatian oleh Pihak Sultan sehingga pada masanya tercatat banyak ahli sui, diantaranva: Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani serta Nuruddin ar-Raniri. Untuk yang terakhir ini kurang mendapat simpati dari Sultan Iskandar Muda.

Dapat dibayangkan betapa makmurnya Aceh Darussalam di masa keemasan yang pimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Ini merupakan suatu indikasi betapa suatu usaha itu bila diupayakan dengan segenap perhatian serta keseriusan bakal menghasilkan sesuatu memuaskan. Maka tidaklah mengherankan Apabila Aceh dikala itu menjadi batu sandungan bagi imperium Barat yang berusaha mencengkeram seluruh wilayah Nusantara secara utuh ; baik itu Belanda, Inggris maupun Portugis.

Sungguh sangat disayangkan, diakhir masa jabatannya, ia terpaksa membuka pintu buat pedagang-pedagang asing dalam hal ini yaitu Belanda. Hal itu terjadi karna kekalahan yang dideritanya dikala melaksanakan serangan ke Malaka pada tahun 1629 akibatnya ia perlu menjalin hubungan dengan Belanda selaku mitra kerja menghadapi Portugis di Malaka.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel