Dr. Soetomo: Sang Dokter Pendiri Boedi Oetomo

 
Karena pengaruh seniornya, seorang pemuda 20 tahun yang Sudah 5 tahun studi di STOVIA [School tot Opleiding van Inlandsche Artsen] menjadi gusar. Di hari minggu jam 09.00 pagi, ia kumpulkan beberapa pelajar di ruang kelas sekolahnya. Dengan sungguhsungguh ia jelaskan Jika pemuda punya peran penting bagi masa depan bangsa pribumi Hindia, lalu dengan serius ia usulkan buat membentuk sebuah organisasi. Para pelajar yang ikut dalam pertemuan itu khidmat mendengarkan. Setelahnya, terbentuklah Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908, serta pemuda yang mencetuskannya
itu yakni Soetomo.

Calon dokter pribumi yang lahir di desa Ngepeh ini terlahir dengan nama Soebroto. Masa kecilnya berada di Nganjuk. Saat ia sekolah di Bangil, ia mengganti namanya menjadi Soetomo serta berada di bawah asuhan kakek serta neneknya. Kemudian, Wedono Ngepeh R Soewadji, ayah Soetomo, mengirim anaknya menuju Batavia buat sekolah di STOVIA pada 10 Januari 1903.

Boedi Oetomo yang didirikan Soetomo lekas berkembang pesat. Organisasi ini kemudian mempunyai tujuh cabang di beberapa kota, yakni Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, serta Ponorogo. Kongres awal lekas digelar di Yogyakarta pada 3-5 Oktober 1908. Kepemimpinan lekas dipegang oleh kaum aristokrat Jawa, kaum tua yang berpengalaman. Soetomo buat sementara serius menyelesaikan pendidikan kedokterannya.

Baca Juga


Pada 1911, Soetomo lulus dari STOVIA lalu lekas bertugas selaku dokter di Semarang. dia lekas pindah ke Tuban pada 1912 serta pindah lagi ke Lubuk Pakam [Sumatra Timur]. dia ditarik lagi ke Jawa serta bertugas di Malang pada 1914. Saat bertugas di Malang, ia membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan pada 1916. dia banyak memperoleh pengalaman dari seringnya berpindah tempat tugas. Antara lain, ia makin banyak mengetahui kesengsaraan rakyat serta secara langsung dapat membantu mereka. Pada 1917, ia menuju ke Blora serta lekas menikahi seorang noni Belanda, Everdina. Tak lama setelahnya, ia bertugas di Baturaja. Hingga pada 1919, ia mendapat beasiswa buat belajar di universitas Amsterdam Belanda. Tahun 1920, Soetomo berhasil lulus dengan baik serta kembali pulang ke Hindia.

Selain, berurusan dengan dunia penyembuhan yang sangat berarti bagi kaum “kromo” pribumi, Soetomo juga aktif dalam dunia pers pergerakan. Saat di Boedi Oetomo, ia ikut menerbitkan majalah Goeroe Desa serta juga surat berita Boedi Oetomo yang terbit di Yogyakarta serta Bandung. Selepas ia kembali dari negeri Belanda, Soetomo juga mendirikan Indonesische Studie Club [ISC] di Surabaya pada 27 Juli 1924 serta dua tahun berikutnya lekas menerbitkan surat berita Soeloeh Indonesia. ISC berhasil mendirikan sekolah tenun, bank kredit, hingga koperasi. Pada 1931, ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia [PBI]. Di bawah pimpinan Soetomo, PBI berkembang pesat. Lalu pada Januari 1934, dibentuk Komisi Boedi Oetomo dengan PBI yang akhirnya membetuk fusi pada pertengahan 1935. Kongres peresmian fusi merupakan kongres terakhir Boedi Oetomo serta lekas melahirkan Partai Indonesia Raya [Parindra]. Rapat perdana yang berlangsung pada 24-26 Desember 1935 lekas mengangkat Sutomo selaku ketua. Soetomo bersama Parindra berjuang buat mencapai Hindia [Indonesia] merdeka.

Soetomo terus menggerakkan Parindra demi cita-cita kemerdekaan hingga tanpa tersadari, tiga tahun setelah membentuk partai politik itu, ia jatuh sakit. Saat itu, Soetomo berada di Surabaya. Dalam usia yang belum senja, Soetomo menghembuskan nafas terakhirnya. dia meninggal serta dikuburkan di Surabaya dalam usia 49 tahun. Soetomo, seorang dokter Jawa, mempunyai jasa besar bagi Hindia [Indonesia]. Hari lahir Boedi Oetomo, organisasi yang didirikan Soetomo, dikenang selaku hari kebangkitan nasional. Dan selang 23 tahun selepas kepergiannya, presiden Soekarno memberi gelar pahlawan kemerdekaan Indonesia kepada dokter Soetomo.

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel