Dinasti Abbasiyah
Jumat, September 13, 2019
Disebut Dinasti Abbasiyah sebab dinisbatkan kepada Abbas , kakak dari ayahanda Nabi. Pencetus Dinasti Abbasiyah serta khalifah yang awal yaitu Abul Abbas Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Mutahlib. Abu Abbas ini populer dengan gelar abu abbas as-Safah.
Ketika Dinasti Umawiyah melemah, kaum muslimin mencari-cari figur yang mampu mengembalikan kaum muslimin ke jalan yang benar serta menciptakan keadilan di antara mereka. Mereka berpendapat jika igur yang mampu berbuat demikian perlu dari Bani Hasyim. Ditulislah surat mengenai hal itu kepada Abu Hasyim Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abu Thalib, salah seorang ulama tepercaya. Bukan lama kemudian, surat tersebut sampai juga kepada Khalifah Dinasti Umawiyah, Sulaiman bin Abdul Malik, sehingga Abu Hasyim merasa terancam nyawanya. dia lalu melarikan diri ke Hamimah, yang termasuk wilayah Damaskus. Di sana sang paman, Ali as-Sajjad bin Abdullah bin Abbas, tinggal. Ketika bakal meninggal dunia, Abu Hasyim menyerahkan surat-surat yang dikirimkan kepadanya kepada Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas serta berkata, “Dirikan dinasti baru serta pewarisnya yaitu anak-cucumu.” Abu Hasyim meninggal dunia pada tahun 99 Hijriah/718 Masehi
Muhammad al-Abbasi menunaikan wasiat Abu Hasyim itu. Ia mengumpulkan orang-orang kepercayaannya buat menyerukan kelemahan-kelemahan Dinasti Umawiyah. Ia juga menyebutkan jika kursi pemerintahan perlu dipegang seorang lelaki dari keluarga Nabi yang mampu memenuhi Bumi ini dengan keadilan. Ternyata, kaum muslimin menyambut baik seruan tersebut.
Sebelum Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas meninggal pada tahun 124 Hijriah/742 Masehi, dia berwasiat kepada anaknya, Ibrahim, yang bergelar Al-Imam buat meneruskan perjuangan. Ibrahim pun bangkit. Ia lalu mengatur serangan dengan terencana serta didukung dua orang panglima besar, Abu Salamah Al Khallal di Kufah serta Abu Muslim Al Khurasani di Khurasan. Sebelum tahun 129 Hijriah/747 Masehi tiba, keluar instruksi dari Al-Imam agar Abu Muslim secara terang-terangan menyerukan Dinasti Abbasiyah serta menjadikan Khurasan selaku ibu kota buat melepaskan dari Dinasti Umawiyah. Hal tersebut terjadi pada masa Khalifah Dinasti Umawiyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Bukan lama kemudian, Abu Muslim berhasil mendapat dukungan dari bangsa Arab. dia pun merebut kota Marwa, ibu kota Khurasan. Abu Muslim terus-menerus menyerang Khurasan hingga kota itu takluk pada tahun 130 H / 748 M. Setiap kali menguasai suatu tempat, Abu Muslim mengambil janji setia dari penduduknya buat berpegang pada Al-Quran, hadis, serta mengangkat seorang khalifah dari keluarga Muhammad tanpa ditentukan namanya.
Bani Umayyah tidak tahu mengenai gerakan mendukung Dinasti Abbasiyah ini. Namun, dikala Marwan bin Muhammad membaca surat dari Al Imam Ibrahim al-Abbasi, Marwan berkeinginan menegakkan kembali kekuasaannya yang goyah serta memberantas pemberontak. dia cukup mengirimkan surat kepada Gubernur Damaskus buat menangkap Al Imam Ibrahim bin Muhammad serta mengancam memenjarakannya. dia pun akhirnya di penjara. Saat merasa ajalnya sudah dekat, dia berpesan kepada saudaranya, Abu Abbas, buat menjadi khalifah. Apalagi, pendukungnya sudah kuat serta kota Kufah hampir dikuasai. Ibrahim pun meminta agar Abu Abbas melarikan keluarganya ke Kufah buat berlindung pada Abu Salamah al-Khallal, pendukung Abbasiyah.
Keluarga Abbas pun tiba ke Kufah. Bukan lama kemudian, Abu Abbas diangkat selaku khalifah kaum muslimin. Saat pelantikannya, Abu Abbas berpidato. Khotbahnya itu menjadi tanda lahirnya Dinasti Abbasiyah. dia menutup pidatonya dengan ucapan, “Bersiap-siaplah hai umat manusia sebab saya yaitu as-Safah (orang yang murah hati serta ringan tangan).” Arti kata as-Safah bukan seperti yang diketahui banyak orang, yaitu orang yang banyak mengalirkan darah.
Pertempuran penentu antara Dinasti Abbasiyah serta Umawiyah terjadi di salah satu tepi Sungai Zab A’la. Pasukan Abbasiyah dipimpin paman dari Abdullah bin Ali, sang khalifah, sementara pasukan Umawiyah dipimpin Khalifah Marwan bin Muhammad. Setelah kalah, Marwan melarikan diri dari kejaran pasukan Dinasti Abbasiyah ke dataran tinggi Mesir. Di Fayum, di dekat desa Abu Shair, Marwan meninggal dunia serta terbunuh setelah selalu melarikan diri selama delapan bulan dari satu tempat ke tempat lain.
Dinasti Umawiyah runtuh pada tahun 132 Hijriah. Kekuasaan lalu dipegang anak cucu Abbas serta menjadikan Kufah selaku ibu kota Islam selama pemerintahan khalifah pertama, Abu Abbas as-Safah. Setelah khalifah kedua, abu (a’far alManshur, berkuasa, dia membangun kota Baghdad. Dalam waktu singkat, Baghdad menjelma menjadi kota terbesar serta terindah di dunia.
Kekuasaan Dinasti Abbasiyah pada masa Pemerintahan ar-Rasyid membentang sampai perbatasan India di Timur. Negeri-negeri Timur pun termasuk wilayah mereka. Seperti negeri Iran, Afganistan, Sind, Khawarazm, seberang Sungai Amudaria, serta jazirah Arab di Selatan serta Afrika Utara, kecuali Maroko yang dikuasai Dinasti Idrisiyah. Di Timur serta Selatan, wilayah Abbasiyah sampai ke Laut Tengah, termasuk Pulau Siprus, Rhodes, Kreta, serta Sicilia. Di Selatan, kekuasaan mereka sampai ke negeri Karj, Kaukaz, serta Laut Hitam di daerah bagian Timur.
Masa emas Dinasti Abbasiyah berlangsung hingga pertengahan masa pemerintahan Al-Ma’mun pada awal abad ketiga Hijrah. Setelah itu, Dinasti Abbasiyah melemah. Kemunculan banyak negeri di mermacam wilayah, seperti Turki, Mongolia, Persia, serta India menjadi tanda mulai pudarnya kekuasaan dinasti ini. Pada tahun 656 Hijriah/ 1258 Masehi, ibu kota Dinasti Abbasiyah berhasil dikuasai bangsa Mongolia. Hal ini sekaligus menjadi akhir dari kekuasaan yang gemilang itu.
Perlu dicatat, Dinasti Abbasiyah menyumbang peran penting dalam soal alih bahasa atau terjemahan. Penerjemahan karya-karya penting sebenarnya sudah dimulai sejak pertengahan Dinasti Umawiyah. Ketika kekuasaan beralih ke tangan Dinasti Abbasiyah, kegiatan penerjemahan makin marak. Al-Manshur termasuk khalifah Abbasiyah yang ikut andil dalam membangkitkan pemikiran. dia mendatangkan begitu banyak ulama cendekia dalam mermacam disiplin ilmu pengetahuan ke Baghdad. Di samping itu, dia juga mengirimkan utusan buat mencari buku-buku ilmiah dari negeri Romawi serta mengalihkannya ke bahasa Arab. Khalifah pengganti Al-Makmun, Harun arRasyid, tidak mau ketinggalan. dia mendirikan perpustakaan serta mengatur gerakan alih bahasa ke dalam bahasa Arab. Pada masa Al-Makmun, gerakan pemikiran mencapai masa keemasan. Bahkan, Baghdad pernah dijuluki selaku menara ilmu serta pengetahuan dalam abad pertengahan.
Ketika Dinasti Umawiyah melemah, kaum muslimin mencari-cari figur yang mampu mengembalikan kaum muslimin ke jalan yang benar serta menciptakan keadilan di antara mereka. Mereka berpendapat jika igur yang mampu berbuat demikian perlu dari Bani Hasyim. Ditulislah surat mengenai hal itu kepada Abu Hasyim Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abu Thalib, salah seorang ulama tepercaya. Bukan lama kemudian, surat tersebut sampai juga kepada Khalifah Dinasti Umawiyah, Sulaiman bin Abdul Malik, sehingga Abu Hasyim merasa terancam nyawanya. dia lalu melarikan diri ke Hamimah, yang termasuk wilayah Damaskus. Di sana sang paman, Ali as-Sajjad bin Abdullah bin Abbas, tinggal. Ketika bakal meninggal dunia, Abu Hasyim menyerahkan surat-surat yang dikirimkan kepadanya kepada Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas serta berkata, “Dirikan dinasti baru serta pewarisnya yaitu anak-cucumu.” Abu Hasyim meninggal dunia pada tahun 99 Hijriah/718 Masehi
Muhammad al-Abbasi menunaikan wasiat Abu Hasyim itu. Ia mengumpulkan orang-orang kepercayaannya buat menyerukan kelemahan-kelemahan Dinasti Umawiyah. Ia juga menyebutkan jika kursi pemerintahan perlu dipegang seorang lelaki dari keluarga Nabi yang mampu memenuhi Bumi ini dengan keadilan. Ternyata, kaum muslimin menyambut baik seruan tersebut.
Sebelum Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas meninggal pada tahun 124 Hijriah/742 Masehi, dia berwasiat kepada anaknya, Ibrahim, yang bergelar Al-Imam buat meneruskan perjuangan. Ibrahim pun bangkit. Ia lalu mengatur serangan dengan terencana serta didukung dua orang panglima besar, Abu Salamah Al Khallal di Kufah serta Abu Muslim Al Khurasani di Khurasan. Sebelum tahun 129 Hijriah/747 Masehi tiba, keluar instruksi dari Al-Imam agar Abu Muslim secara terang-terangan menyerukan Dinasti Abbasiyah serta menjadikan Khurasan selaku ibu kota buat melepaskan dari Dinasti Umawiyah. Hal tersebut terjadi pada masa Khalifah Dinasti Umawiyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Bukan lama kemudian, Abu Muslim berhasil mendapat dukungan dari bangsa Arab. dia pun merebut kota Marwa, ibu kota Khurasan. Abu Muslim terus-menerus menyerang Khurasan hingga kota itu takluk pada tahun 130 H / 748 M. Setiap kali menguasai suatu tempat, Abu Muslim mengambil janji setia dari penduduknya buat berpegang pada Al-Quran, hadis, serta mengangkat seorang khalifah dari keluarga Muhammad tanpa ditentukan namanya.
Bani Umayyah tidak tahu mengenai gerakan mendukung Dinasti Abbasiyah ini. Namun, dikala Marwan bin Muhammad membaca surat dari Al Imam Ibrahim al-Abbasi, Marwan berkeinginan menegakkan kembali kekuasaannya yang goyah serta memberantas pemberontak. dia cukup mengirimkan surat kepada Gubernur Damaskus buat menangkap Al Imam Ibrahim bin Muhammad serta mengancam memenjarakannya. dia pun akhirnya di penjara. Saat merasa ajalnya sudah dekat, dia berpesan kepada saudaranya, Abu Abbas, buat menjadi khalifah. Apalagi, pendukungnya sudah kuat serta kota Kufah hampir dikuasai. Ibrahim pun meminta agar Abu Abbas melarikan keluarganya ke Kufah buat berlindung pada Abu Salamah al-Khallal, pendukung Abbasiyah.
Keluarga Abbas pun tiba ke Kufah. Bukan lama kemudian, Abu Abbas diangkat selaku khalifah kaum muslimin. Saat pelantikannya, Abu Abbas berpidato. Khotbahnya itu menjadi tanda lahirnya Dinasti Abbasiyah. dia menutup pidatonya dengan ucapan, “Bersiap-siaplah hai umat manusia sebab saya yaitu as-Safah (orang yang murah hati serta ringan tangan).” Arti kata as-Safah bukan seperti yang diketahui banyak orang, yaitu orang yang banyak mengalirkan darah.
Pertempuran penentu antara Dinasti Abbasiyah serta Umawiyah terjadi di salah satu tepi Sungai Zab A’la. Pasukan Abbasiyah dipimpin paman dari Abdullah bin Ali, sang khalifah, sementara pasukan Umawiyah dipimpin Khalifah Marwan bin Muhammad. Setelah kalah, Marwan melarikan diri dari kejaran pasukan Dinasti Abbasiyah ke dataran tinggi Mesir. Di Fayum, di dekat desa Abu Shair, Marwan meninggal dunia serta terbunuh setelah selalu melarikan diri selama delapan bulan dari satu tempat ke tempat lain.
Dinasti Umawiyah runtuh pada tahun 132 Hijriah. Kekuasaan lalu dipegang anak cucu Abbas serta menjadikan Kufah selaku ibu kota Islam selama pemerintahan khalifah pertama, Abu Abbas as-Safah. Setelah khalifah kedua, abu (a’far alManshur, berkuasa, dia membangun kota Baghdad. Dalam waktu singkat, Baghdad menjelma menjadi kota terbesar serta terindah di dunia.
Kekuasaan Dinasti Abbasiyah pada masa Pemerintahan ar-Rasyid membentang sampai perbatasan India di Timur. Negeri-negeri Timur pun termasuk wilayah mereka. Seperti negeri Iran, Afganistan, Sind, Khawarazm, seberang Sungai Amudaria, serta jazirah Arab di Selatan serta Afrika Utara, kecuali Maroko yang dikuasai Dinasti Idrisiyah. Di Timur serta Selatan, wilayah Abbasiyah sampai ke Laut Tengah, termasuk Pulau Siprus, Rhodes, Kreta, serta Sicilia. Di Selatan, kekuasaan mereka sampai ke negeri Karj, Kaukaz, serta Laut Hitam di daerah bagian Timur.
Masa emas Dinasti Abbasiyah berlangsung hingga pertengahan masa pemerintahan Al-Ma’mun pada awal abad ketiga Hijrah. Setelah itu, Dinasti Abbasiyah melemah. Kemunculan banyak negeri di mermacam wilayah, seperti Turki, Mongolia, Persia, serta India menjadi tanda mulai pudarnya kekuasaan dinasti ini. Pada tahun 656 Hijriah/ 1258 Masehi, ibu kota Dinasti Abbasiyah berhasil dikuasai bangsa Mongolia. Hal ini sekaligus menjadi akhir dari kekuasaan yang gemilang itu.
Perlu dicatat, Dinasti Abbasiyah menyumbang peran penting dalam soal alih bahasa atau terjemahan. Penerjemahan karya-karya penting sebenarnya sudah dimulai sejak pertengahan Dinasti Umawiyah. Ketika kekuasaan beralih ke tangan Dinasti Abbasiyah, kegiatan penerjemahan makin marak. Al-Manshur termasuk khalifah Abbasiyah yang ikut andil dalam membangkitkan pemikiran. dia mendatangkan begitu banyak ulama cendekia dalam mermacam disiplin ilmu pengetahuan ke Baghdad. Di samping itu, dia juga mengirimkan utusan buat mencari buku-buku ilmiah dari negeri Romawi serta mengalihkannya ke bahasa Arab. Khalifah pengganti Al-Makmun, Harun arRasyid, tidak mau ketinggalan. dia mendirikan perpustakaan serta mengatur gerakan alih bahasa ke dalam bahasa Arab. Pada masa Al-Makmun, gerakan pemikiran mencapai masa keemasan. Bahkan, Baghdad pernah dijuluki selaku menara ilmu serta pengetahuan dalam abad pertengahan.