Sultan Hasanuddin: “Ayam Jago” Dari Timur
Minggu, September 15, 2019
Kerajaan Gowa mempunyai pengaruh besar bagi daerah sekitarnya karna menguasai jalur-jalur perdagangan di bagian wilayah timur nusantara. Sultan Hasanuddin merupakan penerus generasi ke-16 kerajaan tersebut. Dia mewarisi tahta ayahnya sejak tahunm 1653. Pada era pemerintahan Sultan Hasanuddin, Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) berupaya menguasai perdagangan rempahrempah di Gowa. Untuk mencapai ambisinya, VOC mengirim pasukan militer di bawah komando pimpinan Laksamana Cornelis Speelman pada 1666. Mendengar gelagat tidak mengenakkan, Sultan Hasanuddin selekasnya membentuk pasukan serta mengumpulkan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia timur buat bersatu melawan VOC.
Peperangan selekasnya terjadi, mulanya pasukan Hasanuddin berhasil memukul mundur tentara musuh hingga VOC mengirim bala bantuan lebih besar. Kondisi menjadi berbalik, Belanda yang mengerahkan angkatan perang yang besar di bawah pimpinan Cornelis Speelman berhasil merebut beberapa benteng pertahanan Gowa serta memaksa Sultan Hassanudin menggelar perundingan di Bongaya pada 18 November 1667.
Akan tetapi, Perjanjian Bongaya terlalu menguntungkan pihak Belanda, Hasanuddin selaku penguasa Gowa merasa dirinya terlalu tertekan akibat perjanjian tersebut. Pada bulan April 1668, ia bersama sekutu yang mendukungnya kembali berontak serta menyerang pos-pos Belanda di Gowa. Pertempuran sengit yang terjadi di beberapa tempat memaksa pihak Belanda kembali meminta tambahan pasukan dari Batavia. Meski Hasanuddin bersama rakyat Gowa menggelar perlawanan gigih, akhirnya ia terpaksa mengakui keunggulan Belanda ketika benteng Sombaopu jatuh ke tangan musuh pada 24 Juni 1668. pertahanan terkuat serta terakhir kerajaan Gowa, yaitu benteng Sombaopu, jatuh ke tangan Belanda. Dengan jatuhnya benteng tersebut kekuatan Hasanuddin makin lemah, lima hari kemudian ia mengundurkan diri dari takhta kerajaan. Namun, Hasanuddin tetap tidak hendak bekerja sama dengan Belanda hingga ia meninggal dunia pada 12 Juni 1670.
Pertempuran di Gowa mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit dari pihak VOC. Perlawanan serta keberanian Sultan Hasanuddin memimpin rakyat memberi point tersendiri bagi Belanda, sampai-sampai orang Belanda menjulukinya “Ayam Jantan dari Timur”. Guna mengenang jasanya, pahlawan Makassar tersebut dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 6 November 1973.
Sumber: Ensiklopedi Pahlawan Nasional
Peperangan selekasnya terjadi, mulanya pasukan Hasanuddin berhasil memukul mundur tentara musuh hingga VOC mengirim bala bantuan lebih besar. Kondisi menjadi berbalik, Belanda yang mengerahkan angkatan perang yang besar di bawah pimpinan Cornelis Speelman berhasil merebut beberapa benteng pertahanan Gowa serta memaksa Sultan Hassanudin menggelar perundingan di Bongaya pada 18 November 1667.
Akan tetapi, Perjanjian Bongaya terlalu menguntungkan pihak Belanda, Hasanuddin selaku penguasa Gowa merasa dirinya terlalu tertekan akibat perjanjian tersebut. Pada bulan April 1668, ia bersama sekutu yang mendukungnya kembali berontak serta menyerang pos-pos Belanda di Gowa. Pertempuran sengit yang terjadi di beberapa tempat memaksa pihak Belanda kembali meminta tambahan pasukan dari Batavia. Meski Hasanuddin bersama rakyat Gowa menggelar perlawanan gigih, akhirnya ia terpaksa mengakui keunggulan Belanda ketika benteng Sombaopu jatuh ke tangan musuh pada 24 Juni 1668. pertahanan terkuat serta terakhir kerajaan Gowa, yaitu benteng Sombaopu, jatuh ke tangan Belanda. Dengan jatuhnya benteng tersebut kekuatan Hasanuddin makin lemah, lima hari kemudian ia mengundurkan diri dari takhta kerajaan. Namun, Hasanuddin tetap tidak hendak bekerja sama dengan Belanda hingga ia meninggal dunia pada 12 Juni 1670.
Pertempuran di Gowa mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit dari pihak VOC. Perlawanan serta keberanian Sultan Hasanuddin memimpin rakyat memberi point tersendiri bagi Belanda, sampai-sampai orang Belanda menjulukinya “Ayam Jantan dari Timur”. Guna mengenang jasanya, pahlawan Makassar tersebut dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 6 November 1973.
Sumber: Ensiklopedi Pahlawan Nasional